Fiqih

Fikih Dorar Saniyah: Jamak Salat – Arti, Sebab, dan Syarat

Pembaca rahimakumullah, kali ini kita akan coba belajar ringkasan fikih dorar saniyah tentang jamak salat. Materi yang akan kita pelajari di antaranya arti jamak salat, jenis jamak salat, sebab jamak salat, serta syarat jamak salat. Teruskan membaca!

ARTI JAMAK SALAT

Pembaca rahimakumullah, arti jamak salat adalah:

أن يَجمعَ المصلِّي بين فَريضتينِ في وقتِ إحداهما؛ إمَّا جمْعَ تَقديمٍ، وإمَّا جمْعَ تأخيرٍ

Orang yang salat menjamak (menggabungkan) dua salat wajib di salah satu dari dua waktu salat tersebut, bisa dengan jamak takdim (di waktu awal) atau dengan jamak takhir (di waktu kedua).

Lalu apa saja salat wajib yang boleh dijamak? Tertulis di situ:

والصَّلواتُ التي يجوز فيها الجَمْعُ هي: الظُّهرُ مع العَصر، والمغربُ مع العِشاءِ

Salat-salat yang boleh dijamak adalah zuhur dengan asar, magrib dengan isya, (Al-Mausuatul Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah: 27/287).

Inilah arti jamak salat, menurut kitab fikih dorar saniyah. Selanjutnya kita pelajar apa saja sebab jamak salat?

SEBAB JAMAK SALAT

Ada delapan (8) sebab jamak salat, menurut kitab fikih Dorar Saniyah, yaitu:

الجَمْعُ بعَرفَةَ ومُزدلِفةَ

Jamak ketika di Arafah dan Muzdalifah

Tertulis di dalam fikih Dorar Saniyah tentang jamak salat ketika di Arafah dan Muzdalifah:

يُسنُّ جمْعُ صلاتيِ الظُّهرِ والعصرِ بعَرفةَ جَمْعَ تقديمٍ، وجمْعُ صلاتيِ المغربِ والعِشاءِ بالمزدلفةِ جمْعَ تأخيرٍ

Disunahkan untuk menjamak salat zuhur dan asar ketika di Arafah dengan Jamak Takdim. Juga disunahkan menjamah salat magrib dan isya ketika di Muzdalifah dengan Jamak Takhir.

Dalil dari Sunah; Sahih Muslim: 1218, Sahih Bukhari: 1662, Sahih Bukhari: 1673 atau Sahih Muslim: 1288, Sahih Bukhari: 1674 atau Sahih Muslim: 1287, serta Sahih Bukhari: 139 atau Sahih Muslim: 1280.

Dalil dari Ijma; Bidayatul Mujtahid li Ibni Rusyd: 1/170 dan Al-Istidzkar li Ibni Abdil Bar: 4/325.

الجَمْعُ في السَّفرِ

Jamak karena Safar

Tertulis di dalam Dorar Saniyah tentang jamak karena safar:

يَجوزُ الجمعُ في السَّفرِ تقديمًا وتأخيرًا، وهو المشهورُ من مذهبِ المالِكيَّة، ومذهب الشافعيَّة، والحَنابِلَة، وبه قال جمهورُ العلماءِ مِن السَّلفِ والخَلَفِ

Boleh jamak salat karena safar atau bepergian, dengan jamak takdim atau jamak takhir, dan ini adalah pendapat yang masyhur di kalangan Malikiyah, Syafiiah, Hanabilah, dan ini adalah pendapat jumhur dari kalangan salaf dan khalaf.

Dalil dari Sunah; Sahih Bukhari: 1106 atau Sahih Muslim: 703, Sahih Bukhari: 1111 atau Sahih Muslim: 704, Sahih Muslim: 706, Sahih Bukhari: 3553 atau Sahih Muslim: 503.

Orang yang Safar lebih Afdhal Jamak Takdim atau Takhir?

Menjawab pertanyaan ini, tertulis di dalam Ensiklopedia Fikih Dorar Saniyah:

الأفضلُ هو أن يَفعلَ المسافرُ الأرفقَ به، مِن تقديمٍ أو تأخيرٍ، وهذا مذهبُ الشافعيَّة، والحَنابِلَة، وهو اختيار ابن تيميَّة، وابن باز، وابن عُثَيمين

Yang afdhal dilakukan bagi musafir adalah mana yang paling memudahkan bagi dirinya, bisa dengan takdim atau takhir, dan ini adalah pendapat Syafiiah, Hanabilah, serta merupakan pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Baz, dan Ibnu Utsaimin.

BACA JUGA:  Mimpi Bertemu Ibnu Taimiyah, dan Bertanya Masalah Fikih

Dalil dari Quran; QS Al-Baqarah: 185

Dalil dari Sunah; Sahih Bukhari: 39

الجَمْعُ في المَرَضِ

Jamak karena Sakit

Tertulis di dalam Ensiklopedia Fikih Dorar Saniyah tentang jamak salat karena sakit:

يَجوزُ الجمعُ بين الصَّلاتينِ لعُذرِ المرضِ، وهذا مذهبُ المالِكيَّة، والحَنابِلَة، وقولُ طائفةٍ من الشافعيَّة، واختاره النوويُّ، وابنُ تيميَّة، والشوكانيُّ، وابنُ باز، وابنُ عُثَيمين

Boleh menjamak dua salat karena uzur berupa sakit, dan ini adalah pendapat Malikiyah dan Hanabilah, juga merupakan salah satu pendapat Syafiiah – yang dipilih An-Nawawi, juga merupakan pendapat Ibnu Taimiyah, As-Saukani, Ibnu Baz, dan Ibnu Utsaimin.

Dalil dari Sunah; Sahih Muslim: 705 (Tidak ada uzur yang lebih utama setelah takut dan hujan selain sakit), juga Sunan Abu Dawud: 287 (tentang Hamnah binti Jahsyi yang mengalami istihadah dan dibolehkan Nabi ﷺ untuk jamak takhir).

حُكمُ جَمْعِ المُستحاضَةِ

Jamak karena Istihadah

Istihadah adalah pendarahan pada wanita di luar waktu menstruasi. Tentang jamak salat karena istihadah, tertulis di dalam Ensiklopedia Fikih Dorar Saniyah:

يجوزُ للمستحاضةِ أن تَجمَعَ بين الصَّلاتينِ؛ نصَّ على هذا فُقهاءُ الحَنابِلَةِ، واختارَه ابنُ تيميَّة، والشَّوكانيُّ، وابنُ بازٍ، وابنُ عُثَيمين

Boleh bagi wanita yang menderita istihadah untuk menjamak dua shalat, sebagaimana ditetapkan oleh para ahli fikih dari kalangan Hanabilah, dan inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah, Asy-Syaukani, Ibnu Baz, serta Ibnu Utsaimin.

Dalil dari Sunah; Sunan Abu Dawud: 287.

الجَمْعُ لِلمَطَرِ

Jamak karena Hujan

Jamak karena hujan atau jamak mator adalah sesuatu yang disyariatkan. Tertulis di dalam Ensklopedia Fikih Dorar Saniyah tentang jamak karena hujan:

يَجوزُ الجمعُ بين الصَّلاتينِ لِمَطرٍ، وهذا مذهبُ الجمهور: المالِكيَّة، والشافعيَّة، والحَنابِلَة، وبه قال الفقهاءُ السَّبعةُ، وحُكي الإجماعُ على ذلك

Boleh menjamak dua salat karena hujan, dan ini adalah mazhab jumhur, yaitu Malikiyah, Syafiiah, Hanabilah, yang juga merupakan pendapat Tujuh Ahli Fikih (Said bin Musayyib, Urwah bin Zubair, Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, Kharijah bin Zaid bin Tsabit, Ubaidah bin Abdullah bin Mas’ud, Sulaiman bin Yasar, Abu Bakar bin Abdurrahman), bahkan ada yang mengatakan bahwa jamak karena hujan adalah ijma (Ibnu Qudamah mengutip pendapat dari Abdullah bin Umar bahwa termasuk sunah adalah menjamak magrib dan isya karena hujan).

Dalil dari Sunah; Sahih Muslim: 705 (Ibnu Abbas menyimpulkan sabda Nabi ﷺ ‘bukan karena takut atau hujan,’ bahwa, “Pensyariatan Jamak Mator adalah sesuatu yang lumrah di masa Nabi ﷺ).

Dalil dari Atsar; Imam Malik meriwayatkan di dalam Al-Muwatha dari Nafi (481 – 2/199) bahwa Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu biasa menjamak magrib dan isya karena hujan).

الجَمْعُ للخَوْفِ

Jamak karena Takut

Para ulama berbeda pendapat tentang bolehnya menjamak salat karena takut. Dalam hal ini ada dua pendapat:

القولُ الأوَّل: يجوزُ الجَمْعُ للخوفِ، وهذا مذهبُ الحَنابِلَة، وقولٌ للمالكيَّة، ووجْهٌ للشَّافعيَّة، وهو قولُ ابنِ تَيميَّة، وابنِ باز، وابنِ عُثَيمين

Pendapat pertama: Boleh menjamak salat karena takut, dan ini adalah pendapat Hanabilah, Malikiyah, serta merupakan salah satu pendapat Syafiiah, dan inilah pendapat yang dipilih Ibnu Taimiyah, Ibnu Baz, dan Ibnu Utsaimin.

Dalil dari Sunah: Sahih Muslim: 705

القول الثاني: لا يجوزُ الجمعُ للخوفِ، وهذا مذهبُ الحَنَفيَّة، والشافعيَّة، وقولٌ للمالكيَّة، وعليه فتوى اللَّجنة الدَّائمة

Pendapat kedua: Tidak boleh menjamak salat karena takut, dan ini adalah pendapat Hanafiyah dan Syafiiah, serta merupakan salah satu pendapat Malikiyah, yang kemudian dijadikan dasar bagi Lajna Daimah untuk memilih pendapat ini.

الجَمْعِ للمُرضِع

Jamak karena Menyusui

Ya. Ada ulama yang membolehkan jamak karena menyusui. Hanya saja, dalam hal ini ada syaratnya. Tertulis di dalam Ensiklopedia Fikih Dorar Saniyah:

يَجوزُ للمُرضِعِ جَمْعُ الصَّلاةِ إذا شَقَّ عليها غَسْلُ ثيابِها عند كلِّ فريضةٍ؛ نصَّ على ذلك فُقهاءُ الحَنابِلَةِ، واختارَه ابنُ تيميَّة، وابنُ عُثَيمين

Boleh bagi wanita menyusui untuk menjamak salat karena adanya kesusahan jika dia harus mencuci bajunya setiap kali hendak salat wajib. Ini adalah pendapat para ulama Hanabilah, juga merupakan pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah, serta Ibnu Utsaimin.

BACA JUGA:  Hukum Makan-Makan dengan Orang Kafir

Lebih lanjut dijelaskan lagi mengapa wanita menyusui boleh menjamak salat. Tertulis di sana:

وذلك لكثرةِ ما يَلحَقُها من نجاسةِ الطِّفلِ، ومشقَّةِ تَطهيرِ ثِيابِها لكلِّ صلاةٍ

Ini karena banyaknya najis yang mengenai (baju) sang ibu dari anaknya (jika sang anak sudah mengonsumsi selain ASI), dan sang ibu mendapat kesulitan jika harus mensucikan pakaiannya setiap kali akan salat.

Catatan penerjemah: Boleh menjamak salat karena menyusui jika sang ibu hanya memiliki satu pakaian, yang jika pakaian itu terkena najis, sang ibu harus mencucinya dulu ketika akan salat. Atau, sang ayah/ibu tidak memakaikan pampers pada anaknya, sehingga sang ibu sering terkena ompol atau poop.

الجَمْعُ لدَفْعِ الحَرَجِ والمَشَقَّة

Jamak karena Situasi Sulit dan Kesusahan

Selain sebab-sebab di atas, Ensiklopedia Fikih Dorar Saniyah menyebutkan bahwa boleh menjamak shalat karena situasi yang sulit atau kesusahan. Di sana tertulis:

يجوز الجَمْعُ في الحَضَرِ لدَفْعِ الحَرَجِ والمشَقَّة، وهو المنصوصُ عن أحمَدَ   وقولُ طائفةٍ من الفقهاءِ وأصحابِ الحديثِ  ، واختارَه ابنُ تيميَّةَ  ، وابنُ عثيمينَ

Boleh menjamak salat ketika mukim untuk mencegah situasi sulit atau kesusahan, dan ini adalah pendapat Ahmad, serta beberapa ahli fikih dari kalangan ahli hadis, dan ini adalah pendapat Ibnu Taimiyah dan Ibnu Utsaimin.

Dalil dari Sunah; Sahih Muslim: 705 (Ibnu Abbas berkata, “Nabi ﷺ tidak ingin menambah kesusahan bagi umatnya yang sedang mengalami kesusahan selain karena hujan atau takut serangan musuh.”)

ما يُشترَطُ للجَمعِ في وقتِ الأُولى

SEBAB JAMAK SALAT

Sebagaimana diketahui, jamak ada dua, yaitu jamak takdim dan jamak takhir. Syarat jamak takdim atau menjamak salat di waktu awal adalah sebagai berikut:

البَداءَةُ بالأُولَى

Dimulai dengan Salat Pertama

Tertulis di dalam Ensiklopedia Fikih Dorar Saniyah tentang syarat jamak takdim yang satu ini:

يُشترَطُ أنْ يبدَأَ بالأُولى من الصَّلاتينِ، أي: أن يَبدأَ بالظُّهرِ إذا جمَعَها مع العصرِ، وأنْ يَبدأَ بالمغربِ إذا جمَعَها مع العِشاءِ، وهذا باتِّفاقِ المذاهبِ الفِقهيَّة الأربعةِ: الحَنَفيَّة، والمالِكيَّة، والشافعيَّة، والحَنابِلَة

Disyaratkan untuk memulai dengan salat yang lebih awal dari dua salat (yang hendak dijamak), yaitu memulai dengan salat zuhur jika seseorang hendak menjamaknya dengan asar, atau dengan salat magrib jika menjamaknya dengan isya. Ini adalah kesepakatan empat mazhab fikih, Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiah, dan Hanabilah.

الموالاةُ بَينهُما

Tidak ada Jeda (lama) antara Dua Salat

Syarat kedua dari jamak salat di waktu awal (jama taqdim) adalah:

يُشترَطُ الموالاةُ بين الصَّلاتينِ لجوازِ الجَمْعِ في وقتِ الصَّلاةِ الأُولى، فإنْ فُصِلَ بَينهما بفاصلٍ طويلٍ لم يُجمَع، وهذا مذهبُ الجمهور: المالِكيَّة، والشافعيَّة، والحَنابِلَة

Disyaratkan muwalah (tidak ada jeda lama) antara dua salat yang boleh dijamak di waktu awal. Maka, tidak boleh jamak jika ada jeda yang lama di antara dua salat tersebut. Ini adalah pendapat jumhur, yaitu Malikiyah, Syafiiah, dan Hanabilah.

أنْ لا تكونَ الصَّلاةُ الأُولى صَلاةَ جُمُعةٍ

Salat Pertama bukan Salat Jumat

Syarat bolehnya jamak salat di awal waktu adalah salat yang pertama bukan salat Jumat. Tertulis di dalam Ensiklopedia Fikih Dorar Saniyah:

لا يجوزُ الجمعُ بين صلاتَيِ الجُمُعةِ والعَصر؛ نصَّ على هذا فُقهاءُ الحَنابِلَة، وهو وجه للشافعية وهو اختيارُ ابنِ باز، وابن عُثَيمين، وعليه فتوى اللَّجنةِ الدَّائمة

Tidak boleh menjamak antara salat Jumat dengan salat Asar. Ini adalah pendapat para ahli fikih Hanabilah, dan merupakan salah satu pendapat Syafiiah, yang kemudian dipilih oleh Ibnu Baz, Ibnu Utsaimin, dan merupakan fatwa Lajnah Daimah.

وجودُ العُذرِ المبيحِ عندَ افتتاحِ الصَّلاةِ

Adanya Uzur Jama ketika Iftitah Salat (kedua)

Ada dua pendapat dalam hal ini:

القولُ الأوَّل: يُشترَطُ أنْ يكونَ العُذرُ المبيحُ للجَمْعِ موجودًا عندَ افتتاحِ الصَّلاةِ، وهو المشهورُ من مذهبِ المالِكيَّة، والشافعيَّة، والحَنابِلَة؛ وذلِك ليكونَ العذرُ موجودًا وقتَ النيَّة، وهو عندَ الإحرامِ بالأُولى

Pendapat pertama: Disyaratkan adanya uzur jama shalat di waktu salat pertama, dan ini adalah pendapat yang masyhur di kalangan Malikiyah, Syafiiah, dan Hanabilah. Dari sini mereka berpendapat bahwa uzur tersebut harus sudah ada ketika niat, yakni ketika takbiratul ihram salat pertama.

القول الثاني: لا يُشترَطُ وجودُ العذرِ عندَ افتتاحِ الصَّلاةِ الأُولى، فإذا حصَل مطرٌ في أثناءِ الصَّلاةِ، فإنَّه يجوزُ الجمْعُ، ولو لم يكُنِ العذرُ موجودًا عند افتتاحِ الصَّلاةِ الأُولى، وهو قولُ بعضِ الشَّافعيَّة، واختيارُ ابنِ باز وابنِ عُثَيمين؛ وذلك لأنَّ سببَ الجمْعِ موجودٌ عند افتتاحِ الصَّلاةِ الثانيةِ، ولأنَّ نيَّةَ الجمْعِ لا تُشترَطُ عندَ افتتاحِ الصَّلاةِ الأُولى

Pendapat kedua: Tidak disyaratkan adanya uzur jama ketika iftitah salat pertama. Jika hujan turun ketika (pertengahan) salat (pertama), boleh menjamak salat, meskipun uzur tersebut belum terjadi di awal salat pertama. Ini adalah pendapat dari sebagian Syafiiah, dan merupakan pendapat yang dipilih oleh Ibnu Baz, Ibnu Utsaimin. Mereka berpendapat demikian karena niat jamak tidak disyaratkan sejak permulaan salat pertama.

ما يُشترَطُ للجَمْعِ في وقتِ الثَّانيةِ

SYARAT JAMAK TAKHIR

Sebagaimana diketahui, jamak ada dua, yaitu jamak takdim dan jamak takhir. Syarat jamak takhir atau menjamak salat di waktu kedua adalah sebagai berikut:

نيَّةُ الجمْعِ

Niat Jamak

Tertulis di dalam Ensiklopedia Fikih Dorar Saniyah tentang hal ini:

أن يكونَ تأخيرُ الصَّلاةِ إلى وقتِ الثانيةِ بنيَّةِ الجمْعِ في وقتِ الصَّلاة الأولى، وهذا مذهبُ الشافعيَّة، والحَنابِلَة، واختاره ابنُ عُثَيمين

Mengakhirkan salat hingga waktu kedua dengan niat jamak selama waktu salat pertama. Ini adalah pendapat mazhab Syafiiah, Hanabilah, dan merupakan pendapat yang dipilih oleh Ibnu Utsaimin.

BACA JUGA:  Hati yang Keras, Penyebab dan Cara Melembutkan

Catatan:

أنَّه متى أخَّرها عن وقتِها بلا نيَّة، صارتْ قضاءً لا جمعًا

Jika seseorang mengakhirkan salat hingga di luar waktunya tanpa ada niat jamak (selama waktu salat pertama), itu artinya dia telah terlewat dari waktu salat, dan bukan lagi jamak (kecuali karena tidak sengaja, misal tidur setelah subuh dan baru bangun setelah asar).

أنَّ التَّأخيرَ قد يكونُ معصيةً كالتَّأخيرِ لغَيرِ الجَمْعِ، وقد يكونُ مباحًا كالتأخيرِ له؛ فلا بدَّ مِن نيَّةِ تُميِّزُ بينهما

Menunda salat (hingga di luar waktunya) adalah suatu dosa, jika seseorang melakukannya bukan dalam rangka jamak. Namun, hal itu menjadi mubah, tetapi harus disertai dengan niat jamak (untuk membedakan penundaan salat yang dosa dan penundaan salat yang tidak berdosa karena disertai uzur).

استمرارُ العُذرِ

Berlangsungnya Uzur

Syarat jamak salat takhir adalah berlangsungnya uzur (hingga waktu kedua). Tertulis di dalam Ensiklopedia Fikih Dorar Saniyah:

يُشترَطُ استمرارُ العُذرِ حتى دخولِ وقتِ الصَّلاةِ الثانيةِ؛ نصَّ على هذا فقهاءُ الشافعيَّة، والحَنابِلَة، واختارَه ابنُ عُثَيمين؛ وذلك لأنَّ تأخيرَ الصَّلاةِ الأُولى لا يجوزُ إلَّا مع استمرارِ عُذرِ الجمعِ

Disyaratkan berlangsungnya suatu uzur hingga waktu salat kedua. Syafiiah dan Hanabilah menetapkan hal ini, yang kemudian dipilih oleh Ibnu Utsaimin. Ini karena menunda salat pertama adalah tidak boleh kecuali dengan berlangsungnya uzur untuk melakukan jamak.

ما يَحرُم جَمْعُه من الصَّلواتِ

HARAM DALAM JAMAK

Hal yang haram di dalam jamak adalah sebagai berikut:

لا يَجوزُ جَمْعُ الصُّبحِ مع غيرِها، ولا جمْعُ العَصرِ مع المغرِب.

Tidak boleh menjamak subuh dengan salat lainnya, juga tidak boleh menjamak shalat ashar dengan magrib. Dalam hal ini terdapat ijma, sebagaimana dinukil oleh Ibnu Abdil Bar, Ibnu Qudamah, An-Nawawi, dan Al-Iraqi.

Wallahua’lam bish shawwab

Karangasem, 21 April 2024

Irfan Nugroho (Semoga Allah lekas memberi kesembuhan untuk istrinya. Aamiin)

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button