Uncategorized

Husnuzon, Kunci Pengamalan “Fatwa” Hormatilah Orang-orang yang tidak sedang Berpuasa


Oleh Irfan Nugroho

Ramadan 1436 H (2015 M) ini disambut dengan “fatwa” (perhatikan tanda petik) nyentrik dari seorang publik figur di Indonesia yang menghimbau agar umat Islam yang menjalankan ibadah puasa berkenan “menghormati” mereka yang tidak berpuasa selama bulan Ramadan.
Alhasil, banyak yang pro, lebih banyak pula yang kontra. Mereka yang pro mendasarkan pendapatnya pada argumen semisal, “Puasa bertujuan membentuk insan bertakwa, bukan agar dihormati.”

Benar! Tetapi jika argumen itu dibiarkan dan diterima secara luas begitu saja, maka perintah Allah untuk menegakkan “amar maruf nahi munkar” seolah-olah sudah tidak lagi tepat jika diterapkan di Indonesia, apalagi jika dibenturkan dengan dalih toleransi atau saling menghormati menurut cara pandang kaum liberal dan sekuler.

Nah, oleh karena marah di saat puasa Ramadan berpotensi mengurangi nilai ibadah puasa, maka mau tidak mau kita harus tetap mengamalkan “fatwa” tersebut. Bagaimana? Yakni dengan terus menumbuhkan sifat “husnuzon.”
Jika kita melihat seseorang sedang asyik makan atau minum di tengah hari bulan Ramadan, mari kita ber-husnuzon bahwa ia tengah mengalami lima kondisi berikut. Artinya, jika ia mengalami salah satu kondisi berikut, maka ia diperbolehkan untuk tidak melaksanakan puasa Ramadan.
1) Hamil, menyusui, sakit atau dalam perjalanan
إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ نِصْفَ الصَّلَاةِ وَالصَّوْمَ وَعَنْ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِع
“Allah telah membebaskan setengah shalat dan puasa, dari orang-orang yang bepergian, dan dari wanita yang hamil serta menyusui,” (HR An-Nasai).
وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍۢ فَعِدَّةٌۭ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا۟ ٱلْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“…dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” [QS. Al-Baqarah: 185].
2) Tua renta
 وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍؕ َ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin,” [QS. Al-Baqarah: 184].
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ لَيْسَتْ بِمَنْسُوخَةٍ هُوَ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْمَرْأَةُ الْكَبِيرَةُ لَا يَسْتَطِيعَانِ أَنْ يَصُومَا فَيُطْعِمَانِ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا
Ibnu Abbas berkata, “Ayat ini (Al-Baqarah: 184) tidak dimanshukh (diralat), namun ayat ini hanya untuk orang yang sudah sangat tua dan nenek tua, yang tidak mampu menjalankannya, maka hendaklah mereka memberi makan setiap hari kepada orang miskin,” (HR Bukhari).
3) Haidh atau nifas
كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاة
“Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat,” (HR Muslim).
4) Hilang akal (gila atau mabuk) atau belum dewasa
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الْمُبْتَلَى حَتَّى يَبْرَأَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَكْبُر
Pena pencatat amal dan dosa itu diangkat dari tiga golongan; orang yang tidur hingga terbangun, orang gila hingga ia waras, dan anak kecil hingga ia balig,” (HR Abu Dawud).
5) Kafir atau bukan orang Islam
Kewajiban puasa di bulan Ramadan khusus diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman.
يٰٓـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْکُمُ الصِّيَامُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِکُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” [QS. Al-Baqarah: 183].
Ayat di atas menggunakan redaksi, “يايها الذين امنوا” yang berarti seruan untuk orang-orang yang percaya kepada Allah, percaya kepada malaikat, kepada kitab-kitab Allah, kepada rasul-rasul-Nya, kepada hati kiamat, dan kepada takdir yang baik atau yang buruk.
Ayat di atas tidak menggunakan redaksi, “Yaa ayyuhannas..”(Wahai seluruh manusia) apalagi “Yaa ayyuhal kaafiruun..” (Wahai orang-orang kafir). Maka dari itu, wajibnya puasa di bulan Ramadan hanya teruntuk bagi siapa saja yang percaya terhadap keenam hal tersebut di atas.
Jadi, ketika kita melihat seseorang sedang asyik makan, minum atau bahkan sekedar merokok di tengah hari bulan Ramadan, mari kita senantiasa ber-husnuzon. Bisa jadi, ia tengah mengalami kondisi pertama hingga keempat. Akan tetapi, jika keempat kondisi pertama itu tidak terdapat pada diri orang tersebut, bisa jadi ia adalah seseorang yang bukan pemeluk agama Islam. Wallahu’alam bish shawwab

BACA JUGA:  Kaum Fakir Lebih Dahulu Masuk Surga Daripada Kaum Kaya

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button