Adab

Etika Berdebat di dalam Islam

 
Pertanyaan:
Syekh, Assalamu’alaikum. Apa artinya debat? Bagaimana seseorang berdebat mengenai masalah agama Islam dengan orang lain? Apa saja aturannya?
 
Jawaban oleh Tim Fatwa IslamWeb, diketuai oleh Syekh Abdullah Faqih Asy-Syinqiti
Segala puji hanya bagi Allah, Raab semesta alam. Saya bersaksi bahwa tiada Illah yang hak untuk diibadahi kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.
 
Bahasa Arab dari kata debat adalah Munadharah, yang berasal dari kata Nadhir (yang berarti rekan/teman imbangan) atau Nadhar (yang berarti sudut pandang atau pandangan), sebagaimana dinyatakan oleh Al-Jurjani Rahimahullah di dalam bukunya At-Ta’rifat.
 
Secara idiomatis, Asy-Syinqitti Rahimahullah mendefinisikannya, di dalam kitabnya yang berjudul Al-Adabul Bahth wal Munadharah (Akhlak Penelitian dan Debat), sebagai berikut:
 

“Debat adalah diskusi antara dua pihak atau lebih yang memiliki pandangan berlawanan. Tiap-tiap pihak berusaha membuktikan bahwa pandangannya adalah benar dan membantah pandangan lawannya dengan kedua pihak menginginkan terungkapnya kebenaran. Dengan kata lain, keduanya berupaya meneliti suatu perkara untuk meraih ilmu atau pendapat yang mendekati benar untuk mengungkap kebenaran.”

 
Tentang aturan dan etika berdebat, yang paling utama adalah mengikhlaskan niat karena Allah, dan bahwa tujuan dari debat tersebut adalah untuk menunjukkan kebenaran serta mematuhi etika berdebat yang oleh Asy-Syinqitti Rahimahullah dijelaskan panjang lebar di dalam bukunya tersebut di atas. Beliau berkata:
 

“Bab: Etika yang harus dipatuhi oleh dua orang yang berdebat: 

1.   Orang yang berdebat harus menghindari perkataan yang panjang dan bertele-tele yang tidak bermanfaat dan tidak ringkas sehingga membuat tujuan dari pernyataan-pernyataan mereka menjadi tidak dapat dimengerti. 

2.  Orang yang berdebat harus menghindari penggunaan istilah-istilah yang tidak lazim atau terlalu umum. 

3.  Diskusinya harus dibatasi pada topik yang sedang diperdebatkan, dan mereka harus menghindari upaya mengalihkan pembicaraan kepada topik yang tidak relevan. 

4.    Orang yang berdebat tidak boleh mencela atau menghina satu sama lain. 

5.  Setiap peserta debat harus memiliki niat untuk mencari kebenaran, meskipun kebenaran itu berada di lisan pihak lawan. 

6.  Orang yang berdebat tidak boleh buru-buru mengomentari argumen lawan, kecuali setelah memahaminya. 

7.  Orang yang berdebat harus menunggu sampai lawannya selesai memberikan argumen dan tidak boleh memotong pembicaraannya. 

8.  Orang yang berdebat harus menghindari perdebatan dengan lawan yang punya kharisma kuat, sehingga dirinya tidak akan terpukau oleh keberadaan lawannya itu yang akhirnya dapat membuatnya terganggu saat menyampaikan argumen. 

9.  Orang yang berdebat tidak boleh meremehkan atau memandang rendah pihak lawan, karena hal itu akan membuatnya tidak serius dan tidak cerdas di dalam menyampaikan argumen sehingga melemahkan dirinya sendiri dan membuat pihak lawan mengalahkannya.” [Aadaab Al-Bahth wa Al-Munaatharah]

 
Kami sarankan Anda untuk membaca buku tersebut karena buku itu adalah buku yang sangat bagus dalam hal ini, tetapi pembaca harus sudah akrab dengan ilmu logika.
 
Wallahualam bish shawwab.
 
Fatwa: 321223
Tanggal: 13 Rajab 1437 (20 April 2016)
Sumber: IslamWeb.Net
Penerjemah: Irfan Nugroho (Staf Pengajar di Pondok Pesantren Tahfizhul Quran At-Taqwa Sukoharjo)
 

BACA JUGA:  Adabul Mufrad 2: Ridha Allah di bawah Ridha Orang Tua

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button