Uncategorized
Membangun Qaidah Shalabah (Kelompok Inti)
Oleh Sheikh Abdullah Azzam
Qaidah Shalabah menjadi fokus pembinaan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dalam tempo yang lama. Dari sinilah muncul tokoh-tokoh berkualitas seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Mus’ab, Hamzah, dan lain-lain. Kelompok ini dibina di Madinah Munawarah. Pada saat terjadi murtad massal di Jazirah Arab yang telah dikuasai Islam, mereka dapat mengembalikan seluruh jazirah ke dalam Islam karena kuat dan solidnya kelompok tersebut.
Kelompok inilah yang telah melahirkan tokoh sekaliber Abu Bakar. Pada saat beberapa kabilah Arab menolak membayar zakat (sepeninggal Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam), beliau Ash Shiddiq berdiri dan berkata dengan tegas, “Demi Allah, sekiranya mereka mencegahku untuk memungut anak kambing (dalam riwayat lain dikatakan unta betina) yang dahulu mereka bayarkan kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, pasti aku akan memerangi mereka, atau aku akan binasa karenanya.”
Ketika itu, salah seorang dari kelompok itu – yang setara dengan Abu Bakar – membujuknya supaya bersikap lebih lunak dan mempertimbangkan kembali keputusannya, inilah jawaban yang beliau berikan, “Demi Allah, sekiranya binatang-binatang buas masuk ke kota Madinah dan menyeret kaki istri-istri Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dari rumah mereka, aku tetap tidak ragu dan tidak akan berhenti.”
Bagaimana kelompok ini dibangun? Bagaimana Qaidah Shalabah ini dibina? Bagaimana prototipe yang tinggi ini dibangun? Kelompok ini, bangunan yang besar ini, semuanya ditegakkan di atas dua aspek penopang saja. Oleh sebab itu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam sangat memerhatikan pembinaan aspek-aspek tersebut, yakni:
1. Lamanya Penggemblengan (Thuulul Ihtidhan)
Kita harus tahu apa yang dimaksud dengan lamanya penggemblengan ini. Ia adalah lamanya penggemblengan seorang komandan terhadap prajurit-prajurit yang berada di sekelilingnya, dari Darul Arqam, tempat di mana beliau menghabiskan sebagian besar waktunya untuk membina generasi pilihan. Kemudian hijrah, ketika beliau memerintahkan setiap mukmin berhijrah bersamanya agar tetap mendapatkan pengarahan dan bimbingan dari beliau.
Suatu ketika, ada seorang Arab Badui datang kepada Rasulullah. Beliau pun memintanya untuk berbaiat (berjanji setia) untuk tinggal di Madinah. Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam memang membaiat orang-orang sesudah hijrah untuk tetap tinggal di Madinah. Lantas Arab Badui itu memberikan baiatnya. Beberapa hari kemudian dia merasa tidak betah, akhirnya dia datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan berkata, “Tariklah baiatku,” namun Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menolaknya. Lantas orang tersebut nekad dan meninggalkan Madinah. Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Sesungguhnya Madinah ini seperti peniup api pandai besi yang dapat menghilangkan karat dan memurnikan kebaikannya,” (HR Muslim).
Jika demikian, yang dimaksud dengan lamanya penggemblenga adalah lamanya waktu tarbiyah(pembinaan).
2. Pembinaan Ruhani/Mental
Pembinaan ruhani dapat dicapai dengan banyak sarana, yang terpenting pada permulaannya adalah Qiyamul Lail (shalat tahajjud).
1. Hai orang yang berselimut (Muhammad), 2. bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), 3. (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. 4. atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. 5. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu Perkataan yang berat, (QS Al-Muzammil: 1-5).
Semua ini diperintahkan supaya jiwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dapat memikul Qaulan Tsaqila (wahyu yang berat) tersebut. Pada permulaan dakwah, qiyamul lail merupakan perkara wajib atas Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
170. dan orang-orang yang berpegang teguh dengan Al kitab (Taurat) serta mendirikan shalat, (akan diberi pahala) karena Sesungguhnya Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang Mengadakan perbaikan, (QS Al-A’raaf: 170).
Ada dua penopang pokok bagi para muslihin (orang-orang yang melakukan perbaikan), yakni berpegang teguh kepada Al-Kitab dan mendirikan shalat:
45. Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (QS Al-Baqarah: 45).
154. dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya, (QS Al-Baqarah: 154).
45. Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung, (QS Al-Anfal: 45).
Di medan pertempuran, hendaklah kamu menyebut Nama Allah sebanyak-banyaknya, agar kalian mendapat kemenangan. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam senantiasa berzikir kepada Allah setiap saat. Apabila beliau keluar dari kamar mandi/kamar kecil, beliau selalu mengucapkan doa, “Yaa Allah, ampunilah kami.”
Yakni, ampunilah aku, ya Allah, dari selang waktu terputusnya zikirku kepadaMu (ketika di dalam kamar mandi).
Beliau juga menanamkan rasa cinta terhadap sesama sahabatnya serta sifat mengutamakan kepentingan saudara seagama.
9. dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung, (QS Al-Hasyr: 9).
Beliau juga meneguhkan sikap saling memercayai di antara para sahabat. Apabila ada sahabat yang datang kepada Rasulullah lalu menggunjing sahabat lain, beliau bersabda kepadanya:
“Janganlah salah seorang sahabatku menyebut aib sahabat yang lain kepadaku, sesungguhnya aku lebih suka keluar menjumpai kalian dalam keadaan salamatush shadr (lapang dada),” (HR Adu Dawud, hasan).
Hendaknya para dai memerhatikan persoalan ini. Mereka yang mencabik-cabik daging saudaranya atas nama Maslahat Dakwah, atas dalil mengenal para pengikut dakwah dan mereka yang memandang sebelah mata kehormatan seseorang.
“Janganlah salah seorang sahabatku menyebut aib sahabat yang lain kepadaku, sesungguhnya aku lebih suka keluar menjumpai kalian dalam keadaan salamatush shadr (lapang dada),” (HR Adu Dawud, hasan).
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam akan menyebut kebaikan-kebaikan para sahabatnya ketika mereka melakukan kesalahan. Ketika Hathib bin Abi Balta’ah melakukan kesalahan, yakni mengirimkan sebuah surat kepada kaum Quraisy mengenai rencana Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, Umar bin Khattab berkata kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, “Yaa Rasulullah, izinkanlah saya memenggal leher orang munafik ini.”
Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Hai Umar, tidakkah engkau mengetahui bahwa dia ikut serta dalam Perang Badar? Seakan-akan Allah melihat isi hati para ahli Badar, lalu Allah berfirman, ‘Lakukanlah sekehendak kamu, sesungguhnya Aku (Allah) telah memberikan ampunan bagimu,” (HR Bukhari).