Adab

Adab Makan: Makan dari Pinggir Piring

Pembaca yang semoga dirahmati Allah ta’ala, ketika membahas adab makan, Syaikh Wahid Abdussalam Bali hafizahullah di dalam kitab beliau Sahihul Adab Al-Islamiyah menulis:

الأكل من جوانب القصعة أو الطبق

“Makan dari pinggir nampan atau piring.”

HADIS 347

Imam Abu Dawud meriwayatkan dengan sanad hasan dari Abdullah bin Busyr Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa Nabi ﷺ memiliki suatu baskom. Beliau menamai nampan itu dengan “Al-Garraa-u.” Nampan itu biasa diangkat oleh empat orang laki-laki.

فَلَمَّا أَضْحَوْا وَسَجَدُوا الضُّحَى أُتِيَ بِتِلْكَ الْقَصْعَةِ يَعْنِي وَقَدْ ثُرِدَ فِيهَا فَالْتَفُّوا عَلَيْهَا

Ketika masuk waktu duha, dan orang-orang telah sujud duha, nampan tersebut dihadirkan dan telah diisi penuh dengan Tsarid (semacam selai atau kuah untuk olesan roti daging).

فَلَمَّا كَثَرُوا جَثَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Ketika banyak orang mengerumuni sajian tersebut, Rasulullah ﷺ duduk “Jatsaa” (Duduk di atas lutut karena ruang/tempat untuk mengerumuni sajian tersebut sempit, sehingga dengan duduk seperti itu bisa memberi ruang kepada orang lain).

Melihat Rasulullah ﷺ duduk seperti itu, seorang warga Arab pedalaman bertanya:

مَا هَذِهِ الْجِلْسَةُ

“Ini duduk apaan?” Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ اللَّهَ جَعَلَنِي عَبْدًا كَرِيمًا وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا عَنِيدًا

“Sungguh Allah telah menjadikan aku seorang hamba yang mulia, bukan hamba yang keras lagi pembangkang.” Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda:

كُلُوا مِنْ حَوَالَيْهَا وَدَعُوا ذِرْوَتَهَا يُبَارَكْ فِيهَا

“Hendaknya kalian makan dari pinggir dan mengakhirkan bagian yang tengah dan tinggi, karena itu adalah sebab keberkahan,” (Sunan Abu Dawud: 3773).

PENJELASAN HADIS 347

“Ketika masuk waktu duha”, yang dimaksud ‘waktu duha’ adalah sekitar 15 menit setelah terbitnya matahari.

“Sujud duha” maksudnya mereka melakukan salat duha.

Perkataan orang Arab pedalaman, “Ini duduk apaan?” itu maksudnya merendahkan cara duduknya Nabi ﷺ, seolah-olah tidak mau duduk seperti itu.

Sabda Nabi ﷺ, ‘Hamba yang mulia’, maksudnya hamba yang tawaduk, karena duduk seperti itu (di atas lutut) adalah lebih dekat kepada sikap tawaduk. Apabila dalam suatu acara makan bersama dan kita duduk seperti itu, orang lain lebih mudah untuk ikut bergabung karena lingkaran di sekitar hidangan jadi lebih longgar.

BACA JUGA:  5 Hal Agar Dekat dengan Surga dan Jauh dari Neraka

Sabda Nabi ﷺ, ‘jabbaran’ atau keras maksudnya:

مُتَكَبِّرًا مُتَمَرِّدًا

“sombong lagi suka membangkang.”

Sabda Nabi ﷺ, ‘aniidan’ artinya:

مُعَانِدَا جَائِرَا عَنِ الْقَصْدِ، وَأَدَاءَ الْحَقِّ مَعَ عِلْمِهِ بِهِ

Orang yang suka menentang, sengaja tidak adil dalam pemberian hak, padahal tahu bahwa itu tidak adil.

Sabda Nabi ﷺ, ‘Makanlah dari pinggir” maksudnya:

لِيَأْكُلْ كُلُّ وَاحِدٍ مِمَّا يَلِيهِ مِنْ أَطْرَافِ الْقَصْعَةِ

“Hendaknya setiap orang makan dari sisi yang dekat dengannya, dari pinggir nampan.”

Syaikh Wahid Abdussalam Bali hafizahhullah ketika menjelaskan tentang “Dzurwah” berkata:

(۱) ذُرْوَتُهَا: الذُّرْوَةُ بِالضَّمِّ وَالْكَسْرِ أَعْلَى الشَّيْءِ وَالْمُرَادُ الْوَسَطُ.

Bagian puncak atau paling tinggi dari sesuatu, dan yang dimaksud adalah tengahnya.

HADIS 348

Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad sahih dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda:

كُلُوا فِي الْقَصْعَةِ مِنْ جَوَانِبِهَا وَلَا تَأْكُلُوا مِنْ وَسَطِهَا فَإِنَّ الْبَرَكَةَ تَنْزِلُ فِي وَسَطِهَا

“Makanlah dari pinggir nampan. Jangan makan dari tengah nampan, karena berkahnya makanan itu turun di bagian tengahnya,” (Musnad Ahmad: 2439).

Syaikh Wahid Abdussalam Bali hafizahhullah ketika menjelaskan tentang barokah berkata:

(۲) وَالْبَرَكَةُ: النَّمَاءُ وَالزِّيَادَةُ وَمَحَلُّهَا الْوَسَطُ فَاللَّائِقُ إِبْقَاؤُهُ إِلَى آخِرِ الطَّعَامِ لِبَقَاءِ الْبَرَكَةِ وَاسْتِمْرَارِهَا وَلَا يَحْسُنُ إِفْنَاؤُهُ وَإِزَالَتُهُ.

“Barokah artinya tumbuh dan berkembang. Tempatnya di tengah. Dianjurkan untuk mengakhirkan makan bagian tengah suatu hidangan agar keberkahan itu tetap ada dari awal hingga akhir. Maka tidak baik jika menghilangkan keberkahan itu (di awal makan).”

PENJELASAN HADIS 348

Yang dimaksud dengan keberkahan adalah bertambahnya kebaikan. Artinya, keberkahan itu turun di bagian tengah nampan. Jadi apabila suatu hidangan mulai dimakan dari bagian tengah, keberkahannya tidak akan turun.

PELAJARAN

Beberapa hukum atau pelajaran yang bisa disimpulkan dari dua hadis di antas di antaranya:

اسْتِحْبَابُ الْأَكْلِ مِنْ جَوَانِبِ الطَّبَقِ

Hukumnya mustahab atau disukai atau sunnah untuk makan dari pinggir nampan atau piring

اسْتِحْبَابُ صَلَاةِ الضُّحَى

Hukumnya mustahab atau disukai atau sunnah untuk melakukan salat duha

مَشْرُوعِيَّةُ تَسْمِيَةِ الْأَوَانِي

Disyariatkannya memberi nama pada barang

عَظِيمٌ تَوَاضُعُ النَّبِيِّ

Besarnya sifat tawaduk Nabi ﷺ

مَشْرُوعِيَّةُ الْجَثْوِ عَلَى الرُّكْبَتَيْنِ عِنْدَ الِازْدِحَامِ عَلَى الطَّعَامِ

Disyariatkannya duduk di atas lutut ketika berkumpul dengan orang banyak untuk makan

النَّهْيُ عَنِ الْأَكْلِ مِنْ أَعْلَى وَوَسَطِ الطَّبْقِ

Larangan makan dari bagian yang tinggi di tengah nampan

الْحَثّ عَلَى الْأَكْلِ مِنْ جَوَانِبِ الطَّبَقِ، وَتَرْكُ الْوَسَطِ

Anjuran untuk makan dari pinggir piring dan mengakhirkan yang tengah

كمَالُ الشَّرِيعَةِ الْإِسْلَامِيَّةِ وَشُمُولِيَّتُهَا لِكَافَّةِ مَنَاحِي الْحَيَاةِ

Lengkapnya syariat Islam dalam semua aspek kehidupan.

BACA JUGA:  Sahihul Adab: Adab kepada Orang Tua

Kitab: Al-Laaliu Al-Bahiyyatu Syarah Sahihul Adab Al-Islamiyah

Karya: Syaikh Khalid Mahmud Al-Juhani

Penerjemah: Irfan Nugroho (Staf Pengajar di Pondok Pesantren Tahfizhul Quran At-Taqwa Sukoharjo)

Irfan Nugroho

Guru TPA di masjid kampung. Mengajar di Pondok Pesantren Tahfizhul Quran At-Taqwa Nguter Sukoharjo. Penerjemah profesional dokumen legal atau perusahaan untuk pasangan bahasa Inggris - Indonesia dan penerjemah amatir bahasa Arab - Indonesia. Alumni Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) tahun 2008 dan 2013.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button