Kewajiban Memuliakan para Salaf
Pembaca rahimakumullah, Syaikh Abu Bakar Jabir rahimahullah di dalam Minhajul Muslim memasukkan pasal “Kewajiban menghormati, menghargai, dan memuliakan para imam agama Islam (salafus saleh)serta beradab kepada mereka” di dalam bab akidah. Lalu apa maksudnya? Siapa yang dimaksud para salaf? Bagaimana adab kepada mereka? Teruskan membaca!
Kewajiban Memuliakan para Salaf
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi menulis:
Seorang muslim mengimani wajibnya menghormati, menghargai, serta memuliakan para imam agama Islam, serta beradab ketika menyebut mereka.
Lalu siapa yang dimaksud para imam agama Islam? Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi berkata:
Mereka adalah para imam dalam agama ini, yang paling berilmu dan yang mendapat petunjuk, seperti para Qura (Imam Ahli Qiraat), para Fuqaha (Imam Ahli Fikih), para Muhaddits (Imam Ahli Hadis), para Mufassirin (Imam Ahli Tafsir) dari kalangan tabi’in dan tabiut tabiin, semoga Allah merahmati mereka dan meridhai mereka semua.
Peringkas: Sebenarnya ada istilah yang tidak rancu di dalam bahasa Indonesia, yaitu “Salaf” atau “Salafus saleh.” Itulah mengapa di dalam ringkasan ini peringkas menggunakan dua istilah, 1) para Imam agama Islam, atau 2) para Salaf atau Salafus saleh. Maksudnya sama, mengacu kepada makna yang satu, yaitu para tabi’in dan tabiut tabi’in.
Adab kepada para Imam Agama Islam
Tentang adab kepada para imam agama islam, atau para salafus saleh, Syiakh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi berkata:
- Mencintai mereka, memohonkan rahmat dan ampunan bagi mereka, mengakui keutamaan mereka
- Menyebutkan kebaikan mereka
- Tidak mencela perkataan dan pendapat mereka
- Mengakui bahwa mereka telah berijtihad dengan tulus
- Menyebut keberadaan mereka dengan adab
- Mengutamakan pendapat mereka daripada semua ulama, ahli fikih, ahli tafsir, dan ahli hadis dari generasi setelah mereka
- Pendapat mereka hanya ditinggalkan jika ada dasarnya, yaitu firman Allah, sabda Rasulullah ﷺ, atau pendapat para sahabat Radhiyallahu Anhum
- Mengakui bahwa semua pendapat imam yang empat bersumber dari Al-Quran dan Sunah Rasulullah ﷺ serta Qiyas (analogi) yang didasarkan pada keduanya
- Memandang bahwa mengambil pendapat siapa pun dari mereka dalam masalah fikih dan agama hukumnya jaiz (boleh)
- Memandang bahwa mengamalkan pendapat mereka adalah mengamalkan syariat Allah, selama tidak bertentangan dengan Quran dan Sunah Rasulullah ﷺ
- Memandang bahwa para imam adalah manusia biasa yang bisa benar dan salah
- Memandang bahwa kekeliruan mereka bukanlah hal yang disengaja, tetapi karena lalai, lupa, atau kurang teliti
- Tidak boleh bersikap fanatik pada suatu pendapat tertentu
- Memaklumi mereka dalam beberapa persoalan agama yang bersifat furu (cabang) yang mereka perselisihkan
- Memandang bahwa perbedaan pendapat itu bukan karena mereka bodoh atau fanatik pada pendapat masing-masing, tetapi karena:
1 – mereka belum mendengar hadis tertentu, atau
2 – mereka memandang bahwa hadis yang dipakai sudah dihapus hukumnya, atau
3 – mereka memiliki hadis lain yang bertentangan, atau
4 – mereka memahaminya secara berbeda.
Wallahua’lam
Karangasem, 21 Agustus 2023
Irfan Nugroho (Ya Allah, karuniakan kepada kami anak-anak yang menjadi ustaz dan ulama. Aamiin)