Uncategorized
Menjadi Manusia yang Sesungguhnya
Oleh Irfan Nugroho
Manusia itu ibarat mikrofon. Ia benar-benar disebut mikrofon jika ia dialiri listrik melalui kabel yang cocok dengan mikrofon tersebut.
Manusia itu ibarat mikrofon. Ia benar-benar disebut mikrofon jika ia dialiri listrik melalui kabel yang cocok dengan mikrofon tersebut.
Ia disebut mikrofon juga karena bertugas “mengubah gelombang bunyi menjadi isyarat listrik untuk mengeraskan suara,” (KBBI). Jadi ia baru bisa disebut mikrofon juga telah memenuhi semua syarat di atas, plus bisa memberi manfaat kepada banyak orang dengan menjadi pengeras suara.
Nah, manusia pun seperti itu. Ia memerlukan “listrik” sebagai sumber daya kehidupannya. Manusia memerlukan sumber kehidupan yang diperoleh dari Makhluk yang Mahahidup, yang kekal, dan yang tak akan pernah mengalami mati. Ya, manusia hanya menjadi hidup karena mendapat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
إِنَّ اللَّهَ لَهُۥ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْأَرْضِ ۖ يُحْىِۦ وَيُمِيتُ ۚ وَمَا لَكُم مِّن دُونِ اللَّهِ مِن وَلِىٍّ وَلَا نَصِيرٍ
“Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah,” [QS. At-Taubah: 116].
Untuk menjadi manusia yang sesungguhnya pun, kita memerlukan semacam “kabel” yang menghubungkan sumber kehidupan (Allah) dengan kita, umat manusia. Maka Allah mengutus para Nabi dan Rasul dari kalangan manusia untuk menyampaikan ajaran-ajaranNya, persis seperti firman Allah:
فَأَرْسَلْنَا فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْهُمْ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلٰهٍ غَيْرُهُۥٓ ۖ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Lalu Kami utus kepada mereka, seorang rasul dari kalangan mereka sendiri (yang berkata): “Sembahlah Allah oleh kamu sekalian, sekali-kali tidak ada Tuhan selain daripada-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya),” [QS. Al-Mu’minun: 32].
Dan terakhir, mikrofon baru disebut mikrofon jika ia bisa melakukan tugasnya, fungsinya, sebagai mikrofon. Dengan demikian, ia bisa memberi manfaat bagi khalayak manusia.
Pun demikian dengan manusia. Ia baru disebut manusia jika ia bisa melaksanakan tugas-tugasnya. Lalu, apa tugas manusia? Allah SWT berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaKu,” [QS. Az-Zariyat: 56].
Inilah keistimewaan Islam, agama yang membawa Rahmat kepada seluruh alam, bukan hanya manusia, tetapi juga jin. Tidak ada agama lain di dunia ini yang mengklaim bahwa ajarannya berlaku untuk dunia jin dan dunia manusia.
Nah, jin baru disebut jin bila ia melaksanakan tugas yang diberikan Allah. Manusia baru disebut manusia bila ia melaksanakan tugas yang diberikan oleh Allah. Apa itu?
Beribadah, menyembah, mengabdi kepada Allah. Bukan sekedar ritus-ritus jasadiyah seperti shalat, wudhu, membaca Quran, tetapi ibadah juga meliputi segala amal kegiatan yang bersifat “mubah” lalu diiringi dengan niat untuk beribadah, menegakkan agama Allah.
Lalu, apa sebutan bagi kita, jin dan manusia, yang enggan melaksanakan tugas tersebut?
Mari coba kita simak firman Allah berikut:
وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا كَمَثَلِ الَّذِى يَنْعِقُ بِمَا لَا يَسْمَعُ إِلَّا دُعَآءً وَنِدَآءً ۚ صُمٌّۢ بُكْمٌ عُمْىٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
“Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti,” [QS. Al-Baqarah: 171].
Atau, bisa jadi kita adalah bentuk lain dari Setan seperti yang digambarkan dalam Surat An-Naas:
مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ
“Dari (golongan) jin dan manusia,” [QS. An-Nas: 6].
Ya, Setan adalah makhluk ciptaan Allah yang enggan beribadah kepadaNya. Mereka bisa berasal dari golongan Jin dan juga manusia, khususnya mereka yang enggan memenuhi kewajiban tugasnya.
Kita berlindung kepada Allah, Rajanya para manusia dan Sesembahannya para manusia. Wallahu’alam bish shawwab.