Uncategorized

Jawaban Atas Tuduhan Faith Freedom Indonesia Soal Kedudukan Wanita

Dalam salah satu bahasan (yang merupakan fitnah keji) yang dilakukan oleh situs Faithfreedom Indonesia, penganut agama liberalisme mempertanyakan status wanita dalam Islam.

Dalam halaman tersebut, terpampang foto presiden Republik Syiah Iran Ahmadinejad enggan berjabat tangan dengan seorang wanita yang mengajaknya bersalaman.

Lalu, penganut agama liberalisme ini mengutip penjelasan seorang syaikh yang ditanyai oleh seorang kafir dengan dua pertanyaan sebagai berikut:

1. Mengapa wanita tidak boleh bersalaman dengan pria (yang bukan muhrim)?
2. Mengapa seorang wanita Muslimah harus mengenakan Jilbab?

Kemudian syaikh tersebut menjelaskan dengan memberi analogi, apakah orang kafir ini pernah bersalaman dengan ratu? Dengan tegas, si kafir ini menjawab, “Tidak,” karena hanya orang2 tertentulah yang boleh bersalaman dengan ratu.

Lalu, syaikh ini menjelaskan bahwa seperti itulah wanita dalam islam, dimuliakan, sehingga tidak sembarang pria bisa bersalaman dengan seorang wanita Muslimah.

Untuk pertanyaan kedua, syaikh tersebut mengeluarkan dua permen, yang satu terbungkus, dan yang satu terbuka; lalu disodorkannya permen tersebut kada si kafir itu, lalu si kafir pun memilih permen yang terbungkus. Syaikh ini pun menjelaskan seperti itulah fungsi jilbab, salah satunya untuk menjaga wanita.

Sebenarnya jawaban syaikh tersebut sudah menjawab pertanyaan yang diajukan oleh si kafir tersebut. Namun, penganut agama liberalisme yang tergabung dalam FaithFreedomIndonesia tidak puas dengan analogi di atas. Mereka pun memelintirkan analogi yang diajukan syaikh tersebut dengan bertanya, “Bagaimana jika ratu ingin menyapa rakyat dengan bersalaman, apakah rakyat tidak boleh menyambut tangannya?” dan pertanyaan lain, “Mengapa wanita dianalogikan dengan permen oleh syeikh tersebut?”

Respon:
Tentang bersalaman dengan non muhrim, pertama-tama harus disadari bahwa tidaklah Allah menetapkan suatu hukum melainkan hukum itu pasti bermanfaat bagi manusia. Pun demikian dengan haramnya bersalaman dengan non mahram.

Apakah manfaatnya?

Kita tahu bahwa sejak memasuki masa puber, pria dan wanita telah muncul beberapa perubahan, baik fisik, maupun psikis. Perubahan psikis meliputi perubahan emosional, spiritual, juga ketertarikan terhadap lawan jenis. Sedangkan perubahan fisik, meliputi perubahan suara (pria umunya kian membesar seperti suara bass, sedangkan wanita biasanya melengking), kulit pria mulai ditumbuhi bulu dan jadi lebih kasar; sedangkan kulit wanita justru semakin halus dan lembut.

BACA JUGA:  Ikhlas dan Menghadirkan Niat

Pendek kata, setelah memasuki masa puber pria kian kelihatan garang, bahkan cenderung ”menakutkan,” sebab tubuhnya dilebati bulu dan suaranya mengeras. Di sisi lain, wanita justru kian terlihat lemah lembut dan menarik.

Oleh karena itu, tidak sepantasnya jika Sang Pencipta dan Pemilik serta Penguasa tunggal alam semesta ini menetapkan bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Juga wanita tidak dibolehkan merendahkan suaranya untuk menghindari fitnah dan bahaya lebih besar.

Nah, kalau melihat saja bisa menimbulkan hawa nafsu, apalagi kalau bersalaman (saling menyentuh tangan), bukankah ini lebih menimbulkan hawa nafsu?

Kalau sesama mahram, ataupun sesama jenis kelamin, apalgi yang suami istri sih ga masalah, namun bagaimana jika yang bersalaman adalah laki-laki dan perempuan yg bukan mahram dan bukan suami istri? Siapa yg bisa menjamin tidak akan terjadi perzinahan di antara mereka?

Kalau soal menghormati orang lain, bisa dilakukan dengan cara selain berjabat tangan salaman, misal dengan berwajah cerah, sehingga tidak menimbulkan “bahaya.”

Bukannya maksud orang bersalaman itu adalah untuk menghormati? Apa tidak bisa pakai cara lain saja yang tidak menimbulkan fitnah dan bahaya besar yang dikhawatirkan justru melukai kehormatan orang lain.

Tentang analogi wanita seperti permen, saya yakin, maksud syeikh di sini bukan untuk menyamakan wanita dengan permen, karena Islam sangat memuliakan wanita dan melarang untuk menghinanya. Untuk menghindari kesalahpahaman, kita pakai analogi lain, misalkan mobil yang baru dari dealer dengan mobil bekas atau yg lainnya.

Dr. Zakir Naik memberikan analogi yang jauh lebih dalam hal ini:
Jika ada dua orang wanita kembar, dan keduanya sama-sama cantik, berjalan di suatu jalanan kota. Salah satu mereka mengenakan Jilbab Islami, semua tubuhnya tertutup, kecuali wajah dan telapak tangan. Wanita satunya mengenakan baju ala orang barat, rok mini atau hotpants.

Di ujung jalan, ada seorang hooligan yang sedang menanti perhatian dengan hendak menggoda seorang wanita. Siapa yang akan digoda oleh pria ini? Wanita yang mengenakan Jilbab Islami atau yang mengenakan rok mini?

Normalnya sang pria ini akan menggoda wanita yang mengenakan rok mini tersebut. Pakaian seperti itu merupakan sebuah “undangan tidak langsung” bagi lawan jenis agar digoda. Allah dalam Quran benar sekali mengatakan bahwa Jilbab menghindarkan wanita dari godaan pria-pria bersifat setan.” Wallahu’alam bish shawwab. (AP Hamba Allah/Zakir Naik/Mukminun)

BACA JUGA:  Menyentuh Wanita Bukan Mahram ketika Sa'i di Kala Haji/Umrah

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button