Fikih Dorar: Sunah, Mubah, dan Haram ketika Mendapat Musibah Kematian
Pembaca rahimakumullah, apa saja sunah ketika mendapat musibah? Apa juga yg mubah dan yg haram ketika ditimpa musibah? Berikut adalah terjemahan dari Kitab Salat > Bab Janaiz > Hukum Orang Sakit dan Sekarat > Hukum Orang Sekarat > Sunah ketika Ditimpa Musibah. Teruskan membaca. Semoga bermanfaat.
Apa Sunah ketika Mendapat Musibah Kematian, Apa yang Mubah, dan Apa yang Haram
SUNNAH
Apa Sunah Perbuatan dan Perkataan ketika Mendapat Musibah Kematian
Sabar
Maksudnya:
Sabar yang menghindarkan seseorang dari hal yang haram adalah wajib.
Dalil dari Al-Quran
Allah ta’ala berfirman:
Dan bersabarlah kalian, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar, (QS Al-Anfal: 46).
Dalil dari Ijma
Telah dinukil adanga ijma’ (konsensus para ulama) tentang hal ini oleh: Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim.
Apa yang Dikatakan oleh Orang yang Ditimpa Musibah Kematian
Disunahkan untuk mengucapkan istirja’ (ucapan: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”) ketika salah satu dari keluarganya, kerabatnya, atau orang lain meninggal dunia.
Allah ta’ala berfirman:
Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu mereka yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.” Mereka itulah yang memperoleh keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk, (QS Al-Baqarah: 155-157).
Imam Muslim meriwayatkan dari Ummu Salamah – istri Nabi ﷺ – yang mengatakan bahwa beliau mendengar Nabi ﷺ bersabda:
Tidaklah seorang hamba ditimpa musibah, lalu ia mengucapkan: ‘Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali. Ya Allah, berilah aku pahala atas musibahku ini dan gantikanlah untukku yang lebih baik darinya,’ kecuali Allah akan memberinya pahala dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik darinya, (Sahih Muslim: 918).
Imam Ahmad dan Imam At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Apabila anak seorang hamba meninggal, Allah Ta’ala berfirman kepada para malaikat-Nya: ‘Apakah kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?’ Mereka menjawab: ‘Ya.’ Allah bertanya lagi: ‘Apakah kalian mencabut buah hati (kesayangan)nya?’ Mereka menjawab: ‘Ya.’ Allah bertanya: ‘Lalu apa yang dikatakan hamba-Ku?’ Mereka menjawab: ‘Dia memuji-Mu dan mengucapkan istirja‘ (Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn).’ Maka Allah Ta’ala berfirman: ‘Bangunkan untuk hamba-Ku sebuah rumah di surga, dan namakanlah rumah itu Baitul Hamd (Rumah Pujian),’ (Musnad Ahmad: 19740. Sunan At-Tirmidzi: 1021).
MUBAH
Apa yg Boleh bagi Kerabat Mayit dan Lainnya
Menangis
Boleh menangis atas mayit tanpa meratap dan tanpa niyāḥah (tangisan keras). Ini adalah kesepakatan dari empat mazhab fikih: Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, dan ini adalah pendapat Ibnu Hazm.
Dalil-dalil dari Sunnah
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Usamah bin Zaid Radhiyallahu Anhu bahwa ketika salah satu cucu beliau wafat, beliau meneteskan air mata. Maka sahabat Sa’ad bin Ubadah berkata kepada Nabi, “Ya Rasulullah.” Lantas Rasulullah ﷺ bersabda:
Ini adalah Rahmat. Allah menciptakan Rahmat di dalam hati hambaNya. Sungguh, Allah hanya merahmati hambaNya yang bersikap Rahmah (penyayang), (Sahih Bukhari: 7377. Sahih Muslim: 923).
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Nabi Muhammad ﷺ menziarahi kubur ibunya, lalu beliau menangis dan membuat orang-orang di sekitarnya ikut menangis, (Sahih Muslim: 976).
Meratap
Meratapi orang yang meninggal (ratsa’) hukumnya boleh, selama tidak berlebihan. Ini adalah pendapat mazhab Hanafi, Syafi’i, serta pandangan Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin, karena hal itu juga dilakukan oleh banyak sahabat dan ulama.
HARAM
Diharamkan bagi kerabat mayit dan lainnya
Meratap, menangis keras (niyāḥah) dan berteriak, merobek baju dan menampar pipi, dan ini merupakan kesepakatan dari empat mazhab fiqih: Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, serta telah disebutkan adanya ijma’ (konsensus para ulama) tentang hal ini.
Dalil dari Sunnah:
1 – Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Malik Al-Asy’ari Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Empat perkara dalam umatku yang berasal dari kebiasaan jahiliyah yang tidak akan mereka tinggalkan: membanggakan keturunan, mencela nasab, memohon hujan kepada bintang-bintang, dan meratapi orang mati, (Sahih Muslim: 934).
Kemudian beliau bersabda:
Wanita yang meratapi orang mati, jika tidak bertaubat sebelum wafatnya, akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan pakaian dari cairan tar dan baju perang dari penyakit kulit, (Sahih Muslim: 934).
2 – Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Bukan dari golongan kami orang yang menampar pipi, merobek pakaian, dan menyeru dengan seruan jahiliyah, (Sahih Bukhari: 1294. Sahih Muslim: 103).
3 – Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Burdah bin Abu Musa Radhiyallahu Anhu bahwa Abu Musa mengalami sakit yang sangat parah, sampai pingsan dan kepalanya berada di pangkuan seorang wanita dari keluarganya. Dia tidak bisa menanggapi apapun. Ketika dia sadar kembali, dia berkata:
Aku berlepas diri dari orang yang Rasulullah ﷺ juga berlepas diri darinya; Sesungguhnya Rasulullah ﷺ berlepas diri dari wanita yang meratap dengan suara yang keras, yang mencukur rambut, dan yang merobek pakaian, (Sahih Bukhari: 1296. Sahih Muslim: 104). Wallahua’lam
Karangasem, 24 Desember 2024
Irfan Nugroho (Semoga Allah mengampuni, merahmati, dan memberkahi dirinya, keluarganya, dan orang tuanya. Aamiin).