Uncategorized
Pergaulan Seorang Muslim dengan Orang Kafir di Hari Raya Orang Kafir
Pertanyaan:
Apa yang harus dilakukan oleh seorang muslim ketika salah satu tetangganya (Nasrani) menyuguhinya makanan natal pada tanggal 25 Desember? Haruskah kita membuangnya atau menolaknya, meskipun dengan menolaknya dapat menyebabkan kesalahpahaman di antara kami.
Jawaban oleh Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid
Alhamdulillah.
Boleh bagi seorang muslim untuk menerima hadiah dari orang-orang kafir atau memberi mereka hadiah, khususnya jika mereka adalah saudara kita. Dalil dari pernyataan tersebut adalah sebagai berikut:
عن أبي حميد الساعدي قال : غزونا مع النبي صلى الله عليه وسلم تبوك وأهدى ملك أيلة للنبي صلى الله عليه وسلم بغلة بيضاء وكساه بُرداً وكتب له ببحرهم
(a) Diriwayatkan dari Abu Humain Al-Sa’di, ia berkata: “Kami berperang bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada perang Tabuk, lalu raja Ailah memberi hadiah kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam berupa baghlah putih, maka beliau mengenakan padanya burdah…” (HR. Bukhari: 2990).
عن كثير بن عباس بن عبد المطلب قال : قال عباس شهدت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم حنين فلزمت أنا وأبو سفيان بن الحارث بن عبد المطلب رسولَ الله صلى الله عليه وسلم فلم نفارقه ، ورسول الله صلى الله عليه وسلم على بغلة له بيضاء أهداها له فروة بن نُفاثة الجذامي
(b) Dari Katsir bin Abbas bin Abdul-Muththalib, dia berkata: Abbas berkata: “Aku ikut perang Hunain bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. lalu aku dan Abu Sufyan bin Al-Harits bin Abdul-Muththalib selalu berada di samping Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Beliau ﷺ menunggang baghlah putih, pemberian dari Farwah bin Nufasah Al-Juzami,” (HR Muslim: 1775).
Terbukti bahwa para sahabat juga (menerima hadiah dari orang-orang kafir) dengan seizin Rasulullah ﷺ. Ibu dari Asma binti Abu Bakar adalah seorang musrik. Ia pernah mengunjungi putrinya dan Rasulullah ﷺ memberi izin kepada Asma Radhiyallahuanha untuk menyambung tali silaturahim dengannya. Dan juga terbukti bahwa Umar bin Khattab Radhiyallahuanhu pernah memberi sebuah pakaian kepada saudaranya yang juga seorang musrik. Kedua hadis di atas terdapat di dalam Sahihain.
Kesimpulannya: Boleh bagi seorang muslim untuk memberi hadiah kepada orang kafir dan menerima hadiah dari mereka.
Kedua:
Terkait hadiah yang diberikan ketika hari raya mereka, maka tidak boleh untuk memberi atau menerimanya, karena hal itu sama saja dengan mengagungkan hari raya mereka serta merupakan ungkapan persetujuan atasnya, juga merupakan bantu-membantu dalam kekufuran.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata:
“Jika seseorang memberi satu hadiah kepada umat Islam di hari raya mereka, dan hal ini bertentangan dengan kebiasaannya di waktu-waktu yang lain di luar hari raya mereka, maka hadiahnya itu tidak boleh diterima, khususnya jika hadiah tersebut adalah sesuatu yang bisa digunakan untuk menyerupai mereka, seperti pemberian lilin dan yang semisalnya ketika Natal, atau pemberian telur, susu dan daging pada perayaan Kamis Putih, yang biasa digelar di akhir masa puasa mereka.
“Begitu pula, tak ada hadiah yang seharusnya diberikan kepada umat Islam bertepatan dengan hari raya seperti itu, khususnya jika pemberian itu adalah sesuatu yang bisa digunakan untuk menyerupai mereka seperti yang telah kami sebutkan di atas.
“Umat Islam tidak seharusnya menjual benda-benda yang bisa dipakai oleh umat Islam untuk meniru (menyerupai) mereka di hari raya mereka, seperti makanan, baju dan yang sejenisnya, karena hal itu adalah bantu-membantu dalam kejahatan,” (dalam Iqtida Siraat al-Mustaqee: 227).
Beliau (Ibnu Taimiyyah) Rahimahullah juga berkata:
“Begitu pula dengan umat Islam yang menjual kepada mereka barang-barang yang mereka gunakan ketika hari raya mereka, seperti makanan, baju, obat, dan yang sejenisnya, atau memberikan benda-benda itu kepada mereka, maka hal itu adalah jenis bantu-membantu dalam merayakan hari raya mereka yang haram. Hal ini didasarkan pada kaidah bahwa tidak boleh menjual anggur atau minuman kepada orang kafir yang dapat mereka gunakan untuk membuat minuman anggur, dan tidak diperbolehkan untuk menjual senjata kepada mereka, yang mana senjata tersebut dapat digunakan untuk melawan umat Islam,” (dalam Iqtida al-Siraat al-Mustaqweem: 229).
Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata tentang hari raya Ahlulkitab (Yahudi):
“Oleh karena mereka tidak boleh merayakannya secara terbuka, maka tidak boleh bagi umat Islam untuk membantu mereka di dalamnya atau menghadirinya. Inilah konsensus para ulama. Hal ini dinyatakan jelas oleh para fuqaha yang mengikuti empat imam mahdzab di dalam buku-buku mereka.”
Lalu, Ibnu Qayyim Rahimahullah mengutip perkataan para imam mahdzab dan ulama-ulama lain yang terkenal, (Ahkaam Ahl al-Dhimmah: 3/1245-1250).
Lihat juga fatwa berikut: http://www.mukminun.com/2015/12/memakan-makanan-yang-disajikan-oleh.html
Ketiga:
Tidak boleh bagi umat Islam untuk menganggap remeh perkara agamanya. Ia harus menunjukkan praktik keagamaannya secara terbuka. Mereka mempraktikkan agama mereka secara terbuka, memajang simbol-simbolnya selama hari raya mereka; maka kita harus secara terbuka menolak hadiah mereka dan enggan untuk bergabung bersama mereka serta membantu mereka di acara tersebut. Inilah salah satu ajaran agama kita.
Kita mohon, semoga Allah selalu memberi kita kejelasan tentang hukum agamanya dan memberi kita kekuatan untuk mengamalkannya dan teguh di jalannya. Wallahu’alam bish shawwab
Sumber:
http://islamqa.info/en/82860
Terjemah:
Irfan Nugroho
Staf pengajar di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Sukoharjo