Uncategorized
Fiqih Imamah (Imam Shalat Berjamaah) #2
Oleh Syeikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairy
9. Posisi berdirinya makmum bersama imam
Apabila seorang laki-laki mengimami satu orang makmum, maka makmum berdiri di sebelah kanannya. Demikian juga imam perempuan, apabila dia mengimami satu orang perempuan lainnya, maka makmum berdiri di sebelah kanannya.
Orang yang mengimami dua orang makmum atau lebih, maka mereka berdiri di belakang imam. Jika bercampur antara laki-laki dan perempuan, maka laki-laki berdiri di belakang imam, dan perempuan berdiri di belakang makmum laki-laki.
Jika ada satu orang imam laki laki, dan satu makmum laki-laki serta satu orang makmum perempuan, maka makmum laki-laki berdiri di sebelah kanan imam meskipun anak kecil mumayyiz (yang sudah bisa membedakan) dan perempuan berdiri di belakang mereka berdua.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam:
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik shaf bagi laki-laki adalah yang paling depan, dan seburuk-buruknya ialah yang paling belakang. Serta sebaik-baik shaf bagi perempuan adalah yang paling belakang dan seburuk-buruknya ialah yang paling depan,” (HR Muslim).
Jika berdasarkan perbuatan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, suatu hari beliau pernah mengerjakan shalat dalam suatu peperangan, lalu Jabir datang dan berdiri di sebelah kiri beliau, maka beliau menariknya ke sebelah kanannya.
Kemudian datang Jabar bin Sakhr dan berdiri di sebelah kiri beliau, lalu beliau menarik mereka berdua dengan kedua tangannya dan menempatkan mereka di belakang beliau,” (HR Muslim).
Juga perkataan Anas Radhiyallahuanhu, “Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah shalat bersamaku dan ibuku, lalu beliau menempatkanku di sebelah kanan beliau, dan menempatkan perempuan di belakang kami,” (HR Muslim).
Perkataan Anas juga, “Aku dan seorang anak yatim ditempatkan di belakang Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam sedangkan seorang perempuan yang sudah tua di belakang kami,” (HR Bukhari).
10. Seorang imam menjadi sutrah (pembatas) bagi orang yang di belakangnya
Apabila imam shalat dengan menghadap satu pembatas, maka makmum tidak perlu lagi memakai pembatas lain. Karena Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah dibuatkan pembatas berupa tombak pendek, lalu beliau shalat dengan menghadap pada tombak tersebut.
Beliau juga tidak menyuruh makmum yang di belakangnya untuk menaruh pembatas lainnya, (HR Bukhari dan Muslim).
11. Kewajiban mengikuti imam
Makmum harus mengikuti imam dan tidak boleh mendahuluinya, serta makruh menyamainya. Apabila dia mendahului imam pada takbiratul ihram, maka dia wajib mengulanginya. Jika tidak, maka shalatnya batal.
Demikian juga shalatnya batal jika dia mendahului salah sebelum imam. Jika dia mendahuluinya dalam rukuk dan sujud, atau bangkit dari keduanya, maka dia wajib kembali rukuk atau sujud setelah imamnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam:
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا وَإِذَا صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوا قُعُودًا أَجْمَعُون
“Sesungguhnya dijadikan imam itu agar diikuti, jika ia takbir maka bertakbirlah, jika ia rukuk maka rukuklah, jika ia mengangkat kepalanya maka angkatlah kepala kalian, jika ia mengucapkan: SAMI’AALLAHU LIMAN HAMIDAHU (semoga Allah mendengar pujian orang yang memuji-Nya) maka ucapkanlah: RABBANA WA LAKAL HAMDU (Wahai Rabb kami, bagi-Mu segala pujian), jika ia sujud maka sujudlah, dan jika ia shalat dengan duduk maka shalatlah kalian dengan duduk semuanya,” (HR Tirmidzi).
Sabda beliau:
أَمَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ أَوْ لَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ
“Tidakkah salah seornag dari kalian takut, atau apakah salah seorang dari kalian tidak takut, jika ia mengangkat kepalanya sebelum Imam, Allah akan menjadikan kepalanya seperti kepala keledai, atau Allah akan menjadikan rupanya seperti bentuk keledai?” (HR Bukhari).
12. Makmum mengganti imam karena udzur
Jika imam ketika sedang melakukan shalat teringat sedang berhadats, atau tidak sengaja terkena hadats, hidungnya mimisan atau tertimpa sesuatu yang dia tidak dapat melanjutkan shalatnya, maka boleh baginya meminta salah seorang makmum yang berada di belakangnya untuk menggantikan posisinya dan menyempurnakan shalat lalu imam tersebut pergi meninggalkan shalat. Umar Radhiyallahuanhu pernah meminta Abdurrahman bin Auf Radhiyallahuanhu untuk menggantikannya ketika beliau ditikam saat sedang menjadi imam shalat, (HR Bukhari). Ali Radhiyallahuanhu juga pernah meminta seseorang untuk menggantikannya karena mimisan yang menimpanya, (HR Said bin Manshur).
Bersambung…