Sabar Di Atas Jalan Dakwah
Hadist ini mengandung pelajaran bahwa siapapun yang menjalankan tugas dakwah, pasti akan diberi ujian, akan diberi cobaan, termasuk para Nabi dan Rasul.
Hal ini merupakan sebuah sunatullah dimana kronologi dari tugas dakwah bisa digambarkan seperti berikut: dimulai dengan belajar, kemudian ilmu tersebut diamalkan, setelah ilmu tersebut diamalkan maka harus ditindaklanjuti dengan dakwah, dan bersabar di atas jalan dakwah sesuai urutan seperti tersebut di atas.
Salah satu bentuk sabar dalam tugas dakwah adalah bersabar atas penolakan, cacian, umpatan dan pertentangan dari masyarakat.
Hal tersebut persis seperti yang dikatakan oleh Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wasallam dimana beliau menuturkan bahwa para nabi terdahulu pun juga dilempari batu oleh kaumnya dan mereka bersabar, dengan mengusap wajah mereka dan justru mendoakan mereka dengan sebuah doa yang mulia, “Ya Allah… Ampunilah kaum hamba itu, sebab mereka itu memang tidak mengerti.”
Ada indikasi bahwa yang dimaksud dengan para nabi dalam redaksi hadist tersebut adalah Nabi Muhammad itu sendiri.
Hal ini diketahui ketika melihat ujian beliau ketika harus dilempari oleh penduduk Thaif hingga beliau berdarah.
Namun beliau tidak marah, dan menaruh dendam terhadap penduduk Thaif, padahal Malaikat Jibril telah bersedia untuk menimpakan Gunung Uhud kepada kaum tersebut.
Sikap yang dicontohkan oleh para Nabi dan Rasul seperti dalam hadist tersebut bisa dikatakan sebagai puncak kesabaran.
Bagaimana tidak, umumnya manusia akan marah jika ia dipukul karena urusan dunia. Rasul dan para nabi dipukul bukan lantaran urusan dunia, melainkan urusan dakwah yang dilakukan tanpa pamrih apa pun.
Dan beliau tidak menaruh dendam dan tidak marah atas sikap mereka. Maka salah satu pelajaran yang bisa diambil dari hadist di atas adalah hendaknya seorang Mukmin, terkhusus juru dakwah, tidak mendendam dan bersabar di atas jalan dakwah.
Namun juga perlu diingat bahwa kesabaran ada batasnya. Jika pertama kali kita dipukul oleh seseorang lantaran dakwah kita, maka dalam hal tersebut sabar adalah lebih baik. Dengan harapan bahwa sang pemukul tersebut akan menyadari bahwa ia melakukan kesalahan.
Namun jika hal tersebut berulan-ulang, maka bisa disimpulkan bahwa sang pemukul tadi tidak bisa mengambil pelajaran dari sikap sabar kita. Di sini kita kemudian tidak boleh tinggal diam.
Ada pun juga kesabaran seperti ini tidak berlaku jika objek dakwah melakukan penghinaan terhadap Islam, dan menghujat Allah, Rasul, dan Syariat Islam. Maka kita tidak bisa tinggal diam dan bersabar terhadap hal tersebut. Kita musti melakukan perlawanan semampu kita.
Perlu diingat bahwa hadist tersebut di Mekkah, yakni fase dimana belum turun ayat-ayat Jihad, atau perang, atau perlawanan secara fisik.
Selain itu, fase Mekkah adalah dimana Rasulullah dan Islam belum memiliki kekuatan yang memadai seperti ketika fase Madinah sehingga justru akan menimbulkan kemudharatan jika melakukan perlawanan ketika umat belum memiliki kekuatan yang memadai.
Hikmah Di Balik Ujian Yang Diberikan Allah Kepada Hamba Yang Dicintai-Nya
Perlu diketahu bahwa ujian bukan semata diberika kepada mereka yang dzhalim dan memusuhi Islam. Allah juga menurunkan ujian kepada orang-orang yang Ia sayangi dan kasihi, termasuk di dalamnya para Nabi dan Rasul.
Ada hikmah di balik ujian yang diturunkan oleh Allah kepada orang-orang yang dicintai Allah, termasuk di dalamnya para Nabi dan Rasul.
1. Ujian diberikan untuk mengangkat derajat mereka
2. Ujian diturunkan agar menghapus dosa mereka (jika ada)
Tentu saja hikmah yang kedua tidak berlaku untuk para Nabi dan Rasul, terutama Rasulullah Muhammad isalallahu ‘alaihi wasalam. Maka ujian yang diberikan oleh Allah kepada para Rasul adalah bertujuan untuk mengangkat derajat para nabi dan Rasul.
Hikmah ujian yang nomor dua, bisa saja berlaku pada para juru dakwah. Bisa jadi ujian tersebut sebagai penghapus dosa mereka juru dakwah yang kurang ikhlas dalam berdakwah, atau sebab dosa yang lain. Wallahu ‘alam bish shawab.