Fiqih

Fikih Dorar: Hukum Meruqyah dan Minta Diruqyah Kitab Janaiz Bagian 02

Pembaca rahimakumullah, berikut adalah artikel tentang hukum meruqyah dan minta diruqyah yang kami terjemahkan dari Ensiklopedia Fikih Dorar Saniyah kitab Al-Janaiz bagian kedua. Semoga bermanfaat. Teruskan membaca!

حُكمُ الرُّقْيَةِ والاسترقاءِ

HUKUM RUQYAH DAN MEMINTA DIRUQYAH

الرُّقيَةُ جائزةٌ، وهذا باتِّفاقِ المذاهِبِ الفِقهيَّةِ الأربعة: الحَنفيَّة، والمالِكيَّة، والشافعيَّة، والحَنابِلَة، وحُكِيَ الإجماعُ على ذلك

Ruqyah[1] diperbolehkan,[2] dan hal ini disepakati oleh empat mazhab fiqh: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, serta disebutkan adanya ijma’ (kesepakatan ulama)[3] atas hal ini.

الأدلَّة من السُّنَّة

Dalil-dalil dari Sunnah:

1- Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu yang berkata tentang ruqyah:

رُخِّصَ في الحُمَةِ، والنَّمْلة، والعَيْنِ

Diperbolehkan melakukan ruqyah untuk penyakit karena Al-Humah, penyakit bengkak (namlah), dan penyakit ‘ain (penyakit karena pandangan mata), (Sahih Muslim: 2196).

Ibnu Atsir berkata tentang Al-Huma:

الحُمَةُ: بِضَمِّ الحاءِ المُهْمَلَةِ وتَخْفِيفِ الميمِ: سُمُّ العَقْرَبِ وشِبْهِها، وقِيلَ: هِيَ حِدَّةُ السُّمِّ وحَرَارَتُهُ، والمُرادُ أَو ذِي حُمَةٍ كالعَقْرَبِ وشِبْهِها

Al-Humah: dengan dhammah pada huruf “ha” yang tidak bertitik dan takhfif (tanpa tasydid) pada huruf “mim,” artinya adalah racun kalajengking dan sejenisnya. Ada yang mengatakan bahwa itu berarti kepekatan racun dan panasnya. Yang dimaksud adalah makhluk yang memiliki racun, seperti kalajengking dan sejenisnya. Lihat: an-Nihayah karya Ibnu al-Atsir (1/446), Syarh an-Nawawi ‘ala Muslim (3/93).

2 – Dari Jabir Radhiyallahu Anhu yang berkata:

كانَ لي خالٌ يَرْقِي من العَقْربِ، فنهى رسولُ الله صلَّى الله عليه وسلَّم عن الرُّقَى، قالَ: فأتاه، فقالَ: يا رسولَ الله، إنَّكَ نهيْتَ عن الرُّقى، وأنا أَرْقي من العقربِ، فقالَ: مَنِ استطاعَ منكم أن ينفَعَ أخاه فلْيَفْعلْ

Pamanku meruqyah dari sengatan kalajengking, lalu Rasulullah ﷺ melarang ruqyah. Maka ia mendatangi Rasulullah ﷺ dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, engkau telah melarang ruqyah, sedangkan aku meruqyah dari sengatan kalajengking.’ Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Barangsiapa di antara kalian yang mampu memberikan manfaat kepada saudaranya, hendaklah ia melakukannya,’ (Sahih Muslim: 2199).

4 – Dari ‘Auf bin Malik Radhiyallahu Anhu yang berkata:

كنَّا نرقِي في الجاهليَّةِ، فقُلنا: يا رسولَ الله، ما تقولُ في ذلك؟ فقالَ: اعْرِضوا عليَّ رُقاكم، لا بأسَ بالرُّقى ما لم يكنْ فيه شِرْكٌ

Dahulu kami biasa meruqyah pada masa jahiliyah, maka kami berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang itu?’ Beliau bersabda, ‘Perlihatkanlah kepadaku ruqyah kalian, tidak mengapa dengan ruqyah selama tidak mengandung kesyirikan,’ (Sahih Muslim: 2200).

BACA JUGA:  Minhajul Muslim: Witir, Sunah Fajar, dan Rawatib

5 – Dari Abdul Aziz yang berkata:

دخلْتُ أنا وثابتٌ على أنسِ بنِ مالكٍ رَضِيَ الله عنه، فقالَ ثابتٌ: يا أبا حمزةَ، اشتَكَيْتُ، فقالَ أنسٌ: ألَا أَرْقيكَ بِرُقيةِ رسولِ الله صلَّى الله عليه وسلَّم؟ قالَ: بلى، قالَ: اللَّهُمَّ، رَبَّ النَّاسِ، مُذْهِبَ البَاسِ، اشْفِ أنتَ الشَّافي، لا شافِيَ إلَّا أنت، شِفاءً لا يُغادِرُ سَقَمًا

“Aku dan Tsabit mengunjungi Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, lalu Tsabit berkata, ‘Wahai Abu Hamzah (panggilan Anas), aku sedang sakit.’ Anas berkata, ‘Maukah aku meruqyahmu dengan ruqyah Rasulullah ﷺ?’ Tsabit menjawab, ‘Tentu.’ Maka Anas membaca, ‘Allahumma, rabb an-nas, mudhhib al-baas, isyfi anta asy-syaafi, laa syaafiya illa anta, syifaa’an laa yughaadiru saqaman (Ya Allah, Tuhan manusia, yang menghilangkan penyakit, sembuhkanlah, Engkau adalah Penyembuh, tidak ada penyembuh selain Engkau, sembuhan yang tidak meninggalkan penyakit),’” (Sahih Bukhari: 5742). Wallahua’lam

Karangasem, 5 November 2024

Irfan Nugroho (Semoga Allah mengampuni, merahmati, dan menempatkan ibunya di surga. Aamiin)

[1] Tertulis di dalam salah satu fatwa Lajnah Daimah, “Boleh meminta rukyah, meskipun meninggalkannya, bersikap mandiri tanpa bergantung pada orang lain, dan seorang Muslim melakukannya untuk dirinya sendiri; adalah lebih utama,” (Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah – al-Majmu’ah al-Ula: 24/261).

[2] Ibnu Hajar berkata di dalam Fathul Bari tentang syarat kebolehan ruqyah, “Diperbolehkan melakukan rukyah apabila memenuhi tiga syarat: 1) harus dengan kalam Allah Ta’ala atau dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya, 2) dengan bahasa Arab, atau dengan bahasa lain yang maknanya dapat dipahami, dan 3) harus diyakini bahwa rukyah tidak berpengaruh dengan sendirinya tetapi dengan izin Allah Ta’ala,” (Fath al-Bari karya Ibnu Hajar: 10/195).

[3] Tentang ijma dalam masalah ruqyah, Asy-Syaukani berkata, “Mereka telah menukilkan ijma’ (kesepakatan) tentang bolehnya ruqyah dengan ayat-ayat dan dzikir kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala,” (Nailul Authar 8/231).

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button