Uncategorized

Sisi Negatif Dunia #5: Dunia itu Fana

Oleh Ziyad Abu Irsyad
Seperti dalam sebuah syair Arab disebutkan:
إنما   الدنيا  فناء – ليس للدنيا  ثـبـوت
Sesungguhnya dunia itu fana… Tiada dunia yang tetap….
Benar, bahwa dunia ini fana. Makna fana sendiri dalam bahasa Arab adalah hilang dan habis. Dunia ini akan hilang, rusak dan habis. Sebagus apa pun barang di dunia pasti akan melewati masa bagusnya dan akan menjadi rusak dan selesai atau tamat riwayatnya. Contoh yang paling mudah adalah manusia. Saat ia tumbuh sebagai janin dalam kandungan ibunya, ia akan membentuk fisik yang sempurna sebagai manusia. Lalu saat lahir dan beranjak dewasa, maka semakin sempurna fisik dan kematangan pikirannya. Akan tetapi, saat memasuki usia senja ia pun akan menurun kemampuan fisik dan pikirannya, menjadi pikun dan bongkok, ompong dan keriput. Oleh karena itu, kamus mendefinisikan “fana rajulu” sebagai seseorang yang menjadi tua dan renta.
Begitu juga dengan harta benda dan lainnya. Mobil misalnya, saat pertama dibeli semua kondisinya baik dan bagus, namun ketika sudah memasuki sepuluh tahun, onderdilnya mulai ada sebagian yang rusak ada yang diservis bahkan ada yang sudah diganti. Jika sudah 30 tahun, bisa jadi mobil itu sudah tidak bisa dipakai lagi. Dan hal itu bisa berlaku bagi semua benda yang ada di dunia ini. Mengapa? Karena dunia bersifat fanaa, akan rusak dan habis atau selesai.
Fana juga berarti lawan kata dari kekal, abadi dan selamanya. Artinya, harta dunia ada akhirnya, pasti mengalami kerusakan bahkan yang baru dibuat atau didapat pun kadang rusak atau malfungsi, itulah sifat nikmat dunia. Ada pun nikmat akhirat, maka ia tiada habisnya, tiada rusak, buah-buahan tidak busuk, tiada efek samping, khamr tidak memabukkan, dan setiap kali buah dipetik, maka ia akan segera tumbuh kembali. Tidak ada kata tua, selalu muda, tidak pernah sakit dan tidak akan pernah kekurangan. Inilah sifat kenikmatan akhirat.
Allah berfirman:
“Perumpamaan kehidupan dunia itu hanyalah laksana air (hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berfikir,” (QS Yunus: 24).
Tentang permisalan ini, Syaikh ‘Abdurrahman Nasir As Sa’di rahimahullah mengatakan,
“Perumpamaan ini termasuk perumpamaan yang paling bagus. Permisalan ini sesuai dengan keadaan dunia. Karena sesungguhnya kelezatannya, syahwatnya, kedudukannya, dan semacamnya membuat silau penghuninya meski hanya sesaat. Maka apa bila telah lengkap dan sempurna (keindahannya), seketika lenyap, atau pemiliknya yang hilang darinya (mati). Jadilah kedua tangannya kosong, dan hati dipenuhi rasa kesedihan, keresahan, dan kerugian,” (Taisirul Karimirrahman, hal. 339, cet. Dar Ibnu Hazm).
Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
“Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu,” (QS Al Kahfi:45).
Ya, ia ibarat tanaman yang tumbuh ketika air hujan turun, lalu ketika tanaman itu sudah nampak elok dan siap dipetik maka tiba-tiba datang petir atau azab yang menghanguskan semuanya seakan-akan tidak ada tanamannya seperti semula. Itulah dunia, seakan-akan jika kita memilikinya kita akan menikmatinya, namun kita sendiri akan mati dan harta itu sendiri akan rusak, sehingga tidak dapat menikmatinya.
Dunia juga diibaratkan seperti bunga sebagaimana yang disebutkan dalam Surat Thaaha:
“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal,” (QS Thaaha: 131).
Dunia ibarat bunga yang menawan dan menakjubkan, segar dan indah, namun ketika kita memetiknya maka tidak lama kemudian bunga itu akan layu dan mati. Saat kita mendapatkan dunia, maka kemudian dunia itu akan rusak dan hancur.
Coba kita tengok ke dalam rumah kita. Berapa banyak sampah dan betapa penuhnya gudang kita dengan barang-barang dunia yang sudah tidak terpakai. Sebagian sudah dibuang, sebagian lagi mungkin sudah dijual lagi dan sebagian lainnya hanya memenuhi ruangan saja. Berapa banyak barang-barang yang tidak dapat kita nikmati setiap hari, meski ia bagus namun kita tidak dapat memanfaatkan dan menikmatinya.
Betapa banyak orang kaya yang punya rumah banyak dan megah, namun yang menikmati bukan dirinya. Dia hanya sesekali saja, begitu jua jabatan, ia pasti menanggalkannya, seperti itu juga mobil, kuda, dan lain sebagainya.
Kita akan tua dan mati, uang kita akan habis, hilang atau terbuang, harta kita akan rusak, habis dan musnah, karena kita semua dan harta dunia adalah fana.

BACA JUGA:  Akidah Islam: Alam Semesta dan Fitrahnya dalam Tunduk dan Patuh kepada Allah

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button