Uncategorized

Tradisi Peringatan Maulid Nabi di Indonesia

Oleh Ahmad Nizaruddin
Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam adalah nikmat terbesar dan anugerah teragung yang Allah berikan kepada alam semesta. Ketika manusia saat itu berada dalam kegelapan syirik, kufur, dan tidak mengenal Rabb pencipta mereka. Manusia mengalami krisis spiritual dan moral yang luar biasa. Nilai-nilai kemanusiaan sudah terbalik. Penyembahan terhadap berhala-berhala suatu kehormatan, perzinaan suatu kebanggaan, mabuk dan berjudi adalah kejantanan, dan merampok serta membunuh adalah suatu keberanian. Di saat seperti ini rahmat ilahi memancar dari jazirah Arab. Allah mengutus seorang Rasul yang ditunggu oleh alam semesta untuk menghentikan semua kerusakan ini dan membawanya kepada cahaya ilahi.

Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.

Kelahiran makhluk mulia yang ditunggu jagad raya membuat alam tersenyum, gembira dan memancarkan cahaya. Penyair Ahmad Syauqi menggambarkan kelahiran Nabi Mulia itu dalam syairnya yang indah:

ولد الهدى فالكائنات ضياء     وفم الزمان تبسم وثناء

Telah dilahirkan seorang Nabi alam pun bercahaya
sang waktu pun tersenyum dan memuji

Dengan tuntunan Allah Subhanahu Wa Ta’ala Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam pun berhasil melaksanakan misi risalah yang diamanahkan kepadanya. Setelah melalui perjalanan dakwah dan jihad selama kurang lebih 23 tahun dengan berbagai macam rintangan dan hambatan yang menimpa Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam berhasil mengeluarkan umat dan mengantarkan bangsa Arab dari penyembahan makhluk menuju kepada penyembahan Rabbnya makhluk, dari kezaliman jahiliyah menuju keadilan Islam. Sepeninggal Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam misi dakwah ini pun diemban oleh generasi sahabat dan tabiin sehingga umat manusia sekarang bisa merasakan manisnya keimanan kepada Allah swt. Jazakallah ya Rasulallah an ummatika afdhola ma jazallah nabiyyan an ummatih.

Tetapi setelah meninggalnya Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam terjadi berbagai macam penyimpangan dan penyelewengan dalam ajarannya. Orang-orang munafik atau orang orang-orang bodoh memasukan ke dalam agama Islam apa yang bukan menjadi ajarannya. Alhamdulillah Allah tidak membiarkan begitu saja penyelewangan atau dalam istilah agama disebut bid’ah ini. Allah selalu menyiapkan ulama-ulama rabbaniyyun di setiap masa yang menjelaskan dan mengajarkan kepada umat ajaran Islam yang murni seperti yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam. Para ulama tersebut adalah benteng-benteng Islam yang menjaganya dari berbagai serangan musuh.

Diantara praktek penyimpangan yang terjadi di kalangan umat Islam adalah peringatan maulid Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam yang diadakan setiap tahunnya pada bulan Rabiul Awal. Peringatan maulid yang tidak pernah ada pada zaman Nabi dan generasi sahabat dan tabiin ini pertama kali diperkenalkan pada zaman dinasti Fatimiyah pada abad 10 masehi. Langkah ini secara tidak langsung dimaksudkan sebagai sebuah penegasan kepada khalayak, bahwa dinasti ini betul-betul keturunan Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam. Setidaknya ada dimensi politis dalam kegiatan tersebut.

BACA JUGA:  Cooperative Principle and the Success of an Uncoded Communication

Selanjutnya peringatan maulid Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam menjadi suatu upacara yang kerap dilakukan umat Islam di berbagai belahan dunia.

Di Indonesia yang merupakan negeri muslim terbesar di dunia perayaan maulid pun kerap dilakukan di berbagai daerah. Masyarakat di setiap daerah memiliki cara tersendiri untuk merayakan kelahiran manusia agung tersebut. Meskipun seringkali tidak ada hubungan langsung antara kelahiran Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam dan upacara yang mereka lakukan, bahkan tidak sedikit perayaan tersebut merupakan bentuk kesyirikan.

Di Banten, misalnya, ribuan orang mendatangi kompleks Masjid Agung Banten yang terletak 10 km arah utara pusat Kota Serang. Mereka berziarah ke makam para sultan, antara lain Sultan Hasanuddin, secara bergiliran. Sebagian di antaranya berendam di kolam masjid itu, konon katanya, untuk mendapat berkah. Ada di antara mereka yang sengaja mengambil air kolam tersebut untuk dibawa pulang sebagai obat..

Di Cirebon, pada tanggal 11-12 Rabiul Awal banyak orang Islam datang ke makam Sunan Gunung Jati, salah seorang dari wali sanga, penyebar agama Islam di kawasan Jawa Barat dan Banten. Biasanya di Keraton Kasepuhan diselenggarakan upacara Panjang Jimat, yakni memandikan pusaka-pusaka keraton peninggalan Sunan Gunung Jati. Banyak orang berebut untuk memperoleh air bekas cucian tersebut, karena dipercaya akan membawa keberuntungan. Ini jelas syirik yang wajib dikikis habis.

Di Cirebon, Yogyakarta, dan Surakarta, perayaan maulid dikenal dengan istilah sekaten. Istilah ini berasal dari kata syahadatain, yaitu dua kalimat syahadat.

Pada tanggal 5 bulan Maulud, kedua perangkat gamelan, Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu, dikeluarkan dari tempat penyimpanannya di bangsal Sri Manganti, ke Bangsal Ponconiti yang terletak di Kemandungan Utara (Keben) dan pada sore harinya mulai dibunyikan di tempat ini. Antara pukul 23.00 hingga pukul 24.00 kedua perangkat gamelan tersebut dipindahkan ke halaman Masjid Agung Yogyakarta, ring – iringan abdi dalem jajar, disertai pengawal prajurit Kraton berseragam lengkap.

Pada umumnya, masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya berkeyakinan bahwa dengan turut berpartisipasi merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam. ini yang bersangkutan akan mendapat imbalan pahala dari Yang Maha Kuasa, dan dianugrahi awet muda. Sebagai “Srono” (Syarat) nya, mereka harus menguyah sirih di halaman Masjid Agung, terutama pada hari pertama dimulainya perayaan sekaten.

Puncak perayaan Sekaten disebut Gerebeg Mulud. diselenggarakan pada hari keduabelas bulan Mulud kalender Jawa. Festival ini dimulai pada pukul 7.30 pagi, didahului oleh parade pengawal kerajaan yang terdiri dari 10 unit: Wirobrojo, Daeng, Patangpuluh, Jogokaryo,Prawirotomo, Nyutro, Ketanggung, Mantrijeron, Surokarso, dan Bugis. Setiap unit mempunyai seragam masing2. Parade dimulai dari halaman utara Kemandungan kraton, kemudian melewati siti hinggil menuju Pagelaran, dan selanjutnya menuju alun2 utara.

BACA JUGA:  Mudarah dan Pengaruhnya terhadap Al-Wala wal Bara

Pukul 10.00 pagi, Gunungan meninggalkan kraton didahului oleh pasukan bugis dan surokarto. Gunungan dibuat dari makanan seperti sayur2an, kacang, lada merah, telor, dan beberapa pelengkap yang terbuat dari beras ketan. Dibentuk menyerupai gunung, melambangkan kemakmuran dan kekayaan tanah mataram.

Parade disambut dengan tembakan-tembakan dan sahut-sahutan oleh pengawal Kraton ketika melewati alun-alun utara, prosesi semacam ini dinamakan Gerebeg. Kata ’gerebeg’ berarti ’suara berisik yang berasal dari teriakan orang-orang’. selanjutnya gunungan dibawa ke Masjid Agung untuk diberkati dan kemudian dibagikan ke masyarakat. Orang-orang biasanya berebut untuk mendapatkan bagian dari gunungan karena mereka percaya bahwa makanan tersebut mengandung kekuatan gaib. Para petani biasanya menanam sebagian jarahan dari gunungan di tanah mereka, dengan kepercayaan ini akan menghindarkan mereka dari kesialan dan bencana.

Kalau kita memperhatikan perayaan-perayaan di atas pastilah kita tidak meragukan bahwa hal tersebut merupakan bentuk kesyirikan. Hal tersebut karena pengaruh kepercayaan animisme yang masih melekat di kalangan sebagian masyarakat Indonesia.

Sebagian masyarakat merayakan maulid dengan membaca Barzanji, Diba’i atau al-Burdah atau dalam istilah orang Jakarta dikenal dengan rawi. Barzanji dan Diba’I adalah karya tulis seni sastra yang isinya bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Nama Barzanji dan Diba’I diambil dari nama pengarang naskah tersebut. Tetapi di dalamnya juga terdapat kesalahan-kesalahan diantaranya kepercayaan terhadap Nur Muhammad shalallahu’alaihi wasallam atau Hakikat Muhammad shalallahu’alaihi wasallam yaitu yang meyakini bahwa nur Muhammad adalah makhluk pertama yang Allah ciptakan dan semua alam semesta tercipta sebab nur Muhammad ini.

Sedangkan al-Burdah adalah kumpulan syair-syair pujian kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam yang dikarang oleh al-Bushiri. Dalam syair-syair burdah terdapat syair yang menjadi kritikan para ulama kerena adanya ghuluw dan ithra (berlebih-lebihan) dalam pujian terhadap Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, diantaranya syair yang berbunyi:

ومن جودك الدنيا وضرتها ومن علومك علم اللوح و القلم

Diantara kedermawananmu adalah dunia dan akhirat
Dan diantara ilmumu adalah ilmu lauh dan qalam

Sesi pembacaan Barzanji, Diba’i atau burdah adalah sesi yang tidak pernah tertinggal bahkan seolah menjadi syarat penting, baik dalam perayaan maulid yang besar atau yang kecil. Di tengah pembacaan Barzanji, Diba’i atau burdah ini ada suatu paragraf bacaan yang dikenal dengan mahallul qiyam. Dimana ketika ini dibaca hadirin semua berdiri sambil bershalawat kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam dengan alasan menghormatinya karena saat itu diyakini bahwa roh Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam mendatangi mereka. Hal ini adalah bid’ah, khurafat dan takhayul yang dimunculkan oleh pemikiran yang bertentangan dan menyalahi al-Qur’an dan as-Sunnah yang dianut oleh bathiniyah, tasawuf dan tarekat.

Pada perkembangan berikutnya, pembacaan Barzanji, Diba’i atau al-Burdah dilakukan di berbagai kesempatan sebagai sebuah pengharapan untuk pencapaian sesuatu yang lebih baik. Misalnya pada saat kelahiran bayi, mencukur rambut bayi (akikah), acara khitanan, pernikahan, dan upacara lainnya.

BACA JUGA:  The Royal Mangkunegaran Mosque of Al-Wustho: Beyond the Calligraphy, There Is Elegance

Biasanya di masjid-masjid di perkampungan atau di rumah-rumah, orang-orang duduk bersimpuh melingkar. Lalu seseorang membacakan Barzanji, Diba’i atau al-Burdah, yang pada bagian tertentu disahuti oleh jemaah lainnya secara bersamaan. Di tengah lingkaran terdapat nasi tumpeng dan makanan kecil lainnya yang dibuat warga setempat secara gotong royong. Pada sebagian masyarakat, pembacaan Barzanji juga dilakukan bersamaan dengan “diestafetkannya” bayi yang baru dicukur selama satu putaran dalam lingkaran. Sementara baju atau kain orang-orang yang sudah memegang bayi tersebut, kemudian disemprot atau diberi setetes dua tetes minyak wangi.

Orang-orang yang melakukan perayaan maulid mengklaim bahwa mereka berbuat hal tersebut karena mereka cinta kepada Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam. Seandainya mereka benar mencintainya niscaya mereka akan meninggalkan perayaan-perayaan tersebut, karena Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam telah menjelaskan kepada umatnya bagaimana cara mencintainya dengan benar. Mencintai Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam adalah dengan mentaati perintahnya, menjauhi larangannya dan menghidupkan sunahnya. Sedangkan merayakan maulid adalah bentuk pelanggaran terhadap larangannya karena beliau melarang umatnya melakukan bid’ah dalam agamanya.

Terdapat sebahagian dari pencinta amalan maulid ini beralasan:
“Kami mengadakan perayaan memperingati maulid ini untuk membacakan sirah (sejarah) hidup Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam”.

Tetapi kenyataan sirah yang mereka bacakan bertentangan dengan sabda-sabda dan sejarah Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam yang benar. Kalaulah begitu apa faedahnya? Apakah orang yang dikatakan mencintai Rasulullah cukup hanya dengan membacakan sirah hidup baginda? Kalau begitu, ini bermakna orang yang mencintai Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam perlu membacanya setiap hari sedangkan mereka hanya melakukannya setahun sekali?

Pembuat bid’ah perlu menyedari bahawa di bulan Rabi’ul Awal adalah bulan kelahiran dan kematian Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, tidak sepatutnya diadakan perayaan (bersuka ria) di bulan kematiannya sedangkan menunjukkan keprihatinan adalah lebih utama.

Agama Islam adalah agama yang sempurna sejak Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam meninggal dunia. Tiada suatu kebaikan pun kecuali telah dijarkan dan tiada suatu kejelekan pun kecuali telah dijelaskan.

Allah berfirman:

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. (QS. Al-Maidah: 3)

Marilah kita sama-sama menghidupkan sunah-sunah Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam dan menjauhi larangan-larangan dan meninggalkan bid’ah. Karena dengan begitulah kita bisa mengembalikan kepada umat ini kehormatan dan kemuliaannya. Wallahu a’lam bisshawab.

Sumber: Islamhouse.com 
maulidnabi, maulid nabi muhammad, pidato maulid nabi, maulid nabi, maulid nabi saw, ceramah maulid nabi, maulid nabi muhammad saw, pidato maulid nabi muhammad saw, tentang maulid nabi, teks pidato maulid nabi, pidato maulid nabi muhammad saw, proposal maulid nabi, puisi maulid nabi, contoh pidato maulid nabi, teks ceramah maulid nabi, 

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button