Amal ibadah yang paling utama; yang sesuai waktu dan tempatnya….
Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menyebutkan bahwa manusia yang konsisten mengamalkan Iyya Kana’ budu Wa Iyya Kanas ta’in (salah satunya adalah ikhlas karena Allah dan mengikuti tuntunan Rasul) akan tergolong ke dalam empat pendapat tentang ibadah yang paling utama.
1. Orang yang mengklaim bahwa ibadah yang paling mulia adalah ibadah yang paling berat dan paling sulit dilakukan.
Mereka berkeyakinan bahwa dengan melakukan amal ibadah yang paling berat, maka andil hawa nafsu di dalam jiwanya akan hilang dengan sendirinya. Mereka berdalih pada hadis yang tidak ada sumbernya bahwa, “Amalan yang paling dicintai adalah amalan yang paling berat.”
2. Orang yang mengklaim bahwa ibadah yang paling mulia adalah zuhud.
Minim andilnya dalam keduaniaan, karena total meninggalkan dunia. Hidupnya habis untuk ibadah mahdoh, sedang ibadah gairu mahdoh seperti mencari nafkah untuk keluarga ia tinggalkan.
3. Orang yang mengklaim bahwa ibadah yang paling mulia adalah amal ibadah yang manfaatnya bisa meluber ke banyak manusia.
Mereka meyakini bahwa ahli ibadah tipe 1 & 2 hanya meraup pahala untuk dirinya sendiri, sedang orang tipe 3 ini memiliki nilai lebih karena manfaat ibadahnya bisa dirasakan oleh banyak manusia. Mereka berdalih pada hadis, “Barangsiapa menunjuki pada kebaikan, baginya pahala serupa dengan orang yang melakukan kebaikan tersebut.” Mereka biasanya berasal dari kalangan kaya nan dermawan, atau para penuntut ilmu.
4. Orang yang mengklaim bahwa ibadah yang paling mulia adalah amal ibadah yang dilakukan sesuai dengan waktunya, tempatnya dan tugasnya.
Menurut Ibnul Qayyim, orang tipe kempat jauh lebih mulia daripada tipe pertama, kedua dan ketiga. Orang tipe keempat ini, mereka tidak mengenal batasan dalam ibadah, sedang tiga tipe lainnya membatasi standar kemuliaan ibadah hanya pada kategori mereka masing-masing. Orang tipe keempat ini tujuannya hanyalah keridhaan Allah, sesuai dengan tuntunan Rasulullah, waktu, tempat dan tugasnya.
Ketika tiba waktunya berjihad, mereka total berjihad, meskipun terkadang harus merelakan salat sunnah, puasa sunnah, juga tidak jarang harus melakukan salat dalam keadaan takut.
Ketika ada tamu berkunjung ke rumahnya, mereka total memuliakan tamu tersebut, bukan malah ditinggal mengikuti taklim atau membaca Quran, atau mengerjakan salat sunnah.
Ketika mereka berada di majelis ilmu, ia total dalam thalabul ilmi, bukan malah asyik membaca Quran sendiri, atau berbicara sendiri, atau mendakwahi orang lain sesama penuntut ilmu di majelis tersebut.
Ketika mereka bersama ahli sedekah, ia juga bersedekah, bukan malah menghindari sedekah dengan dalih menuntut ilmu atau menyibukkan diri dengan amalan lain.
“Sungguh, setiap ibadah yang dilakukan sesuai dengan waktu dan tempatnya adalah ibadah yang paling utama,” [Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin].
Akhukum fillah,
Irfan Nugroho
Staf pengajar di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Sukoharjo