Dimana Rasa Malumu, Nak…?
Oleh Irfan Nugroho
Dalam sebuah pelajaran agama Islam, seorang siswa ditunjuk oleh sang guru untuk membacakan satu petikan ayat suci Al-Quran secara nyaring di dalam keras.
Dan tak disangka bahwa siswa kelas tiga tersebut tenyata belum mampu membaca Quran, sedang dirinya hafal dan fasih menyanyikan lagu-lagu barat.
Di lain cerita, seorang pemudi siswa sekolah menengah sedang berbunga-bunga lantaran sang bintang kelas yang dinilai paling cakep secara fisik di kelas ‘jadian’ dengannya.
Tak ayal kemudian sang pemudi tersebut mengubah status facebooknya menjadi ‘In relationship with sang bintang kelas’ dan mengganti ‘Profile Name’-nya dengan menyandingkan namanya dan nama sang bintang kelas tersebut.
Penyelidikan mendalam dilakukan terhadap akun facebook sang pemudi tersebut dan ternyata, menuliskan ejaan agamanya pun salah. Dari yang seharusnya ditulis “ISLAM” ternyata dia pun menulis “MOESLEM” sebagai agamanya.
Di lain fragmen, seorang ‘ababil’ (ABG Labil) dengan ‘istiqamah’ menuliskan semua yang ia rasakan dan ia alami – entah itu baik atau buruk – di dinding facebook-nya setiap menit, setiap jam hingga membuat teman-teman facebook-nya merasa ‘ill-feel’ dan memutuskan untuk ‘tidak berlangganan’ (unsubscribe) dengannya.
Dan tak ayal lagi betapa banyak pemuda dan pemudi ababil yang saya temui dengan tanpa rasa malu memajang foto mereka bersanding dengan sang pacar di foto profil facebook.
Bahkan, naudzubillah, memajang foto mereka yang sedang ciuman dengan pacar.
Kemudian, nak… Dimana rasa malumu?
Tidak sampaikah kepadamu nasihat Rasulullah 15 abad yang lalu, “Sifat malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan,” (Hadist ini diriwayatkan oleh lima Imam sekaligus – Mutafaq Alaihi – loch…)???
Atau jangan-jangan engkau kini sudah tidak memiliki rasa malu untuk berbuat dzalim terhadap dirimu sendiri?
Maka ingatlah bahwa Rasulullah pernah menyindirmu, nak… Dengan sindiran yang sangat halus, “Bila kamu tidak memiliki rasa malu, berbuatlah sesukamu,” (Hadist ini shahih banget karena diriwayatin oleh Imam Bukhari).
Nak, ketahuilah bahwa “Sifat malu itu baik semua akibatnya,” (Hadist Riwayat Imam Muslim).
Tentu yang harus engkau ketahui bahwa malu di sini adalah malu berbuat dzalim, malu berbuat maksiat, bukan justru malu berbuat kebaikan di jalan Allah!
Nak, sungguh aku amati bahwa kini paradigma malu telah berubah di antaramu.
Kebanyakan darimu malu pergi ke Masjid lantaran khawatir disindir ‘sok alim’ atau ‘udah taubat, yah?’ namun engkau justru percaya diri bermain bola ketika waktu shalat telah tiba.
Nak, terutama yang wanita… Engkau tanpa rasa malu memerkan pahamu untuk konsumsi public dengan senantiasa ‘istiqamah’ mengenakan ‘hot pant’ kemana pun engkau pergi.
Nak, engkau bangga mengenakan pakaian mirip seperti artis-artis luar negeri atau dalam negeri, meneladani cara mereka berpakaian meski kenyataan menunjukkan bahwa engkau justru terlihat norak dengan pakaian seperti itu.
Ketahuilah, nak… “Kalau kamu tidak malu kepada Allah dalam melakukan kemungkaran dan kemaksiatan itu, terserahlah, kamu boleh melakukan apa-apa yang kamu inginkan dan sesuka hatimu. Tetapi ingatlah bahwa setiap sesuatu itu ada balasannya, baik di dunia ataupun di akhirat,” (Perkataan Imam An-Nawawi ketika menjelaskan Bab “Malu Dan Keutamaannya Dan Menganjurkan Untuk Berakhlak Dengan Sifat Malu Itu” di Kitab Riyadhus Shalihin). (26 Shafar 1433 H)