Uncategorized

Asal-usul Dharuriyatul Khomsa (Lima Kebutuhan Fundamental)


Pertanyaan:
Bagaimana konsep Daruriyatul Khomsa itu dibuat? Apakah ada dasarnya di dalam Quran dan Hadis? Atau, apakah itu hanya pendapat ulama?
Jawaban oleh Tim Fatwa IslamWeb, diketuai oleh Syekh Abdullah Faqih Asy-Syinqitti
Alhamdulillah. Segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam. Saya bersaksi bahwa tiada Ilah yang hak untuk diibadahi kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.
Ad-Daruriyatul Khomsa (lima kebutuhan fundamental) adalah suatu konsep yang diakui dan dilindungi tidak hanya oleh Syariat Islam, tetapi juga oleh seluruh hukum Rabbani. Fakta bahwa Syariat Islam mengakui dan melindungi lima hal tersebut adalah satu dari sekian fakta nyata di dalam Islam yang tidak perlu bukti atau deduksi.
Konsep Ad-Daruriyatul Khomsa sendiri tidak didasarkan pada satu dalil tertentu, tetapi diambil melalui Istiqraa’ (induksi atau pengambilan kesimpulan) oleh sekumpulan riwayat syariat yang mencapai derajat mutawatir (yaitu riwayat yang dilaporkan oleh sekelompok periwayat, dari sekelompok periwayat lain, dari satu generasi ke generasi, dan seterusnya, dan mereka semua adalah orang-orang yang terpercaya dan jelas tidak mungkin bagi mereka untuk sepakat dalam kedustaan).
Imam Asy-Syatibi Rahimahullah menulis tentang Ad-Daruriyatul Khomsa (Lima Kebutuhan Fundamental) dan dalil-dalil pendukungnya:

Bangsa Muslim – bahkan semua bangsa – telah sepakat tentang fakta bahwa syariat ini bertujuan untuk menjaga lima kebutuhan fundamental ini, yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Ilmu tentang hal ini adalah bagian penting di dalam agama ini. Konsep ini tidak dibangun atas satu riwayat tertentu, tetapi diketahui dengan mengompromikan sekian banyak dalil di dalam syariat yang tidak mungkin ditulis semuanya di dalam satu bab,” (Al-Muwafaqat).

Jadi, pengakuan terhadap Ad-Daruriyatul Khomsa oleh Syariat Islam bukanlah perkara ijtihad. Tetapi, konsep Ad-Daruriyatul Khomsa adalah fakta yang nyata, dan disepakati oleh ijma (konsensus) para ulama.
Wallahu’alam bish shawwab.
Fatwa: 327253
Tanggal: 8 Syawal 1437 (13 Juli 2016)
Sumber: IslamWeb.Net

Penerjemah: Irfan Nugroho (Staf Pengajar di Pondok Pesantren Tahfizhul Quran At-Taqwa Sukoharjo)

BACA JUGA:  Hukum Bersin Ketika Salat, Bolehkah Mengucapkan Alhamdulillah?

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button