Pembaca rahimakumullah, hijrah erat kaitannya dengan hijriah. Bagaimana penetapan tahun pertama hijriah? Apa makna hijrah? Teruskan membaca!
Penetapan Tahun 1 Hijriah
Tentang penetapan tahun 1 Hijriyah, Imam Ibnu Katsir di dalam Al Bidayah wa An-Nihayah menulis bahwa seseorang mendatangi Umar bin Khattab dengan membawa surat utang piutang.
Pembawa surat tersebut mengatakan bahwa seseorang memiliki hutang yang harus dibayar pada bulan Syaban. Lantas, Umar bin Khattab bertanya:
Syaban yang mana ini? Apakah sya’ban tahun ini, atau sya’ban tahun lalu, atau sya’ban tahun depan?
Lantas Umar bin Khattab mengumpulkan para sahabat guna memusyawarahkan penetapan tahun 1 Hijriah.
Di dalam musyawarah tersebut, ada yang mengusulkan untuk memakai kalender Persia. Tetapi usulan tersebut ditolak karena Persia menetapkan kalender mereka berdasarkan kematian raja mereka. Jika satu orang raja mati, maka tahun kalender dimulai lagi dari tahun satu.
Lalu ada yang mengusulkan untuk memakai kalender Romawi, buatan Aleksander. Tetapi usulan itu ditolak.
Lalu ada lagi yang mengusulkan untuk memakai patokan tahun lahirnya Nabi ﷺ, tahun diangkatnya Nabi ﷺ, serta tahun kematian Nabi ﷺ. Tetapi semua usulan itu ditolak karena berbagai pertimbangan.
Lantas, Umar maupun Ali mengusulkan tahun hijrah sebagai tahun pertama kalender Islam. Dan semua sahabat menyetujui hal tersebut. Akhirnya ditetapkan bahwa tahun ketika Nabi ﷺ hijrah adalah tahun pertama di dalam kalender Islam.
Ini menandakan pentingnya momen hijrah sehingga dijadikan patokan tahun pertama kalender Islam. Lalu apa arti hijrah?
Arti Hijrah
Apa arti hijrah? Hijrah memiliki dua macam, hijrah hissiy dan hijrah maknawi.
Hijrah secara hissiyah atau jasadiyah di antaranya bermakna:
1 – Hijrah dari negeri kafir menuju negeri Islam, seperti hijrah Nabi menuju Madinah Al Munawaroh
2 – Hijrah dari daerah yang rusak menuju daerah yang baik
Maksudnya, jika di suatu daerah terjadi kerusakan moral atau adab atau etika dan tidak baik untuk pertumbuhan dan perkembangan anak-anak kita maka disunnahkan bagi kita untuk pindah dari daerah tersebut, menuju daerah yg lebih baik.
Atau, hijrah dari daerah yg di dalamnya dulu kita pernah berbuat dosa, ke daerah baru supaya kita bisa memulai lembaran baru. Mari ingat lagi hadis seseorang yg membunuh 99 orang, lalu bertanya apakah Allah akan menerima taubatnya dan ternyata dijawab tidak, lantas dia membunuh si penjawab. Ketika menyimpulkan hadis tersebut, ulama berkata:
Sunah bagi orang yang bertaubat untuk memisahkan diri dari tempat yg di dalamnya dia melakukan dosa, juga dari teman² yg membantunya berbuat demikian, serta memboikot mereka.
3 – Hijrah yang artinya pergi berjihad
Imam Bukhari meriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Tidak ada hijrah secara fisik setelah Fathul Mekah tetapi yang ada adalah jihad dan niat. Tetapi jika kalian diperintahkan untuk berjihad, maka berangkatlah, (Sahih Bukhari: 2783).
Hijrah secara maknawiyah artinya berpindahnya seseorang dari apa² yang diharamkan Allah pada dirinya. Ini biasa disebut dengan taubat.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu Anhuma bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Muhajir (orang yg hijrah) adalah orang yg berpindah dari apa² yang dilarang Allah pada dirinya, (Sahih Bukhari: 10).
Hijrah bisa dimaknai dengan taubat. Selain hadis di atas, perhatikan firman Allah ta’ala:
Dan kotoran itu tinggalkanlah, (QS Mudatsir: 5).
Imam At-Tabari meriwayatkan bahwa Adh-Dhahak berkata menafsirkan ayat jni:
Tinggalkanlah maksiat, (Tafsir At-Tabari). Bertaubatlah.
Hijrah dan Taubat
Pembaca rahimakumullah, orang Islam wajib memperbarui taubat setiap hari, atau kapan saja ketika dia berbuat dosa.
Imam Muslim meriwayatkan dari Agarri bin Yassar Al-Muzanni bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Wahai seluruh manusia, bertaubatlah kalian kepada Allah dan hendaknya kalian meminta ampunan dosa, karena aku (Nabi ﷺ) bertaubat setiap harinya sebanyak 100 kali, (Sahih Muslim: 2702).
Momen awal hijriah hendaknya mengingatkan kita untuk berhijrah dari dosa, bertaubat.
Sebesar apa pun dosa kita, jangan sungkan untuk bertaubat. Imam Ibnu Majah Rahimahullah meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda:
Seandainya dosa kalian setinggi langit, kemudian kalian bertaubat, niscaya taubat kalian akan diterima, (Sunan Ibnu Majah: 4248. Al-Albani: Hasan Sahih. Abu Thahir Zubair Ali Zai: Hasan).
Wallahua’lam
Karangasem, 10 Muharam 1446 H
Irfan Nugroho (Staf Pengajar di PPTQ At-Taqwa dan RQ Irmas Bani Saimo Suro Karyo Sukoharjo)