Tazkiyah
Keikhlasan dan Kejujuran para Salaf #7
Kedermawanan Abdullah bin Mubarak yang Dirahasiakan
Oleh Abdul Aziz Nashir Al-Julail dan Baha’uddin Fatih Aqil
Dari Muhammad bin Isa, ia bercerita:
Abdullah bin Mubarak biasa pulang pergi ke Tharsus. Beliau biasa singgah di penginapan di daerah Khan. Ada seorang pemuda yang bolak-balik mengurus dan memenuhi kebutuhan beliau serta mendengarkan hadist dari beliau.
Pada suatu hari, Abdullah bin Mubarak kembali mendatangi pengingapan tersebut, tetapi ia tidak melihat pemuda yang biasa ia lihat sebelumnya. Karena tergesa-gesa, maka beliau bergegas ikut perang bersama kaum muslimin.
Usai perang, beliau kembali ke penginapan sembari menanyakan pemuda tersebut. Orang-orang menjawab, “Ia ditahan karena memiliki tanggungan hutang yang belum dibayar.”
Beliau kembali bertanya, “Berapa jumlah hutangnya?”
Mereka menjawab, “Sepuluh ribu dirham.”
Beliau terus menyelidik hingga tahu siapa pemilik piutang itu. Maka beliau pun memanggilnya pada malam hari, dan menimbag 10.000 dirham untuk diberikan kepadanya.
Akan tetapi, beliau memimta orang tersebut untuk berjanji agar tidak memberitahukan hal tersebut kepada orang lain selama beliau masih hidup. Beliau juga berpesan, “Jika sudah masuk waktu pagi, keluarkan pemuda itu dari tahanan.”
Abdullah bin Mubarak pun segera pergi dan pemuda itu pun akhirnya dibebaskan dari tahanan. Orang-orang pun berkata, “Kemarin Abdullah bin Mubarak di sini dan menanyakan kabarmu, tetapi sekarang dia sudah pergi.”
Pemuda itu pun pergi menyusuri jejak beliau hingga ia berhasil menyusulnya setelah menempuh dua atau tidak marhalah (sekitar 24 atau 26 mil –red) dari penginapan. Beliau bertanya, “Wahai pemuda, dari mana saja kamu? Aku tidak melihatmu di Khan.”
Pemuda itu menjawab, “Betul wahai Abu Abdurrahman. Aku ditahan karena hutang.”
Beliau bertanya lagi, “Bagaimana ceritanya kamu bisa bebas?”
Pemuda itu menjawab, “Ada seorang lelaki yang datang melunasi hutangku. Tetapi hingga dibebaskan sekali pun, aku tidak tahu siapa dia.”
Beliau berkata, “Wahai pemuda, pujilah Allah yang telah memberikan taufik kepadamu sehingga hutangmu terlunasi.”
Si pemilik piutang pun tidak pernah menceritakan hal ini kepada siapa pun hingga Abdullah meninggal dunia, (dalam Shifatush Shafwah: 1/141-142).