Sikap Syar’i terhadap buku-buku Sayyid Qutb, ambil atau tinggalkan?
Pertanyaan:
“Orang ini (Sayyid Qutb) menulis buku berjudul “Al-Adalah Al-Ijtimaiyyah” (Keadilan Sosial), yang (menurut Syekh Al-Albani) tidak berharga, tetapi bukunya “Maalim Fi Thariq” (Milestones) mengandung banyak gagasan yang sangat berharga.”
“Saya yakin bahwa orang ini (Sayyid Qutb) bukanlah ulama, tetapi beliau mengucapkan kata-kata kebenaran, khususnya ketika beliau berada di dalam penjara, yang (mana kata-kata Sayyid Qutb itu mengandung) kebenaran, seolah-olah berdasarkan wahyu.”
“Orang ini bukan ulama, tetapi beliau menulis beberapa ungkapan yang bersinar dengan hidayah, dan mencerminkan ilmu, seperti di dalam frasa “Manhaj Al-Hayyat (Jalan Hidup). Saya percaya bahwa gagasan ini diadaptasi dari banyak saudara kita para Salafi, bahwa “Laa ilaaha illa Allah adalah jalan hidup.” Inilah yang saya katakan tentang beliau.”
“Saya tidak berpikir bahwa harus ada adu argumen atau perdebatan di kalangan umat Islam generasi muda tentang seseorang secara spesifik, baik itu Sayyid Qutb atau pun orang lain selain Sayyid Qutb. Sebaliknya, perdebatan itu hendaknya berkisar tentang ajaran Islam. Misal, kita hendaknya meneliti suatu pernyataan yang dibuat oleh Sayyid Qutb atau seseorang lainnya, dan berkata: “Apakah pendapat seperti ini benar atau salah?”
“Sudah seharusnya kita meneliti hal semacam ini, dan jika benar, maka kita harus menerimanya, dan jika salah, kita harus menolaknya. Akan tetapi bagi para pemuda, adu argumen atau debat tentang menerima atau menolak seseorang secara spesifik adalah suatu kesalahan, dan merupakan kesalahan yang fatal.
“Sayyid Qutb bukanlah sosok yang sempurna. Para ulama yang levelnya lebih tinggi dari beliau juga tidak sempurna, pun demikian dengan para ulama yang levelnya lebih rendah dari beliau juga tidak sempurna. Pendapat setiap orang bisa diterima atau ditolak, kecuali pendapat Rasulullah ﷺ. Sabda beliau harus diterima di semua hal.
“Oleh karena itu, saya katakan kepada para pemuda bahwa perdebatan mereka, perbedaan di antara mereka, hendaknya tidak difokuskan pada satu orang secara spesifik, siapa pun itu. Jika perdebatan mereka seperti itu, mungkin saja akan berakhir dengan menolak sesuatu yang sahih dan benar yang disampaikan oleh beliau, atau mungkin saja berakhir dengan mendukung sesuatu yang tidak sahih dan tidak benar yang disampaikan oleh beliau.
“Sungguh, ini adalah bahaya yang sangat serius. Jika orang sudah mendukung satu figur secara membabi buta, lantas secara membabi buta pula mereka akan melawan yang bertentangan dengannya. Dia bisa saja menyematkan pada orang yang dia benci itu suatu perkataan yang tidak pernah beliau katakan, atau bisa saja secara disengaja memelencengkan apa-apa yang beliau katakan. Atau, dia bisa saja menolak apa-apa yang beliau katakan, atau bisa pula berusaha mencari cara untuk menafsirkan pernyataan beliau yang tidak sahih sedemikian rupa sehingga tampak benar.
“Jadi saya katakan:
“Tidak seharusnya kita berbicara tentang seseorang secara spesifik, dan tidak seharusnya pula kita mengikuti seseorang secara membabi buta. Sayyid Qutb telah meninggal dan Allah yang akan menghakimi beliau, dan hal ini juga berlaku untuk semua ulama lainnya.
“Sedang apa saja selama itu sahih dan benar, maka itu harus diterima, entah itu dari Sayyid Qutb atau pun yang lainnya. Dan apa-apa yang tidak sahih atau tidak benar harus ditolak, entah itu dari Sayyid Qutb atau pun yang lainnya. Kita harus waspada terhadap berbagai gagasan yang tidak sahih dan tidak benar yang ditulis atau didengar, terlepas dari siapa pun gagasan itu berasal.
“Inilah nasihat saya teruntuk para saudara saya. Diskusi dan debat, serta perkara menerima atau menolak, tidak seharusnya berkisar pada seseorang secara spesifik.
“Tentang Sayyid Qutb, pendapat saya terkait warisan beliau, adalah bahwa warisan beliau sama halnya seperti warisan orang lain, yang bisa mengandung elemen kebenaran ataupun kesalahan, karena tak ada yang sempurna.
“Akan tetapi warisan beliau tidak seperti, misalnya, warisan Syekh Muhammad Nasirudin Al-Albani. Perbedaan keduanya seperti langit dan bumi. Warisan Sayyid Qutb terdiri atas karya-karya umum, akademik, dan sastrawi, tetapi beliau tidak memiliki pengetahuan sedalam yang dimiliki Syekh Al-Albani.
“Jadi, saya pikir apa-apa yang sahih dari siapa pun itu hendaknya diterima, dan apa-apa yang tidak sahih hendaknya ditolak, dari siapa pun itu. Kita tidak boleh, dan sungguh tidak diperbolehkan, untuk memfokuskan perdebatan atau adu argumen pada individu-individu tertentu; atau berpecah belah dan berkumpul berjamaah atas dasar (fanatisme) pada individu-individu tertentu.”