Uncategorized

Fiqih Islam: Hukum, Pengertian dan Sarana Thaharah

Berikut adalah makalah fiqih Islam tentang thaharah yang diambil dari buku fiqih Islam Minhajul Muslim karya Sheikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairy. Silahkan menyimak semoga menambah keilmuan kita dan ketaatan kita dalam berIslam.

Oleh: Sheikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairy
Materi Pertama: Hukum dan Pengertian Thaharah
A. Hukum Bersuci
Bersuci itu hukumnya wajib, berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Allah berfirman:
“Dan jika kamu junub, maka bersucilah (mandilah)…” (Al-Maidah [5]: 6).
 

“Dan pakaianmu bersihkanlah,” (Al-Mudatsir [75]: 4).

Allah berfirman:
“…Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri,” (Al-Baqarah [2]: 222).

Nabi bersabda:
Kuncinya shalat itu bersuci,” (Abu Daud: Kitab Thaharah: 61, Kitab Ash Shalah: 618, At-Tirmidzi: Kitab Thaharah: 3, Kitab Ash-Shalah: 238, Ibnu Majah: Kitab Thaharah: 215; dan Imam Ahmad: 1/123, No. 1006).

Beliau (Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam) bersabda:
“Bersuci itu setengahnya iman,” (HR Muslim: 1, Kitab Ath-Thaharah).

B. Penjelasan Tentang Bersuci
Bersuci itu ada dua bagian, zhahir dan batin. Adapun bersuci secara batin yaitu membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat.

Hal ini dilakukan dengan bertaubat dari segala dosa dan maksiat, dan membersihkan hati dari kotoran-kotoran syirik, perasaan ragu dengan akidah, dengki, dendam, khianat, menipu, sombong, ujub, riya’ dan sum’ah.

Semua itu dilakukan dengan ikhlas, yakin, cinta akan kebaikan, santun, jujur, rendah hati, dan menginginkan keridhaan Allah dengan seluruh niat dan amalan shalih.

Adapun bersuci secara zhahir dibersihkan dengan membersihkan kotoran dan hadats. Menghilangkan kotoran dilakukan dengan menghilangkan najis dengan air yang suci dari pakaian orang yang shalat, badannya, serta tempatnya. Sedangkan membersihkan hadats itu dengan cara berwudhu, mandi, dan tayammum.

Materi Kedua: Sarana-sarana Bersuci
Bersuci dapat dilakukan dengan dua sarana:
1. Air Mutlak
Air mutlak adalah air yang bersih, tetap pada keaslian peciptaannya, ia belum tercampur oleh sesuatu yang dapat merubah komposisi air tersebut, baik sesuatu itu najis atau suci.

Air murni ini seperti air sumur, mata air lembah, air sungai, air salju yang mencair, dan air laut yang asin. Berdasarkan firman Allah:
…Dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih,” (Al-Furqan [25]: 48).

BACA JUGA:  Asal-usul Dharuriyatul Khomsa (Lima Kebutuhan Fundamental)

Sabda Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam:
Air itu suci kecuali jika berubah baunya, atau rasanya, atau warnanya oleh najis yang mengotorinya,” (HR Al-Baihaqi – Dhaif. Meski Dhaif, hadist ini banyak diamalkan oleh umat Islam, padahal ada sumber shahih dengan riwayat lain, “Air itu tidak berubah menjadi najis oleh sesuatu kecuali oleh sesuatu yang dapat mengalahkannya lalu baunya berubah,” Abu Daud: 66, dan Nasa’i: 1/174).

2. Tanah yang Suci
Yaitu bagian permukaan tanah yang suci, berupa debu, pasir, batu, atau tanah tandus.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wasalam:
“Dijadikan bumi ini bagiku sebagai tempat sujud serta untuk bersuci,” (HR Ahmad: 1/250, asalnya ada pada riwayat al-Bukhari: 1/91/119).

Tanah menjadi sah untuk bersuci ketika tidak ada air, atau ketika tidak bisa memakainya karena sakit atau semisalnya.

Berdasarkan firman Allah:
“…Kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci)…” (An-Nisa [4]: 43).

Sabda Rasulullah Muhammad salallahu ‘alaihi wasalam:
“Debu yang suci dan menyucikan itu benda suci seorang muslim meskipun tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun, tapi apabila dia mendapatkan air maka hendaklah dia membasuhi kulitnya dengan air itu,” (HR Ahmad: 5/100. 180).

Berdasarkan ketetapan beliau salallahu ‘alaihi wasalam kepada Amru bin Al-Ash, maka seseorang boleh bertayammum dari jinabah (hadats besar) pada malam yang sangat dingin, jika dia mengkhawatirkan kondisinya seandainya mandi dengan air yang dingin itu. (Dari hadist riwayat al-Bukhari, secara ta’liq: 7, Kitab At-Tayammum).

Materi Ketiga: Penjelasan tentang Najis
An-Najasat adalah bentuk jamak dari An-Najasah yang berarti sesuatu yang keluar dari dua saluran pembuangan manusia (qubul dan dubur) seperti kotoran tinja, air kencing, air madzi, air wadi, air mani.

Demikian juga seperti air kencing dan kotoran tinja, seluruh hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya. Juga seperti sesuatu yang banyak dan jorok seperti darah, nanah, muntahan yang berubah. Juga seperti macam-macam bangkai dan potongan-potongannya, kecuali kulit, apabila disamak maka kulit itu suci.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Muhammad salallahu ‘alaihi wasalam:
“Kulit apapun yang disamak itu menjadi suci,” (HR At-Tirmidzi: 1728, dan An-Nasa’i: 4, Kitab Al-far’u Wal Atirah).  

BACA JUGA:  Hukum Noda Bekas Darah pada Pakaian Sehabis Dicuci

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button