Hukum Tindak Pidana Korupsi di dalam Islam
Pertanyaan:
Apa sih hukuman untuk tindak pidana korupsi di dalam Islam, baik itu pemberi suap atau penerima suap?
Jawaban oleh Tim Fatwa IslamWeb, diketuai oleh Syekh Abdullah Faqih Asy-Syinqiti
Segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam. Saya bersaksi bahwa tiada Illah yang hak untuk diibadahi kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.
Hukuman untuk orang yang menerima suap, juga orang yang memberi suap, serta orang yang menjadi perantara suap, adalah dilaknat dan dihindarkan dari rahmat Allah lewat lisan Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
Imam Ahmad dan lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah dan Tsauban:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشَ يَعْنِي الَّذِي يَمْشِي بَيْنَهُمَا
“Rasulullah صلى الله عليه وسلم melaknat orang yang menyuap, yang disuap dan perantaranya (broker, makelar),” [HR Ahmad].
Suap adalah satu dari sekian dosa besar. Suap adalah perilaku yang dilaknat dan dilarang di dalam Kitabullah.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
سَمّٰعُوْنَ لِلْكَذِبِ اَ كّٰلُوْنَ لِلسُّحْتِ
“Mereka sangat suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram,” [QS. Al-Ma’idah: 42].
Para ulama ahli Tafsir mengatakan bahwa “yang haram” di ayat tersebut adalah “harta korupsi.”
Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَـكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُـکَّامِ لِتَأْکُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْـتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui,” [QS. Al-Baqarah: 188].
Singkatnya, hukuman bagi penerima suap, pemberi suap, dan perantara suap adalah sangat berat, jika mereka tidak bertaubat kepada Allah dari dosa tersebut. Kenapa? Karena suap menyebabkan kerusakan yang sangat besar di masyarakat.
Wallahu’alam bish shawwab.
Fatwa: 85946
Tanggal: 17 Rabiul Akhir 1424 (18 Juni 2003)
Sumber: IslamWeb.Net