Fikih Dorar: Jika Pakaian Suci Bercampur dengan Pakaian Najis
Pembaca rahimakumullah, bagaimana jika pakaian suci bercampur dengan pakaian najis? Bagaimana sikap kita? Berikut adalah terjemahan dari Mausuatul Fiqhiyah Dorar Saniyah > Kitab Taharah > Bab Air > Bab Ragu-ragu > Jika Pakaian Suci Bercampur dengan Pakaian Najis. Semoga bermanfaat. Teruskan membaca!
Jika Pakaian Suci Bercampur dengan Pakaian Najis
Jika pakaian suci bercampur dengan pakaian najis atau haram, seperti pakaian hasil curian atau rampasan, maka seseorang harus melakukan At-Taharriyu[i] dan shalat dengan salah satunya.
Dan ini adalah pendapat Hanafi[ii] serta Syafi’i,[iii] dan ini adalah pendapat Maliki,[iv] yang dipilih oleh Ibnu Aqil al-Hanbali,[v] Ibnu Taimiyah,[vi] dan Ibnu Utsaimin,[vii] serta dinukil oleh Qadhi Abu Tayyib dari mayoritas ulama.[viii]
DALIL DARI SUNAH
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda:
Jika salah seorang dari kalian ragu dalam salatnya, maka hendaklah dia mencari yang benar, (Sahih Bukhari: 401. Sahih Muslim: 572).
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata:
Di dalam hadis ini terdapat dalil tentang kokohnya (keputusan yang diambil setelah seseorang melakukan) At-Tahariyyu dalam hal-hal yang meragukan, (Syarh Al-Mumti: 1/61-62).
Hal ini diqiyaskan analogi dengan ijtihad dalam hukum, ijtihad dalam menentukan arah kiblat, dan dalam penilaian barang yang rusak, meskipun dalam semua itu mungkin terjadi kesalahan, (Al-Majmu li An-Nawawi: 1/181).
Bahwa kaidah menyatakan bahwa jika keyakinan tidak dapat dicapai, maka kembali kepada dugaan yang kuat, dan di sini keyakinan tidak dapat dicapai, maka kita kembali kepada dugaan yang kuat, yaitu At-Taharriyu, (Syarh Al-Mumti li Ibni Utsaimin: 1/62). Wallahua’lam
Karangasem, 11 Januari 2025
Irfan Nugroho (Semoga Allah memudahkan urusannya. Aamiin)
CATATAN KAKI
[i] At-Tahariyyu artinya:
التَّحَرِّي: هُوَ طَلَبُ الصَّوَابِ، وَالتَّفْتِيشُ عَنِ المَقْصُودِ
Tahari: adalah mencari kebenaran dan menyelidiki maksudnya, (Al-Majmu li An-Nawawi: 1/169).
[ii] Al-Mabsut li As-Sarakhsi: 10/165, lihat juga: Al-Mabsut li Asy-Syaibani: 3/25.
[iii] Al-Majmu’ li An-Nawawi: 1/181, lihat juga: Al-Hawi al-Kabir li Al-Mawardi: 1/345.
[iv] Mawahib al-Jalil li Al-Hattab: 1/232, lihat juga: Al-Dhakhira li Al-Qarafi: 1/176.
[v] Al-Inshaf li Al-Mardawi: 1/67.
[vi] Al-Fatawa al-Kubra: 5/299, Ikhtiyarat Ibnu Taimiyah, hal. 385
[vii] Ibnu Utsaimin berkata, “Yang benar adalah dia melakukan At-Tahariyyu, dan jika dia yakin salah satu pakaian itu suci, maka dia salat dengan pakaian itu. Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, dan Allah tidak mewajibkan seseorang untuk salat dua kali. Jika kamu bertanya, ‘Bukankah bisa saja dengan berusaha mencari yang suci seperti itu akan membuat dia tetap salat dengan pakaian yang najis?’ Jawabannya, ‘Ya, tetapi itu adalah kemampuannya,’” (Syarh Al-Mumti: 1/65-66).
[viii] Al-Majmu li An-Nawawi: 1/181.