Fiqih

Fikih Dorar: Air yg Bercampur dengan Benda Suci

Pembaca rahimakumullah, bagaimana hukum air yg bercampur dengan benda suci? Berikut adalah terjemahan dari Mausuatul Fiqhiyah Dorar Saniyah > Kitab Taharah > Bab Air > Jenis Air dan Hukumnya > Air yg Bercampur atau Berubah > Air yg Bercampur dengan benda suci. Teruskan membaca. Semoga bermanfaat!

المُختَلِطُ بِطَاهِرٍ غَيْرِ مُـمَازِجٍ

A. AIR YG BERCAMPUR DENGAN BENDA SUCI, TETAPI TIDAK LARUT

إِذَا تَغَيَّرَ الْمَاءُ بِدُهْنٍ، أَوْ قِطَعِ كَافُورٍ، أَوْ عَنْبَرٍ، وَغَيْرِ ذَلِكَ مِمَّا لَا يُسْتَهْلَكُ فِي الْمَاءِ، وَلَا يَتَحَلَّلُ فِيهِ؛ فَالْمَاءُ طَهُورٌ، وَهَذَا مَذْهَبُ الْجُمْهُورِ: الْحَنَفِيَّةُ، وَالشَّافِعِيَّةُ، وَالْحَنَابِلَةُ، وَهُوَ قَوْلٌ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ

Jika air berubah karena minyak, atau potongan kamper, atau ambar, dan sejenisnya yang tidak larut dalam air, maka air tersebut tetap suci, dan ini adalah pendapat mayoritas ulama: Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali, serta merupakan pendapat dalam mazhab Maliki.

وَذَلِكَ لِلْآتِي

Argumentasi:

أَوَّلًا: أَنَّ الْعِبْرَةَ بِبَقَاءِ اسْمِ الْمَاءِ، وَالْمُـخَالِطُ الطَّاهِرُ غَيْرُ الْمُـمَازِجِ؛ لَا يَسْلُبُهُ اسْمَ الْمَاءِ

1 – Bahwa yang diperhatikan adalah tetapnya nama air, dan sesuatu yang suci namun tidak larut tidak menghilangkan nama air.

ثَانِيًا: أَنَّ هَذِهِ الْأَشْيَاءَ لَا تُـمَازِجُ الْمَاءَ؛ فَالدُّهْنُ مَثَلًا يَكُونُ طَافِيًا عَلَى أَعْلَاهُ، فَتَغَيُّرُهُ بِهِ، إِنَّمَا هُوَ تَغَيُّرُ مُجَاوَرَةٍ لَا مُـمَازَجَةٍ؛ فَلَمْ تَخْتَلِطْ فِيهِ أَجْزَاؤُهُ، وَالتَّغَيُّرُ بِالْمُجَاوَرَةِ لَا يَسْلُبُهُ الطُّهُورِيَّةَ، وَلَا فَرْقَ فِي الْمُجَاوِرِ إِنْ كَانَ مُنْفَصِلًا عَنْ الْمَاءِ أَوْ مُلَاصِقًا لَهُ

2 – Bahwa benda-benda ini tidak larut dalam air; minyak misalnya, tetap mengapung di atasnya, sehingga perubahannya karena berdekatan, bukan karena pencampuran; maka bagian-bagiannya tidak bercampur dalam air, dan perubahan karena berdekatan tidak menghilangkan sifat kesuciannya, dan tidak ada perbedaan dalam hal berdekatan apakah terpisah dari air atau menempel padanya.

المُختلِطُ بِطَاهِرٍ يَشُقُّ صَونُ الْمَاءِ عَنْهُ

B. AIR YG BERCAMPUR DENGAN BENDA SUCI, TETAPI SULIT TERJAGA DARI AIR

MAKSUDNYA:

المتغيِّرُ بِمَا كَانَ طَاهِرًا وَيَشُقُّ صَوْنُ الْمَاءِ عَنْهُ كَالطُّحْلُبِ الَّذِي يَنْبُتُ فِي الْمَاءِ، أَوِ الْمُتَغَيِّرُ بِأَوْرَاقِ الشَّجَرِ، أَوْ بِتَغَيُّرِهِ فِي مَقَرِّهِ أَوْ مَمَرِّهِ، أَوِ الْمُتَغَيِّرُ بِمَا تَحْمِلُهُ السُّيُولُ مِنَ الْعِيدَانِ وَالتِّبْنِ، وَمِنْهُ الْمُتَغَيِّرُ بِمَاءِ الْحَمَّامِ، أَوْ بِأَوَانِي الْجِلْدِ وَالنُّحَاسِ، وَمِثْلُهُ الآنَ الْمَاءُ الْمُتَغَيِّرُ بِصَدَإِ الْمَوَاسِيرِ وَالصَّنَابِيرِ.

Air yg bercampur dengan benda suci namun sulit terjaga dari air maksudnya seperti ganggang yang tumbuh di air, atau yang berubah karena daun-daun pohon, atau karena perubahan di tempat atau jalurnya, atau yang berubah karena batang dan jerami yang dibawa arus, dan termasuk air yang berubah karena air dari kamar mandi, atau dengan bejana dari kulit dan tembaga, serta air yang berubah karena karat pipa dan keran.

وَالطُّحْلُبُ- بِضَمِّ الطَّاءِ وَضَمِّ اللَّامِ وَفَتْحِهَا-: خُضْرَةٌ تَعْلُو الْمَاءَ لِطُولِ مُكْثِهِ، وَقِيلَ: هِيَ مِنْ دَوَابِّ الْبَحْرِ مِمَّا لَا نَفْسَ لَهُ سَائِلَةٌ. ((الشَّرْحُ الْكَبِيرُ)) لِلدَّرْدِيرِ (1/36)، ((كَشَّافُ الْقِنَاعِ)) لِلْبُهُوتِيِّ (1/27).

Ganggang – dengan dhammah pada huruf tha dan lam – adalah warna hijau yang muncul di atas air karena lama menetapnya, dan dikatakan bahwa itu adalah dari makhluk laut yang tidak memiliki darah mengalir, (Al-Syarh Al-Kabir Li Al-Dardir: 1/36; Kasyaf Al-Qina’ Li Al-Buhuti: 1/27).

BACA JUGA:  Fikih Dorar: Tanda Kematian, Mati Otak, dan Melepas Alat Penunjang Hidup

PENJELASAN:

إِذَا تَغَيَّرَ الْمَاءُ بِمَا يَشُقُّ صَونُهُ عَنْهُ، فَإِنَّهُ طَهورٌ، وَذَلِكَ فِي الْجُمْلَةِ

Jika air berubah karena sesuatu yg sulit terjaga darinya, maka air tersebut tetap suci, secara umum.

الأَدِلَّةُ مِنَ الإِجْمَاعِ

Dalil dari Ijma

نَقَلَ الإِجْمَاعَ عَلَى ذَلِكَ: ابْنُ رُشْدٍ، وَابْنُ قُدَامَةَ، وَابْنُ تَيْمِيَّةَ

Dinukil ijma’ mengenai hal tersebut dari: Ibnu Rusydi, Ibnu Qudamah, dan Ibnu Taimiyah.

Argumentasi:

ثَانِيًا: أَنَّ هَذَا الْمَاءَ يَتَنَاوَلُهُ اسْمُ الْمَاءِ الْمُطْلَقِ

1 – Bahwa air ini termasuk dalam nama air mutlak.

ثَالِثًا: أَنَّ هَذَا مِمَّا لَا يَنْفَكُّ عَنْهُ الْمَاءُ غَالِبًا، وَلَا يُمْكِنُ التَّحَفُّظُ عَنْهُ، وَيَشُقُّ تَرْكُ اسْتِعْمَالِهِ، فَعُفِيَ عَنْهُ، كَمَا عُفِيَ عَنِ النَّجَاسَةِ الْيَسِيرَةِ، وَالْعَمَلِ الْقَلِيلِ فِي الصَّلَاةِ

2 – Bahwa ini adalah sesuatu yang biasanya tidak terpisah dari air, tidak dapat dihindari, dan sulit untuk tidak digunakan, sehingga dimaafkan, seperti halnya najis ringan dan sedikit gerakan dalam salat.

المُتَغَيِّرُ بِمُكْثِهِ

D. AIR YG BERUBAH KARENA LAMANYA MENETAP

MAKSUDNYA:

الماءُ المُتَغَيِّرُ بِمُكْثِهِ: هُوَ المَاءُ الآجِنُ، المُتَغَيِّرُ الطَّعْمِ وَاللَّوْنِ؛ بِسَبَبِ طُولِ مُكْثِهِ. ((لِسَانُ العَرَب)) لِابْنِ مَنْظُور (13/8، 16)، ((المُوسُوعَةُ الفِقْهِيَّةُ الكُوَيْتِيَّةُ)) (1/93، 94).

Air yang berubah karena lamanya menetap: adalah air yang berubah rasa dan warnanya karena terlalu lama menetap, (Lisan al-Arab Li Ibn Manzur: 13/8,16, Ensiklopedia Fikih Kuwait: 1/93,94).

وَقَالَ أَبُو عُبَيْدٍ: (مَعْنَى الآجِنِ: الَّذِي يَطُولُ مُكْثُهُ وَرُكُودُهُ بِالمَكَانِ حَتَّى يَتَغَيَّرَ طَعْمُهُ أَوْ رِيحُهُ، مِنْ غَيْرِ نَجَاسَةٍ تُخَالِطُهُ) ((الأَوْسَط)) لِابْنِ المُنْذِر (1/367).

Abu Ubaid berkata: “Makna ‘ajin’ adalah air yang lama menetap dan diam di tempat hingga berubah rasa atau baunya, tanpa ada najis yang bercampur dengannya, (Al-Awsa Li Ibn al-Mundhir: 1/367).

PENJELASAN

المَاءُ المُتَغَيِّرُ بِمُكْثِهِ، مَاءٌ طَهُورٌ، بِاتِّفَاقِ المَذَاهِبِ الفِقْهِيَّةِ الأَرْبَعَةِ: الحَنَفِيَّةِ، وَالمَالِكِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالحَنَابِلَةِ، وَحُكِيَ الإِجْمَاعُ عَلَى ذَلِكَ

Air yang berubah karena lamanya menetap, tetap suci menurut kesepakatan empat mazhab fiqih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, serta disebutkan adanya ijma’ mengenai hal tersebut.

الأَدِلَّةُ مِنَ السُّنَّةِ

Dalil Dari Sunnah

Dari Abdullah bin Zubair, dari ayahnya radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata:

خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُصْعِدِينَ فِي أُحُدٍ، قَالَ: ثُمَّ أَمَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ فَأَتَى بِالمِهْرَاسِ، فَأُتِيَ بِمَاءٍ فِي دَرَقَتِهِ، فَأَرَادَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَشْرَبَ مِنْهُ، فَوَجَدَ لَهُ رِيحًا، فَعَافَهُ، فَغَسَلَ بِهِ الدِّمَاءَ الَّتِي فِي وَجْهِهِ

“Kami keluar bersama Rasulullah ﷺ menuju Uhud, kemudian Rasulullah ﷺ memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk membawa air dari sumur, kemudian didatangkan air di dalam bejana kulit, lalu Rasulullah ﷺ ingin meminum darinya, namun beliau mendapati bau darinya, maka beliau tidak meminumnya, lalu mencuci darah yang ada di wajahnya dengan air tersebut.”

وَجْهُ الدَّلَالَةِ

Argumentasi:

أَنَّ غَسْلَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدَّمَ بِهِ، دَلِيلٌ عَلَى طَهَارَتِهِ

1 – Bahwa mencuci darah oleh Nabi ﷺ dengan air tersebut adalah bukti bahwa air tersebut suci.

النُّصُوصُ المُطْلَقَةُ فِي التَّطَهُّرِ مِنَ المَاءِ تَتَنَاوَلُ المَاءَ المُتَغَيِّرَ بِطُولِ مُكْثِهِ

2 – Teks-teks umum tentang bersuci dengan air mencakup air yang berubah karena lamanya menetap.

ثَانِيًا: أَنَّهُ لَا يُمْكِنُ الِاحْتِرَازُ مِنْهُ، فَأَشْبَهَ بِمَا يَتَعَذَّرُ صَوْنُهُ عَنْهُ

3 – Bahwa ini adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari, sehingga serupa dengan sesuatu yang sulit dijaga darinya.

حُكْمُ الطَّهَارَةِ بِالنَّبِيذِ

E. HUKUM BERSUCI DENGAN NABIDZ

MAKSUDNYA:

BACA JUGA:  Hadits tentang Menjamak Salat

Nabidz adalah:

النَّبِيذُ: هُوَ مَا يُتَّخَذُ مِنْ تَمْرٍ أَوْ زَبِيبٍ، فَيُنْبَذُ فِي وِعَاءٍ أَوْ سِقَاءٍ وَيُوضَعُ عَلَيْهِ الْمَاءُ، فَإِذَا تُرِكَ حَتَّى يَفُورَ، صَارَ مُسْكِرًا. يُنْظَرُ: ((لِسَانُ العَرَب)) لِابْنِ مَنْظُورٍ (3/511)، وَيُقَاسُ عَلَيْهِ مَا كَانَ شَبِيهًا بِهِ مِنَ المَشْرُوبَاتِ المُعَاصِرَةِ.

Minuman yang terbuat dari kurma atau kismis, yang direndam dalam bejana atau kantong kulit, lalu dituangkan air di atasnya, dan jika dibiarkan hingga berbusa, menjadi memabukkan, (Lisan al-Arab Li Ibn Manzur: 3/511), dan diqiyaskan kepada minuman-minuman sejenis pada masa kini.

PENJELASAN:

لَا يَصِحُّ التَّطَهُّرُ بِالنَّبِيذِ وَجَدَ الْمَاءَ أَوْ عُدِمَ، وَهُوَ مَذْهَبُ الْجُمْهُورِ: الْمَالِكِيَّةِ، وَالشَّافِعِيَّةِ، وَالْحَنَابِلَةِ، وَالظَّاهِرِيَّةِ، وَهُوَ رِوَايَةٌ عَنْ أَبِي حَنِيفَةَ، اخْتَارَهَا أَبُو يُوسُفَ وَالطَّحَاوِيُّ، وَبِهِ قَالَتْ طَائِفَةٌ مِنَ السَّلَفِ

Tidak sah bersuci dengan nabidz baik ketika ada air maupun tidak, dan ini adalah pendapat mayoritas ulama: Maliki, Syafi’i, Hanbali, dan Zahiri, serta merupakan riwayat dari Abu Hanifah, dipilih oleh Abu Yusuf dan Al-Tahawi, dan pendapat ini dinyatakan oleh sebagian ulama salaf.

مِنَ الكِتَابِ

Dalil Dari Al-Quran

Firman Allah Ta’ala:

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

Dan jika kalian sakit atau dalam perjalanan atau salah seorang dari kalian datang dari tempat buang air atau kalian menyentuh wanita, kemudian kalian tidak menemukan air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik, (QS Al-Ma’idah: 6).

وَجْهُ الدَّلَالَةِ

Argumentasi:

أَنَّهُ وَقَعَ الاِنْتِقَالُ عِنْدَ عَدَمِ الْمَاءِ إِلَى التُّرَابِ بِلَا وَسِيطٍ، وَلَيْسَ النَّبِيذُ مَاءً مُطْلَقًا، لَا فِي اللُّغَةِ، وَلَا فِي الشَّرْعِ، فَلَا تَجُوزُ الطَّهَارَةُ إِلَّا بِالْمَاءِ، أَوِ الصَّعِيدِ إِذَا لَمْ يَجِدِ الْمَاءَ، وَمَنْ تَوَضَّأَ بِالنَّبِيذِ فَقَدْ تَرَكَ الْمَأْمُورَ بِهِ

Bahwa ketika tidak ada air, maka berpindah kepada tanah tanpa perantara, dan nabidz bukanlah air mutlak, baik dalam bahasa maupun syariat, sehingga tidak boleh bersuci kecuali dengan air, atau tayammum jika tidak menemukan air, dan siapa yang berwudhu dengan nabidz maka telah meninggalkan yang diperintahkan.

مِنَ السُّنَّةِ

Dalil Dari Sunnah

BACA JUGA:  Fikih Dorar: Hukum Merintih dan Berharap Mati

Dari Imran bin Husain radhiyallahu ‘anhu yang berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ثُمَّ رَأَى رَجُلًا مُعْتَزِلًا لَمْ يُصَلِّ مَعَ الْقَوْمِ، فَقَالَ: يَا فُلَانُ، مَا مَنَعَكَ أَنْ تُصَلِّيَ مَعَ الْقَوْمِ؟ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَصَابَتْنِي جَنَابَةٌ وَلَا مَاءَ، فَقَالَ: عَلَيْكَ بِالصَّعِيدِ؛ فَإِنَّهُ يَكْفِيكَ

Bahwa Rasulullah ﷺ salat, kemudian melihat seorang laki-laki menjauh yang tidak salat bersama orang-orang, lalu beliau berkata: Wahai fulan, apa yang menghalangimu untuk shalat bersama orang-orang? Dia menjawab: Wahai Rasulullah, aku terkena janabah dan tidak ada air. Lalu beliau berkata: Gunakan tanah, karena itu cukup bagimu.

وَجْهُ الدَّلَالَةِ:

Argumentasi:

أَنَّ الطَّهَارَةَ لَوْ كَانَتْ تُجْزِئُ بِغَيْرِ الْمَاءِ، لَأَشْبَهَ أَنْ يَقُولَ لَهُ: اطْلُبْ نَبِيذَ كَذَا، أَوْ شَرَابَ كَذَا

1 – Bahwa jika bersuci sah dengan selain air, maka seharusnya beliau berkata: Cari nabidz ini atau minuman itu.

أَنَّهُ لَمَّا كَانَ اسْمُ الْمَاءِ لَا يَقَعُ عَلَى مَا غَلَبَ عَلَيْهِ غَيْرُ الْمَاءِ، حَتَّى تَزُولَ عَنْهُ جَمِيعُ صِفَاتِ الْمَاءِ الَّتِي مِنْهَا يُؤْخَذُ حَدُّهُ- صَحَّ أَنَّ النَّبِيذَ لَيْسَ مَاءً, وَلَا يَجُوزُ الْوُضُوءُ بِغَيْرِ الْمَاءِ

2 – Bahwa nama air tidak berlaku pada apa yang dominan selain air, hingga hilang darinya semua sifat air yang darinya diambil definisinya – maka sah bahwa nabidz bukan air, dan tidak sah wudhu dengan selain air. Wallahua’lam

Demikian penjelasan tentang air yg bercampur dengan benda suci. Semoga bermanfaat. Aamiin

Karangasem, 14 Desember 2024
Irfan Nugroho (Semoga Allah mengampuni, merahmati, dan memberkahi dirinya, keluarganya, dan orang tuanya. Aamiin)

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button