Fiqih

Fikih Dorar: Hukum Berobat Kitab Janaiz Bagian 01

Pembaca rahimakumullah, berikut adalah artikel hukum berobat yang kami terjemahkan dari Kitab Janaiz bagian pertama dari Ensiklopedia Fikih Dorar Saniyah. Semoga bermanfaat. Teruskan membaca!

حُكمُ التَّداوي

HUKUM BEROBAT

اختلفَ أهلُ العِلْمِ في حكمِ التَّداوي على قولَيْنِ:

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berobat menjadi dua pendapat:

A – BEROBAT HUKUMNYA MUBAH

القَوْلُ الأوَّلُ: يُباحُ التَّداوي، وهو مَذهَبُ الجُمهورِ: الحَنفيَّة والمالِكيَّة، والحَنابِلَة.

Pendapat pertama: Berobat itu mubah (boleh), dan ini adalah mazhab mayoritas ulama, yaitu Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah.

الأدلَّة من السُّنَّة:

Dalil-dalil dari sunnah:

عن أبي هُريرةَ رَضِيَ اللهُ عنه، عن النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، قالَ: ((ما أنزلَ اللهُ داءً إلَّا أنزلَ له شِفاءً))

1 – Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: “Allah tidak menurunkan penyakit kecuali juga menurunkan penyembuhnya,” (Sahih Bukhari: 5678).

عن جابرٍ رَضِيَ اللهُ عنه، عن النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، أنَّه قال: ((لِكُلِّ داءٍ دواءٌ، فإذا أُصيبَ دواءُ الداءِ، بَرِئَ بإذنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ))

2 – Dari Jabir رضي الله عنه, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: “Setiap penyakit ada obatnya. Jika obatnya tepat mengenai penyakit tersebut, maka sembuhlah dengan izin Allah عزَّ وَجَلَّ,” (Sahih Muslim: 2204).

عن أبي هُريرةَ رَضِيَ اللهُ عنه، أنَّه سَمِعَ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يقولُ: ((في الحَبَّةِ السَّوْدَاءِ شِفاءٌ من كُلِّ داءٍ إلَّا السَّامَ))

3 – Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Dalam habbatus sauda’ terdapat penyembuh bagi segala penyakit kecuali as-sam.” Ibnu Syihab berkata, “As-sam adalah kematian, dan habbatus sauda’ adalah jintan hitam,” (Sahih Bukhari: 5688. Sahih Muslim: 2215).

عن ابنِ بُحَينَةَ رَضِيَ اللهُ عنه، قال: ((احتَجَمَ النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، وهو مُحْرِمٌ بِلَحْيِ جَمَلٍ في وَسَطِ رَأْسِهِ))

4 – Dari Ibnu Buhainah رضي الله عنه, ia berkata: “Nabi ﷺ berbekam saat ihram di tengah kepalanya menggunakan tulang unta,” (Sahih Bukhari: 1836. Sahih Muslim: 1203).

عن سَعيدِ بنِ زَيدٍ رَضِيَ اللهُ عنه، عن النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، قال: ((الكَمْأَةُ مِنَ المَنِّ، وماؤُها شِفاءٌ للْعَيْنِ))

5 – Dari Sa’id bin Zaid رضي الله عنه, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: “Cendawan termasuk manna, dan airnya adalah obat untuk mata,” (Sahih Bukhari: 4478. Sahih Muslim: 2049).

عن عائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عنها، سَمِعْتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يقولُ: ((التَّلْبِينَةُ مَجَمَّةٌ لِفُؤادِ المَريضِ، تُذْهِبُ بَعضَ الحُزْنِ))

6 – Dari Aisyah رضي اللهُ عنها, ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Talbinah (sejenis bubur gandum) menenangkan hati orang yang sakit dan menghilangkan sebagian kesedihan,'” (Sahih Bukhari: 5417. Sahih Muslim: 2216).

وَجهُ الدَّلالةِ مِن هذه الأحاديثِ:

Kandungan dalil dari hadis-hadis ini:

أنَّ فيها إثباتَ الطِّبِّ والعلاجِ، وإباحةَ التَّداوي

Bahwa hadis-hadis ini menunjukkan adanya pengakuan terhadap pengobatan dan perawatan, serta membolehkannya.

عن عَوفِ بنِ مالكٍ رَضِيَ اللهُ عنه، قالَ: ((كنَّا نَرْقِي في الجاهليَّة، فقلنا: يا رسولَ اللهِ، كيف ترى في ذلك؟ فقالَ: اعْرِضوا عليَّ رُقاكم، لا بَأسَ بالرُّقَى ما لم يكُنْ فيه شِرْكٌ))

7 – Dari ‘Auf bin Malik رضي الله عنه, ia berkata: “Kami dahulu melakukan ruqyah pada masa jahiliyah, lalu kami berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu tentang itu? Maka beliau bersabda: ‘Tunjukkan kepadaku ruqyah kalian. Tidak mengapa melakukan ruqyah selama tidak mengandung kesyirikan,'” (Sahih Muslim: 2200).

وَجهُ الدَّلالةِ:

Kandungan dalil:

أنَّ قَولَهُ: ((لا بَأْسَ)) يَقتَضي الإباحةَ

Bahwa perkataan beliau “tidak mengapa” menunjukkan kebolehan.

BACA JUGA:  Fikih Dorar Saniyah: Salat Istikharah – Hukum, Dalil, dan Cara

B – BEROBAT HUKUMNYA MUSTAHAB

القَوْلُ الثَّاني: يُستَحَبُّ التَّداوي، وهو مَذهَبُ الشَّافعيَّة وجُمهورِ السَّلَفِ، وعامَّة الخَلَفِ، وهو قَوْلُ ابنِ بازٍ.

Pendapat kedua: Berobat itu dianjurkan (sunnah), dan ini adalah mazhab Syafi’iyah, mayoritas salaf dan khalaf, serta pendapat Ibnu Baz.

الأدلَّة:

Dalil-dalil:

أوَّلًا: من السُّنَّة

Pertama: dari sunnah

عن أُسامةَ بنِ شَريكٍ رَضِيَ اللهُ عنه، قالَ: ((قالَتِ الأعرابُ: يا رسولَ اللهِ، ألَا نَتَداوَى؟ قالَ: نَعمْ، يا عِبادَ اللهِ تَدَاوَوْا؛ فإنَّ اللهَ لم يَضَعْ داءً إلَّا وَضَعَ لهُ شِفاءً، أو قالَ: دَواءً إلَّا داءً واحِدًا. قالوا: يا رسولَ اللهِ، وما هوَ؟ قالَ: الهَرَمُ))

1 – Dari Usamah bin Syarik رضي الله عنه, ia berkata: “Orang-orang Arab berkata: Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat? Beliau menjawab: ‘Iya, wahai hamba Allah, berobatlah kalian, karena Allah tidak meletakkan suatu penyakit melainkan Allah juga meletakkan penyembuhnya, atau obatnya, kecuali satu penyakit.’ Mereka bertanya: ‘Apa itu?’ Beliau menjawab: ‘Kematian,'” (Sunan Abu Dawud: 3855. Sunan At-Tirmizi: 2038. Sunan Ibnu Majah: 3436. Musnad Ahmad: 18454).

عن جابِرٍ رَضِيَ اللهُ عنه، قالَ: ((كانَ لي خالٌ يَرْقِي من العَقْربِ، فنهى رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم عن الرُّقَى، قالَ: فأتاه، فقالَ: يا رسولَ اللهِ، إنَّكَ نَهيْتَ عن الرُّقَى، وأنا أَرْقي مِنَ العَقْرَبِ، فقالَ: مَنِ استطاعَ منكم أن يَنفَعَ أخاهُ فلْيَفعَلْ))

2 – Dari Jabir رضي الله عنه, ia berkata: “Aku memiliki paman yang meruqyah karena sengatan kalajengking, lalu Rasulullah ﷺ melarang ruqyah. Ia mendatangi beliau dan berkata: Wahai Rasulullah, engkau melarang ruqyah, padahal aku meruqyah karena sengatan kalajengking. Maka beliau bersabda: ‘Barangsiapa yang mampu memberi manfaat kepada saudaranya, hendaklah ia melakukannya,'” (Sahih Muslim: 2199).

عن أبي سعيدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عنهُ، قالَ: ((جاءَ رَجُلٌ إلى النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فقالَ: إنَّ أَخي اسْتُطْلِقَ بَطْنُهُ، فقالَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: اسْقِهِ عَسَلًا. فَسَقاهُ، ثُمَّ جاءَهُ، فقالَ: إنِّي سَقَيْتُهُ عَسَلًا، فَلَمْ يَزِدْهُ إلَّا اسْتِطْلاقًا، فقالَ لهُ ثَلاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ جاءَ الرَّابِعَةَ، فقالَ: اسْقِهِ عَسَلًا. فقالَ: لَقَدْ سَقَيْتُهُ فَلَمْ يَزِدْهُ إلَّا اسْتِطْلاقًا، فقالَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: صَدَقَ اللهُ، وَكَذَبَ بَطْنُ أَخيكَ. فَسَقاهُ فَبَرَأَ))

3 – Dari Abu Sa’id al-Khudri رضي الله عنه, ia berkata: “Seorang laki-laki datang kepada Nabi ﷺ, lalu berkata, ‘Saudaraku sakit perut (diare).’ Maka Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Berilah ia madu.’ Ia pun memberinya madu, lalu datang lagi dan berkata, ‘Aku telah memberinya madu, tetapi justru semakin parah diare-nya.’ Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya sebanyak tiga kali, kemudian pada yang keempat, beliau bersabda, ‘Berilah ia madu.’ Orang itu pun berkata, ‘Aku telah memberinya madu, tetapi justru semakin parah diare-nya.’ Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Allah benar, sedangkan perut saudaramu yang berbohong.’ Maka orang itu kembali memberi madu, lalu saudaranya pun sembuh,” (Sahih Bukhari: 5716. Sahih Muslim: 2217).

عن ابنِ شِهابٍ، قالَ: أخبَرَني أبو سَلَمَةَ، وسعيدُ بنُ المُسَيِّبِ أنَّ أبا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عنهُ أخبَرَهُما أنَّهُ سَمِعَ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يقولُ: ((في الحَبَّةِ السَّوْداءِ شِفاءٌ مِنْ كُلِّ داءٍ إلَّا السَّامَ)) قالَ ابنُ شِهابٍ: والسَّامُ: المَوْتُ، والحَبَّةُ السَّوْداءُ: الشُّونِيزُ

4 – Dari Ibnu Syihab, ia berkata: “Abu Salamah dan Sa’id bin al-Musayyib mengabarkan kepadaku bahwa Abu Hurairah رضي الله عنه mengabarkan kepada mereka berdua bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Di dalam habbatus sauda’ terdapat penyembuh untuk setiap penyakit, kecuali as-sam.’ Ibnu Syihab berkata, ‘As-sam adalah kematian, dan habbatus sauda’ adalah jintan hitam,'” (Sahih Bukhari: 5688. Sahih Muslim: 2215).

عن ابنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عنهُما، يقولُ: ((احْتَجَمَ النَّبِيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وهو مُحْرِمٌ))

5 – Dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما, ia berkata, “Nabi ﷺ berbekam ketika sedang ihram,” (Sahih Bukhari: 5695. Sahih Muslim: 1202)

وَجْهُ الدَّلالَةِ مِن هذِهِ الأحاديثِ:

Kandungan dalil dari hadis-hadis ini:

أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم أمَرَ بذلك وأرْشَدَ إلَيْهِ وَفَعَلَهُ، كما في النُّصوصِ السابِقَةِ؛ مِمَّا دَلَّ على اسْتِحْبابِهِ

Pertama: Bahwa Nabi ﷺ memerintahkannya, menganjurkannya, dan melakukannya, sebagaimana terdapat dalam teks-teks sebelumnya, yang menunjukkan bahwa itu dianjurkan.

ثانِيًا: أنَّ المَرِيضَ يَكُونُ ضَيِّقَ النَّفْسِ، لا يَقُومُ بِما يَنبَغِي أنْ يَقُومَ بِهِ مِنَ الطَّاعَاتِ، وَإذا عافاهُ اللهُ انْشَرَحَ صَدْرُهُ وانْبَسَطَت نَفْسُهُ، وقامَ بما يَنبَغِي أنْ يَقُومَ بِهِ مِنَ العِباداتِ، فَيَكُونُ الدَّواءُ إذًا مُرادًا لِغَيْرِهِ، فَيُسَنُّ

Kedua: Sesungguhnya orang yang sakit biasanya mengalami sesak di dada (tertekan), sehingga ia tidak dapat melakukan ketaatan sebagaimana mestinya. Ketika Allah memberinya kesembuhan, dadanya akan lapang dan jiwanya akan kembali tenang, sehingga ia dapat menjalankan ibadah yang seharusnya. Maka, obat menjadi sarana untuk tujuan lain, sehingga dianjurkan (disunnahkan).

ثَالِثًا: أنَّ في التَّداوِي اسْتِمْساكًا لِما خَلَقَهُ اللهُ مِنَ الأَسْبابِ النَّافِعَةِ، وجَعَلَهُ مِن سُنَّتِهِ في عِبادِهِ

Ketiga: Dalam berobat terdapat pemanfaatan dari sebab-sebab yang bermanfaat yang diciptakan Allah, dan Dia telah menjadikannya sebagai sunnah (aturan) dalam kehidupan hamba-hamba-Nya. Wallahua’lam

BACA JUGA:  Zina dan Riba Penyebab Azab Allah

Karangasem, 5 November 2024
Irfan Nugroho (Semoga Allah mengampuni, merahmati, dan menempatkan ibunya di surga. Aamiin).

===

Catatan tentang hukum berobat:

جاءَ في قَرارِ مَجمعِ الفِقهِ الإسلاميِّ أنَّ الأَصلَ في حُكمِ التَّداوي أنَّه مَشروعٌ، لكن تَختلِفُ أَحكامُ التَّداوي باختِلافِ الأَحوالِ والأَشخاصِ:

Disebutkan dalam keputusan Majelis Fikih Islam bahwa hukum asal pengobatan adalah diperbolehkan (masyrū‘), tetapi hukum pengobatan berbeda-beda tergantung pada situasi dan individu.

فيَكونُ واجِبًا على الشَّخصِ إذا كان تَركُه يُفضي إلى تَلَفِ نَفسِه، أو أَحَدِ أَعضائِه أو عَجْزِه، أو كان المَرَضُ يَنتَقِلُ ضَرَرُه إلى غَيرِه كالأمراضِ المُعْدِيَةِ

Hukum pengobatan menjadi wajib bagi seseorang jika meninggalkannya dapat menyebabkan hilangnya nyawa, hilangnya salah satu anggota tubuh, atau kecacatan, atau jika penyakit tersebut dapat menular ke orang lain seperti penyakit menular.

ويَكونُ مَندوبًا إذا كان تَركُه يُؤدِّي إلى ضَعفِ البَدَنِ، ولا يَترتَّبُ عليه ما سَبَقَ في الحالةِ الأُولى

Pengobatan menjadi dianjurkan (mandūb) jika meninggalkannya dapat menyebabkan kelemahan tubuh, tanpa menyebabkan risiko seperti dalam kondisi pertama.

ويَكونُ مُباحًا إذا لم يَندَرِجْ في الحالَتَينِ السَّابِقَتَينِ، ويَكونُ مَكرُوهًا إذا كان بِفِعلٍ يُخافُ مِنه حُدوثُ مُضاعَفاتٍ أَشَدَّ مِن العِلَّةِ المُرادِ إزالتُها.

Pengobatan menjadi mubah (dibolehkan) jika tidak termasuk dalam dua kondisi sebelumnya.
Sedangkan, pengobatan menjadi makruh jika ada kekhawatiran pengobatan tersebut akan menyebabkan komplikasi yang lebih parah daripada penyakit yang ingin dihilangkan. Lihat: Majalah Majma‘ (Edisi: 7) (3/563).

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button