Uncategorized

Kelalaian dan Mawas Diri

Oleh Sheikh Abu al-Faraj Abdurrahman bin al-Jauzi
Terkadang muncul mawas diri (kesadaran) kala seseorang tengah mendengarkan wejangan. Namun kala dia sudah berpisah dari majelis ilmu tersebut, kerasnya hati dan kelalaiannya pun muncul kembali.

Aku pun merenungkan penyebab hal itu. Akhirnya aku pun tahun. Dan aku perhatikan orang-orang berbeda-beda dalam masalah ini.

Kondisi umumnya orang-orang bahwa saat mendengar dan seusai mendengar wejangan, hati tidak mempunyai sifat mawas diri yang sama dikarenakan dua sebab:

Pertama: Bahwa wejangan itu bagaikan cambuk. Dan cambuk sendiri setelah masa reaksinya habis tidak lagi menyakitkan seperti halnya rasa sakit kala cambuk itu dipukulkan.

Kedua: Dalam kondisi tengah mendengarkan wejangan, seseorang menyingkirkan penyakit hatinya ketika itu. Dia kosongkan badan dan pikirannya dari berbagai tendensi duniawi dan dia mendengarkan dengan seksama sepenuh hati. Namun kala dia kembali pada kesibukannya, dia pun terjerat virus yang bersarang dalam aktivitas dunianya. Maka bagaimana mungkin kondisi hatinya menjadi seperti kondisi sebelumnya (yaitu saat tengah mendengar nasihat)?

Kondisi ini berlaku umum bagi semua orang. Hanya saja orang-orang yang punya mawas diri berbeda-beda dalam hal sejauh mana pengaruh tersebut terus tetap membekas (dalam dirinya).

Diantara mereka ada yang memiliki tekad bulat tanpa ada keraguan. Dia terus melenggang tanpa menoleh. Andaikan tabiat jiwa menghentikan langkah mereka, pastilah mereka meradang, sebagaimana yang diungkapkan Hanzhalah mengenai dirinya:

“Hanzhalah sudah terjangkit nifak (sifat munafik),(HR Muslim no. 2750).

Diantara mereka ada pula orang-orang yang tabiat mereka sesekali condong pada kelalaian, dan wejangan-wejangan tadi kadang bisa memotivasi mereka untuk beramal. Maka mereka ini bagaikan bulir padi yang diombang-ambingkan angin.

Ada lagi orang-orang yang mana wejangan tidak berpengaruh pada mereka kecuali sebatas apa yang dia dengar seperti halnya air yang engkau gulirkan di atas batu yang halus. Wallahu’alam bish shawwab.

BACA JUGA:  Hukum Perayaan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam | oleh Syaikh Muhammad Ahmad Muhammad al-‘Ammar

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button