Aqidah

Arti Namaste dalam Perspektif Islam

 

Pembaca rahimakumullah, sejak musim pan demi, kita disuguhkan dengan alternatif pengganti jabat tangan, yaitu salam namaste. Sebagai seorang muslim, kita juga mesti jeli dengan trend salam seperti ini. Itulah mengapa di sini kita akan membahas arti namaste dan bagaimana namaste dalam pandangan Islam. Teruskan membaca!

Arti Nameste

KV Singh di dalam Hindu Rites and Rituals: Origins and Meanings mengatakan bahwa namaste atau namaskar atau namaskaram adalah adat orang Hindu dalam mengekspresikan salam hormat kepada satu orang atau sekelompok orang.

Tak hanya itu, salam namaste biasa diucapkan dengan sedikit membungkukkan badan, menelungkupkan kedua telapak tangan, jari-jari mengarah ke atas, jempol mendekat ke dada. Gestur ini, menurut Gautam Chatterjee, disebut anjali mudra, lalu jika dilakukan sambil berdiri disebut pranamasana, (Sacred Hindu Symbols).

Namaste berasal dari dua kata, Namas dan te. Keduanya berasal dari bahasa Sansekerta. Di dalam literatur kitab Weda, Namas-krita dan istilah terkait lainnya muncul di dalam kitab Rigveda, seperti Vivaha Sukta, ayat 10.85.22, yang bermakna “penyembahan, pujian.”

Istilah lain dari Namaste, yaitu Namaskara, muncul dengan arti “seruan pemujaan, penghormatan, salam, dan sembahyang.” Ini bisa ditemukan di dalam Atharvaveda, Taittiriya Samhita, dan Aitareya Brahmana.

Jadi, arti namaste sangat identik dengan ritual sembahyang agama Hindu. Menurut Stephen H. Phillips dalam Yoga, Karma, and Rebirth: A Brief History and Philosophy, Namaste artinya “pujian terhadap adanya unsur anak dewa di dalam hati Anda.”

Salam Namaste dalam Islam

Lalu bagaimana syariat islam memandang tentang hal ini? Pertanyaan ini pernah diajukan kepada Syaikh Abdullah Al-Faqih Asy-Syinqitti, ulama yang menjadi mufti di Yayasan Asy-Syabakah Al-Islamiyah Qatar. Berikut terjemahan lengkap fatwa beliau:

Pertanyaan:

Saya pernah bertemu dengan beberapa non-muslim yang tinggal di Qatar, Bahrain, dan negara-negara muslim lainnya dan mendapati mereka menggunakan kata-kata seperti insya Allah dan Alhamdulillah ketika berbicara dengan teman-teman muslim mereka. Apakah hal ini diperbolehkan dan bisa diterima? Karena mereka berpikir bahwa itu hanya sekadar bahasa, tidak lebih. Jadi, dengan memakai teori ini, bolehkan saya sebagai seorang muslim menyapa seorang Hindu dengan mengucapkan Namaste?
 

Jawaban:

 
Segala puji hanya milik Allah, Raab semesta alam. Saya bersaksi bahwa tiada Ilah yang hak untuk diibadahi selain Allah, dan bahwa Muhammad ﷺ adalah hamba dan utusanNya.
 
Tidak boleh menggunakan salam atau sapaan seperti Namaste karena itu adalah bagian dari ritual orang Hindu, sehingga termasuk menyerupai non-muslim dalam perkara yg khusus melekat pada ritual agama mereka.
 
Dijelaskan bahwa Nabi ﷺ bersabda:
 
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ 
 
“Siapa saja yang meniru suatu kaum, maka dia adalah bagian dari kaum tersebut.”
 
Termasuk dalam hal ini adalah membungkuk (yang juga dilarang). Sehingga hal ini juga tidak boleh, meskipun mengucapkan Namaste tadi tidak termasuk dalam kategori membungkuk karena ia merupakan penyerupaan yang telah kami sebutkan sebelumnya.
 
Tidak disyaratkan adanya niat dalam menyerupai mereka (orang-orang kafir) agar menjadi dilarang. Tidak. Sebaliknya, penyerupaan itu tadi dilarang meskipun tanpa adanya niat untuk melakukan hal tersebut.
 
Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata tentang meniru orang-orang kafir:
 
“Seorang muslim tidak boleh melakukan hal-hal yang khusus terkait dengan mereka, baik dia memiliki niat untuk menirunya, atau tidak, tapi karena dia melakukannya menurut kebiasaan.”
 
Ibnu Utsaimin Rahimahullah berkata:
 
“Jika ada tasyabuh, maka itu haram, dan status keharamannya sudah jelas, baik itu seseorang melakukannya dengan niat (sadar) atau tanpa niat.”
 
Tentu hal ini tidak bisa dibandingkan dengan ucapan-ucapan Islami yang boleh digunakan oleh non-muslim seperti insya Allah atau Alhamdulillah karena ucapan-ucapan itu tadi adalah ucapan kebenaran. Jadi bagaimana bisa ucapan kebenaran itu dibandingkan dengan ucapan yang batil?
 
Wallahualam
 
Fatwa No: 267978
Tanggal: 10 Desember 2014 (18 Zulhijjah 1435]
Sumber: As-Sabakah Al-Islamiyah
Penerjemah: Irfan Nugroho (Staf Pengajar di Pondok Pesantren Tahfizhul Quran At-Taqwa Sukoharjo)

BACA JUGA:  Mengapa Umat Islam Diwajibkan untuk Berdakwah?

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button