Aqidah

Hadits Menghina Muslim= Fasik, Membunuh Muslim= Kafir

 


Oleh Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Dari Sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
 
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
 
“Mencela seorang mukmin adalah kefasikan, sedang membunuhnya adalah kekafiran,” [HR Bukhari: 48, Muslim: 64].
 
Menjelaskan hadis tersebut, Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata:
 
Hal ini menunjukkan bahwa kefasikan berada di bawah kekafiran. Itu karena beliau menjadikan penghinaan sebagai kefasikan dan pembunuhan sebagai kekafiran.
 
Atas pertimbangan ini, jika seorang muslim menghina sesamanya, maka pelakunya akan menjadi orang fasik. Orang tersebut tidak akan diterima kesaksiannya, dan tidak boleh menjadi wali, meskipun terhadap anak perempuannya. Orang tersebut tidak boleh menikahkan seseorang walaupun itu anaknya, karena dia telah menjadi orang fasik.
 
Selain itu, orang tersebut tidak dibolehkan mengimami salat kaum muslimin, dan juga tidak boleh menjadi muazin. Inilah pendapat jumhur para ulama.
 
Pada beberapa permasalahan tadi, masih terdapat perbedaan di kalangan ulama. Hal yang terpenting bahwa siapa pun yang menghina sesama muslim, maka hukumnya fasik.
 

Adapun orang yang membunuh seorang muslim, maka hukumnya kafir. Jika seseorang membolehkan untuk membunuh seorang muslim tanpa sebab yang dibenarkan, maka hukumnya kafir dan dianggap telah murtad.
 
Akan tetapi jika hanya karena dorongan hawa nafsu (marah) yang menguasainya, maka ia pun dianggap kafir, tetapi tidak dianggap murtad.
 
Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
 
وَاِنْ طَآئِفَتٰنِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اقْتَتَلُوْا فَاَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَا ۚ فَاِنْۢ بَغَتْ اِحْدٰٮهُمَا عَلَى الْاُخْرٰى فَقَاتِلُوا الَّتِيْ تَبْغِيْ حَتّٰى تَفِيْٓءَ اِلٰٓى اَمْرِ اللّٰهِ ۚ فَاِنْ فَآءَتْ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَاَقْسِطُوْا ؕ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
 
“Dan apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil,” [QS. Al-Hujurat: 9].
 
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْوَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
 
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat,” [QS. Al-Hujurat: 10].
 
Allah Ta’ala menjadikan dua kelompok orang yang sedang bersengketa sebagai saudara bagi kelompok yang berusaha untuk mendamaikan. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya tidak keluar dari jalur keimanan, tetapi hanya merupakan jenis kekafiran yang berada di bawah derajat kekafiran yang sebenarnya.
 
Wallahu Waliyut Taufiq
 
Sumber:
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih. 2013. Syarah Riyadhus Shalihin (3). Jakarta Timur: Darus Sunnah. Hal. 441-442

BACA JUGA:  Keutamaan Beri Iftar atau Makanan untuk Orang Berbuka Puasa

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button