Uncategorized

Gerhana Matahari di Indonesia 2019 dan Tuntunan Shalat Gerhana (Shalat Kusuf)


Gerhana Matahari adalah peristiwa di mana “bulan terletak di tengah-tengah jarak antara bumi dan matahari, sehingga bayangan bulan jatuh ke permukaan bumi,” (KBBI).

In sya Allah, Rabu (9 Maret 2016) akan menjadi hari yang spesial bagi rakyat Indonesia, di mana mereka yang tinggal di 10 provinsi akan mampu menyaksikan fenomena tertutupnya cahaya matahari oleh bulan di siang hari.
Menurut pakar antariksa di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, fenomena Gerhana Matahari Total (GMT) tahun 2016 ini akan terjadi pada hari Rabu (9 Maret 2016) mulai pukul 06.20 pagi sampai sekitar pukul 07.00.
“Durasinya pas di daerah sentralnya (dilewati bayangan gerhana) itu sekitar 3 menit. Di pinggirnya 2 menit, jadi lama gerhana itu sekitar 3 sampai 2 menit,” ucap beliau. “”Jalurnya melalui 10 provinsi, mulai dari Bengkulu, Sumatera Selatan, Babel, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara.”
Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa ada 11 daerah yang akan dilewati bayangan bulan pada Rabu (9 Maret 2016) nanti, yaitu: Palembang (mulai pukul 06.20 WIB), Bangka (06.20 WIB), Belitung (06.21 WIB), Sampit (06.23 WIB), Palangka Raya (06.23 WIB), Balikpapan (07.25 WITA), Palu (07.27 WITA), Poso (07.28 WITA), Luwuk (07.30 WITA), Ternate (08.36 WITA), dan Halmahera (08.37 WITA).
Tuntunan Islam ketika Gerhana (Matahari dan Bulan)
Hukum  dan Waktu Pelaksanaan Shalat Khusuf (Shalat Gerhana)
Shalat kusuf hukumnya sunah muakadah bagi laki-laki dan perempuan, berdasarkan perintah Rasulullah :
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ مِنْ النَّاسِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَقُومُوا فَصَلُّوا
“Sesungguhnya matahari dan bulan tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena matinya seorang dari manusia, tetapi keduanya adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah. Jika kalian melihat gerhana keduanya maka berdirilah untuk shalat,” (HR Bukhari).
Beliau pun pernah melakukannya, seperti halnya beliau pernah melakukan salat Idul Fitri dan Idul Adha. Adapun waktu shalat khusuf dimulai dari nampaknya gerhana matahari atau bulan sampai terlihat cahaya atau sinar.
Jika gerhana terjadi di akhir siang atau di waktu-waktu yang terlarang untuk melakukan salat sunah, maka salatnya diganti dengan zikir kepada Allah, beristighfar dan merendahkan diri kepada Allah, dan berdoa.
Hal-hal yang disunahkan ketika gerhana
Disunahkan memperbanyak zikir, takbir, istighfar, berdoa, bersedekah, memerdekakan budak, berbuat kebajikan, dan silaturahmi. Hal ini berdasarkan sabda Nabi :
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ مِنْ النَّاسِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَقُومُوا فَصَلُّوا
“Sesungguhnya matahari dan bulan tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena matinya seorang dari manusia, tetapi keduanya adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah. Jika kalian melihat gerhana keduanya maka berdirilah untuk shalat,” (HR Bukhari).
Tata cara Shalat Khusuf (Shalat Gerhana Matahari)
Ketika jamaah telah berkumpul di dalam masjid, tanpa azan atau ikamah. Imam boleh menyeru mereka dengan lafaz “Ash-Shalaatul Jaamiah…”
Hal ini persis seperti di dalam hadis Aisyah Radhiyallahuanha:
أَنَّ الشَّمْسَ خَسَفَتْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَعَثَ مُنَادِيًا الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ فَاجْتَمَعُوا وَتَقَدَّمَ فَكَبَّرَ وَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ
                       
“Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau mengutus seseorang untuk menyerukan, “Ash Shalaatu Jaami’ah (marilah kita shalat berjamaah)” sehingga kaum muslimin pun berkumpul. Beliau maju (mengimami shalat), lalu bertakbir dan shalat empat raka’at. Pada tiap raka’at terdapat empat kali sujud,” (HR Muslim).
Lalu sang imam memimpin shalat, dengan tata cara seperti yang dituturkan di dalam hadist dari Ibunda Aisyah Radhiyallahuanha berikut:
“Pada masa Rasulullah pernah terjadi gerhana matahari, lalu Rasulullah melakukan shalat (gerhana).
1. Beliau berdiri lama sekali,
2. Lalu ruku’ dengan lama sekali,
3. Kemudian bangun dari ruku’ dan berdiri lama sekali, namun tidak seperti lama berdirinya yang pertama,
4. Lalu beliau ruku’ lama sekali, namun tidak seperti ruku’nya yang pertama,
5. Lalu beliau sujud (lalu duduk, sujud lagi, dan bangun).
6. Kemudian beliau berdiri lama, namun tidak seperti lama berdirinya yang pertama,
7. Lalu beliau ruku’ lama namun tidak seperti lama ruku’nya yang pertama.
8. Kemudian beliau mengangkat kepalanya (bangkit),
9. Lalu berdiri lama, akan tetapi tidak seperti lama berdirinya yang pertama,
10. Kemudian beliau ruku’ lama, namun tidak seperti lama ruku’nya yang pertama,
11. Lalu beliau sujud.
Ketika Rasulullah selesai shalat, matahari telah bersinar terang. Lalu beliau menyampaikan khutbah di hadapan para jemaah. Beliau pertama-tama memuji dan menyanjung Allah, kemudian bersabda:
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebagian dari tanda kebesaran Allah, dan keduanya tidaklah mengalami gerhana karena kematian atau kelahiran seseorang. Karena itu, apabila kalian melihat gerhana matahari atau bulan, maka bertakbirlah dan berdo’alah kepada Allah, serta shalat dan bersedekahlah,” (HR Muslim).
Tatacara Shalat Gerhana Bulan
Shalat gerhana bulan itu sama seperti shalat gerhana matahari, berdasarkan sabda Nabi :
فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَقُومُوا فَصَلُّوا
“Maka jika kalian melihatnya, berlindunglah dengan salat,” (HR Bukhari).
Hanya saja, sebagian ulama berpendapat bahwa salat gerhana bulan seperti salat sunah biasanya, yakni dilaksanakan sendiri-sendiri, di dalam rumah atau di masjid, tidak berjamaah.
Demikian itu karena tidak ada riwayat sahih yang menyebutkan bahwa Rasulullah mengumpulkan orang-orang ketika terjadi gerhana bulan, sebagaimana yang beliau lakukan ketika gerhana matahari.
Demikianlah kita boleh memilih salah satunya. Bagi yang ingin mengumpulkan jamaah tidak mengapa, dan bagi siapa yang ingin shalat sendirian juga tidak mengapa, karena tuntunan di dalam hadis di atas adalah perintah berlindung kepada Allah dengan salat dan berdoa, baik laki-laki dan perempuan, agar Allah menghilangkan gerhana yang menimpa mereka. Wallahu’alam bish shawwab.
Sumber:

Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir. 2008. Minhajul Muslim – Pedoman Hidup Ideal Seorang Muslim. Solo: Insan Kamil. Hal: 445-448

========================
Gabung di channel Telegram kami di:

Telegram.me/pptqattaqwa

Dapatkan tausiyah langsung di Smartphone Anda!

=========================

BACA JUGA:  Bolehkah wanita haid memasuki masjid?

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button