Hidup bukan HANYA tentang Dunia
Irfan Nugroho
Seorang manusia lahir ke dunia ini dalam keadaan telanjang, tanpa baju trend terbaru, tanpa smartphone tercanggih, dan tanpa segepok uang yang ia bawa.
Namun dominasi percakapan diantara manusia tak lebih dan tak lain adalah tentang harta, uang, smartphone, dan perkara duniawi lainnya.
Ketika sekelompok pemuda ditanya, “Urusan apa yang terbesar di benak Anda sekalian sehingga hal tersebut senantiasa bergelayut dalam pikiran Anda?”
Maka jawaban yang sering muncul adalah sekelumit kisah sedihnya dengan kehidupannya yang mengumbar kesenangan, nafsu, dan berbagai macam tipikal hidup hedonism, urusan kesenangan duniawi.
Ketika sekelompok ibu-ibu arisan ditanya dengan pertanyaan serupa, jawaban yang sering muncul adalah urusan-urusan duniawi pula, tak lebih dari sekedar baju model terbaru, atau bahkan gossip artis terkini atau teman sendiri.
Ketika sekelompok bapak ditanya dengan pertanyaan yang nyaris sama, maka jawabah yang muncul pun tak lebih dan tak jauh dari perihal duniawi, mulai dari sekedar pekerjaan, istri, atau sekedar kapan akan ada kenaikan gaji bagi para PNS.
Hidup bukanlah melulu tentang dunia. Lebih banyak hal yang jauh lebih penting dari sekedar memikirkan baju model terbaru ketika baju ketaqwaan yang melekat pada diri kita sedikit demi sedikit mulai robek bahkan ada yang ‘telanjang’ dari busana ketakwaan.
“Hai anak Adam, Sesungguhnya kami Telah menurunkan kepadamu Pakaian untuk menutup auratmu dan Pakaian indah untuk perhiasan. dan Pakaian takwa Itulah yang paling baik,” (Al-A’raaf: 26).
Hidup bukan hanya tentang seberapa jauh kita telah menempuh jalur karir dengan gaji selangit PNS atau bukan PNS, petani atau kantoran, berapa mobil yang dimiliki, atau berapa petak tanah yang telah ia bedengi karena toh semua itu tidak akan menemani seorang hingga kedalam liang kubur.
Seorang akuntan sebuah perusahaan mau tak mau harus diganti dengan akuntan baru ketika dia telah mati. Atau seorang pegawai dinas tentu harus mau jabatannya diserahkan kepada orang lain ketika ia telah mati. Atau pun mobilnya pun harus rela kini dinaiki orang lain karena sang pemilik telah mati.
Semua tak akan dibawa hingga ke liang lahat, kecuali satu perkara saja, yakni amalan kita selama di dunia.
Ia lah yang kemudian akan menjelma menjadi sesosok manusia yang rupawan, yang membuat ruang sempit kuburan itu menjadi lebar, membuat ruang gelap kuburan itu menjadi terang bersinar.
“Suatu yang mengikuti mayat ada tiga, dua pulang dan satu tetap bersamanya. Ia dihantarkan keluarganya, hartanya, dan amalnya, maka yang kembali pulang adalah keluarga dan hartanya, sedangkan yang tersisa bersamanya adalah amalnya,” (HR Bukhari & Muslim).
Jika memang demikianlah akhir kehidupan kita, maka kenapa alokasi waktu 24 jam sehari ini kita habiskan HANYA untuk memikirkan perkara-perkara duniawi semata dengan mengesampingkan perkara-perkara akhirat? Hidup bukan HANYA tentang Dunia. Astaghfirullah wa atubu ilaih… Wallahu’alam bish shawwab (09 Jumadil Ula 1433 H).