Adab

Sahihul Adab: Adab Penuntut Ilmu

Pembaca rahimakumullah, berikut adalah artikel tentang adab penuntut ilmu yang kami terjemahkan dari kitab Sahihul Adab dan sedikit tambahan faidah dari Bidayatul Mutafaqih, yang keduanya merupakan karya Syaikh Wahid Abdussalam Bali hafizahullah. Semoga bermanfaat.

آدَابُ طَالِبِ الْعِلْمِ

Adab Penuntut Ilmu

Berikut adalah adab penuntut ilmu, di antaranya:

أَنْ يَقْصِدُ بِعِلْمِهِ وَجْهَ اللَّهِ

Meniatkan Ilmunya untuk Mengharap Wajah Allah

مَنْ أَرَادَ أَنْ يَطْلُبَ الْعِلْمَ، فَلْيُخْلِصْ فِي طَلَبِهِ لِأَنَّ الْعِلْمَ عِبَادَةٌ، وَلَا تُقْبَلُ الْعِبَادَةُ إِلَّا مَعَ الْإِخْلَاصِ، قَالَ تَعَالَى:

Siapa saja yang hendak menuntut ilmu, hendaknya dia ikhlas dalam upayanya mencari ilmu, karena ilmu adalah ibadah, dan ibadah tidak diterima kecuali disertai dengan ikhlas, sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus, (QS Al-Bayyinah: 5).

وَفِي الصَّحِيحَيْنِ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:

Di dalam As-Sahihain dari Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa beliau mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan: barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan, (Sahih Bukhari: 54. Sahih Muslim: 1907).

وَمِنْ الْإِخْلَاصِ أَنْ تَنْوِيَ بِطَلَبِ الْعِلْمِ:

Di antara wujud ikhlas dalam niat mencari ilmu adalah:

  • أَنْ تَرْفَعَ الْجَهْلَ عَنْ نَفْسِكَ
  • Anda ingin mengangkat kebodohan dari diri Anda,
  • أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ عَلَى بَصِيرَةٍ
  • Anda ingin mengibadahi Allah dengan bashirah (pengetahuan yang jelas),
  • أَنْ تَتَقَرَّبَ إِلَى اللَّهِ بِطَلَبِ الْعِلْمِ لِأَنَّ طَلَبَهُ جِهَادٌ
  • Anda ingin bertaqarub kepada Allah dengan mencari ilmu, karena mencari ilmu adalah jihad,
  • أَنْ تَتَعَبَّدَ لِلَّهِ بِطَلَبِ الْعِلْمِ لِأَنَّ مُدَارَسَتَهُ عِبَادَةٌ
  • Anda ingin mengibadahi Alllah dengan mencari ilmu, karena mempelajari ilmu adalah ibadah,
  • أَنْ تَزْدَادَ بِهِ خَشْيَةٌ
  • Anda ingin menambah rasa takut kepada Allah dengan ilmu,
  • أَنْ تَرْتَفِعَ بِهِ عِنْدَ اللَّهِ دَرَجَاتٍ
  • Anda ingin mengangkat derajat Anda di sisi Allah.
الرِّحْلَةُ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ

Menempuh Perjalanan dalam Menuntut Ilmu

يَنْبَغِي لِطَالِبِ الْعِلْمِ أَنْ يَجْتَهِدَ فِي التَّحْصِيلِ، وَأَنْ يُقَسِّمَ وَقْتَهُ بَيْنَ حُضُورِ الدُّرُوسِ، وَالْحِفْظِ، وَالْمُذَاكَرَةِ، وَالْمُطَالَعَةِ، فَإِنْ سَمِعَ بِعَالِمٍ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ يَدْرُسُ عِلْمًا رَحَلَ إلَيْهِ

Hendaknya penuntut ilmu bersungguh-sungguh dalam menggapai ilmu. Hendaknya dia membagi waktunya untuk menghadiri pengajian, menghafal, belajar, dan menelaah. Jika dia mendengar ada seorang alim dari kalangan ahli sunah, dia akan mendatanginya untuk belajar darinya.

BACA JUGA:  Husnuzan kepada Allah saat Sakaratul Maut

Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang hasan dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu Anhuma yang berkata:

بَلَغَنِي حَدِيثٌ عَنْ رَجُلٍ سَمِعَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاشْتَرَيْتُ بَعِيرًا ثُمَّ شَدَدْتُ عَلَيْهِ رَحْلِي فَسِرْتُ إِلَيْهِ شَهْرًا

Telah sampai kepadaku suatu hadis dari seseorang yang mendengarnya dari Rasulullah ﷺ. Maka, saya membeli unta, lalu saya ikat kencang (perbekalanku) padanya, dan saya lakukan perjalanan menemuinya selama satu bulan, (Musnad Ahmad: 15464).

PELAJARAN

1 – Disyariatkannya rihlah dalam mencari ilmu,

2 – Tingginya ambisi para sahabat dalam mencari ilmu,

3 – Bersemangatnya para sahabat dalam mencari sanad yang tinggi,

4 – Anjuran untuk  bersegera mendapatkan ilmu.

عَدَمُ الْجُلُوسِ وَسْطَ الْحَلْقَةِ

Tidak Duduk di Tengah Lingkaran

إِذَا تَحَلَّقَ الطُّلَّابُ حَلْقَةً فَلَا تَقْعُدْ وَسْطَهَا لِمَا رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ: حَسَنٌ صَحِيحٌ عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ أَنَّ رَجُلًا قَعَدَ وَسْطَ حَلْقَةٍ، فَقَالَ حُذَيْفَةُ

Apabila para pelajar telah duduk membuat lingkaran, jangan duduk di tengah-tengahnya, karena At-Tirmizi meriwayatkan suatu hadis yang menurut beliau statusnya Hasan Sahih dari Abu Mijlazbahwa seseorang duduk di tengah-tengah halaqah, maka sahabat Hudzaifah Radhiyallahu Anhu berkata:

مَلْعُونٌ عَلَى لِسَانِ مُحَمَّدٍ أَوْ لَعَنَ اللَّهُ عَلَى لِسَانِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَعَدَ وَسْطَ الْحَلْقَةِ

Terlaknat berdasarkan lisan Muhammad, atau Allah melaknat seseorang melalui lisan Muhammad ﷺ, siapa saja yang duduk di tengah-tengah halaqah, (Sunan At-Tirmizi: 2753).

Mengapa? Disebutkan di dalam Syarah Sunan Abu Dawud li Ibni Ruslan, “Ini merujuk pada seseorang yang datang ke suatu majelis dan melangkahi pundak orang-orang yang sudah hadir. Dia tidak duduk di baris terakhir majelis tersebut. Alhasil, dia pantas mendapat laknat karena mengganggu orang yang sudah hadir.”

Laknat di sini maksudnya seseorang tidak berdosa jika merasa terganggu/terzalimi lalu mendoakan keburukan kepada orang yang mengganggu/berbuat zalim.

PELAJARAN

1 – Peringatan supaya tidak duduk di tengah-tengah halaqah,

2 – Hendaknya seorang muslim mempertimbangkan perasaan saudaranya,

3 – Syariat Islam ini begitu komprehensif, mencakup seluruh sektor kehidupan.

عَدَمُ الشِّبَعِ

Tidak Terlalu Kenyang

يَنْبَغِي لِطَالِبِ الْعِلْمِ أَنْ يَقْتَصِدَ فِي الطَّعَامِ، فَلَا يَأْكُلُ حَتَّى يَشْبَعَ لِأَنَّ الشِّبَعَ يُثْقِلُ الْبَدَنَ، وَيُقَلِّلُ الْفَهْمَ، وَيُفْسِدُ الذِّهْنَ

Hendaknya seorang penuntut ilmu bersikap pertengahan dalam urusan makan, tidak makan sampai terasa kenyang, karena kekenyangan akan menjadikan badan terasa berat, menurunkan tingkat kepemahaman, serta merusak akal.

فَقَدْ رَوَى التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ: حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِ يَكْرِبَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ

Imam At-Tirmizi meriwayatkan suatu hadis yang menurut beliau berstatus Hasan Sahih dari Miqdam bin Ma’di Yakrib Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa beliau mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ

Tidak ada wadah yang lebih buruk untuk diisi selain wadah berupa perut. Sebenarnya, cukup bagi manusia beberapa suap saja untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak bisa (menahan nafsu untuk makan sampai kenyang), maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumnya dan sepertiga untuk nafasnya, (Sunan At-Tirmizi: 2380).

BACA JUGA:  Menjenguk Orang Sakit – Dalil, Hukum, dan Pahala

Suhnun bin Said At-Tanukhi – seorang ulama mazhab Maliki, berkata:

لَا يَصْلُحُ الْعِلْمُ لِمَنْ يَأْكُلُ حَتَّى يَشْبَعَ

Ilmu itu tidak cocok untuk orang yang makan sampai kenyang, (Jami’u Bayanil Ilmi wa Fadhlihi: 1/411).

PELAJARAN

1 – Peringatan supaya tidak terlalu kenyang

2 – Hendaknya penuntut ilmu tidak terlalu banyak makan

3 – Sebenarnya cukup bagi seseorang untuk makan beberapa suap saja, jika sekadar untuk menegakkan tulang punggung

4 – Jika seseorang tidak kuat menahan makan sampai kenyang, hendaknya membagi perutnya jadi tiga bagian, seperti disebutkan di dalam hadis.

التَّثَبُّتُ فِي الْفُتْيَا

Memverifikasi Fatwa

يَنْبَغِي لِطَالِبِ الْعِلْمِ أَنْ يَعْلَمَ أَنَّ الْفَتْوَى فِي الدِّينِ مَسْؤُولِيَّةٌ عَظِيمَةٌ، فَعَلَيْهِ أَنْ يَدْفَعَهَا عَنْ نَفْسِهِ مَا اسْتَطَاعَ إلَى ذَلِكَ سَبِيلًا

Hendaknya seorang penuntut ilmu sadar betul bahwa fatwa dalam masalah agama adalah tanggung jawab yang begitu besar urgensinya. Maka, wajib baginya untuk berusaha semaksimal mungkin.

رَوَى أَبُو دَاوُد بِسَنَدٍ حَسَنٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّ

Imam Abu Dawud meriwayatkan dengan sanad yang hasan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ أُفْتِيَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ إِثْمُهُ عَلَى مَنْ أَفْتَاهُ

Siapa saja yang diberi fatwa, padahal fatwa itu tidak berlandaskan ilmu, maka dosanya ditanggung oleh orang yang mengeluarkan fatwa, (Sunan Abu Dawud: 3657).

PELAJARAN

1 – Anjuran untuk memverifikasi fatwa

2 – Tidak boleh berfatwa pada sesuatu yang tidak diketahui

اَلِابْتِعَادِ عَنْ الْمَعَاصِي

Menjauhi Maksiat

Allah ta’ala berfirman:

وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarimu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, (QS Al-Baqarah: 282).

PELAJARAN:

1 – Allah selalu menjelaskan tentang hukum-hukum syariatNya, (Tafsir Muharar)

2 – Secara default, manusia itu aslinya tidak tahu, maka datanglah ilmu kepadanya sehingga dia menjadi tahu, (Idem).

Allah ta’ala juga berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَل لَّكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

Hai orang-orang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar, (QS Al-Anfal: 29).

BACA JUGA:  9 Cara Khusyuk dalam Sholat

PENJELASAN

Tertulis di dalam Tafsir Muharar, “Wahai orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah dengan memenuhi perintahNya, menghindari laranganNya, serta menahan diri dari berkhianat kepada Allah, kepada Rasul, atau mengkhianati amanat yang diberikan kepada kalian, niscaya Allah akan menjadikan kalian orang yang berilmu, yang bisa membedakan baik dan buruk, juga akan memberikan kalian jalan keluar dari berbagai masalah duniawi.”

Juga di sana tertulis, “Setiap orang yang bertakwa akan diberi Furqan (ilmu).

PELAJARAN

1 – Wajibnya bertakwa kepada Allah ta’ala

2 – Besarnya kedudukan takwa

3 – Di antara cara belajar adalah dengan menjauhi maksiat

4 – Penegasan tentang sifat Al-Ilmu pada Allah ta’ala

5 – Kesempurnaan ilmu Allah ta’ala

6 – Balasan sesuai dengan pekerjaan

7 – Takwa kepada Allah adalah salah satu sebab diampuninya dosa

8 – Besarnya karunia Allah ta’ala. Wallahua’lam

Karangasem, 19 September 2024

Irfan Nugroho (Semoga Allah mengampuni, merahmati, dan menempatkan ibunya di surga. Amin)

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button