Nak, Pakailah Pakaian Yang Indah Setiap Memasuki Masjid
Irfan Nugroho
Hari ini saya shalat Maghrib dengan bermakmum pada seorang tukang becak yang biasa beroperasi di kompleks Pasar Klewer, dekat Masjid Agung Surakarta.
Memang benar bahwa sang tukang becak ini jika dalam mengoperasikan becaknya, beliau sering hanya menggunakan “hotpants” meskipun kulit pahanya juga tidak mulus semulus para “pelacur” yang senantiasa memamerkan pahanya di jalan-jalan, di mall-mall, atau di TV.
Namun begitu, beliau senantiasa siap dengan menggunakan sebuah sarung yang beliau lipat rapid an disimpan di bawah tempat duduk becaknya, untuk kemudian beliau gunakan ketika hendak menghadap Allah.
Memang benar bahwa sang tukang becak ini jika dalam mengoperasikan becaknya, beliau sering menggunakan kaos “saringan tahu” berwarna merah dengan gambar banteng moncong putih di belakang dan depannya.
Meski begitu, beliau bukanlah seorang aktivis sebuah parpol yang identik dengan warna merah yang begitu dominan di wilayah Surakarta, atau biasa disebut dengan Solo.
Ketika adzan Shalat Maghrib berkumandang dari menara Masjid Agung Surakata, beliau segera bergegas menutup kaos merah tersebut dengan sebuah baju Muslim yang beliau lipat rapi dan beliau simpan, juga di bawah tempat duduk becak kesayangan beliau.
Memang benar bahwa beliau senantiasa menampilkan rambut yang sedikit acak-acakan ketika menjalankan becaknya, namun saat memenuhi panggilan “Hayya’alash shalaaa…” beliau juga segera menutup kepala beliau dengan sebuah peci hitam yang warnanya belum pudar sama sekali.
Nak, kebiasaan sang tukang becak tersebut tentu berbeda dengan kita yang ternyata “malas” mengganti celana jeans sempit kita dengan sebuah pakaian longgar (sarung) dalam menjalankan shalat.
Rasulullah salallahu’alaihi wasalam pernah bersabda kepada Said bin Harits, “Lipatan apakah yang aku lihat ini?” Maka Said menjawab, “Kain, yang sempit.” Sontak Rasulullah pun menasihati Said, “Jika luas maka selimutkanlah, dan jika sempit, maka bersarunglah dengannya.” (HR Bukhari).
Nak, kebiasaan sang tukang becak tersebut tentu berbeda dengan kita yang ternyata enggan mengganti kaos bergambar, kaos yang terdapat narasi-narasi di punggung sehingga mengganggu mereka yang shalat di belakang kita.
Rasulullah salallahu’alaihi wasalam pernah bersabda kepada Aisyah, “Singkirkanlah dariku tiraimu ini karena gambar-gambarnya tampak kepadaku di dalam shalatku.” (HR Bukhari).
Maka dari itu, nak… marilah kita sedikit belajar dari sosok tukang becak tersebut dalam upaya menghormati Allah, menghormati panggilan-Nya dengan senantiasa berpakaian rapi di setiap saat, terutama ketika shalat.
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid….” (Al-A’raaf: 31).