Mausuatul Akhlak: Itsar
Pembaca rahimakumullah, apa arti itsar? Berikut adalah terjemahan dan ringkasan dari Mausuatul Akhlak Dorar Saniyah > Akhlak Terpuji > Itsar. Semoga bermanfaat
Pengertian Al-Itsar secara Bahasa:
Al-Itsar adalah masdar dari kata آثَرَ يُـؤْثِرُ إِيثَارًا, yang berarti mengutamakan, memilih, dan mengkhususkan. ((Al-Mu’jam Al-Wasit)) oleh sekelompok penulis (1/5).
Pengertian Al-Itsar secara Istilah:
Ibnu Al-Arabi berkata: “Al-Itsar adalah mengutamakan orang lain atas diri sendiri dalam urusan duniawi; demi memperoleh keberuntungan dalam urusan agama.” (Ahkam Al-Quran) (4/220).
Anjuran dan Dorongan Al-Itsar dari Al-Quran:
Allah Ta’ala berfirman:
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung. [Al-Hashr: 9]
Anjuran dan Dorongan Al-Itsar dari Sunnah Nabi:
Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
“Orang yang memberi minum kepada suatu kaum, dia adalah yang terakhir minum.” (HR. Muslim 681).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
“Makanan untuk dua orang cukup untuk tiga orang, dan makanan untuk tiga orang cukup untuk empat orang.” (Sahih Bukhari 5392, dan Sahih Muslim 2058).
Hukum Al-Itsar:
Ibnu Utsaimin berkata: “Al-Itsar terbagi menjadi tiga bagian: bagian pertama: dilarang, bagian kedua: makruh atau mubah, dan bagian ketiga: mubah.”
Adapun yang dilarang adalah mengutamakan orang lain dalam hal yang wajib atasmu secara syar’i; karena tidak boleh mengutamakan orang lain dalam hal yang wajib atasmu secara syar’i.
Adapun bagian kedua: makruh atau mubah: yaitu mengutamakan orang lain dalam hal yang dianjurkan, yang dibenci oleh sebagian ulama dan diperbolehkan oleh sebagian mereka, namun meninggalkannya lebih utama -tanpa diragukan lagi- kecuali untuk kemaslahatan.
Bagian ketiga: yang mubah: ini bisa jadi disukai, yaitu mengutamakan orang lain dalam hal non-ibadah, artinya mengutamakan orang lain dan mendahulukannya atas dirimu dalam hal non-ibadah.