Uncategorized

Mengenal Sisi Negatif Dunia #1

Oleh Ziyad Abu Irsyad
Di balik gemerlapnya dunia dan segala macam perhiasannya yang menyilaukan mata yang memandang, yang membuat manusia tergoda untuk memilikinya, yang menjadikan orang-orang berambisi untuk menguasainya, ibarat bunga dunia dengan berbagai rupa, wanita, anak-anak, harta baik emas, rumah megah, mobil mewah, serta yang lainnya, kekuasaan, gelar, pangkat, pengaruh, ilmu dan masih banyak lainnya, di balik semua itu, ternyata dunia lebih banyak memiliki sisi negatif daripada sebaliknya.
Oleh karena itu, para salaf sangat takut dengan ujian dunia. Sahabat ‘Abdurrahman bin ’Auf berkata: “Dahulu kami diuji bersama Rasulullah dengan kesengsaraan, maka kami (mampu) bersabar. Kemudian setelah Nabi meninggal, kami diuji dengan kesenangan maka kami tidak bersabar, (Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2464).
Bahkan, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam sudah mewanti-wanti tentang dunia ini melalui sabda beliau:
“Bukanlah kefakiran yang aku takutkan atas kalian, tetapi aku khawatir akan dibukakan lebar-lebar (pintu) dunia kepada kalian, seperti telah dibuka lebar dunia ini kepada orang-orang sebelum kalian. Nanti kalian akan saling bersaing untuk mendapatkannya sebagaimana mereka telah bersaing untuknya. Dan nantinya, kemewahan dunia akan membinasakan kalian seperti telah membinasakan mereka, umat terdahulu,” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Sisi negatif dunia yang pertama adalah bahwa dunia itu ujian. Ya, dunia adalah ujian, bukan hasil akhir, atau semata-mata balasan dan kasih sayang Allah kepada kita.
Seseorang yang dibukakan pintu dunia bukan berarti ia disayang Allah, dan jika disulitkan rezekinya atau ditutup pintu dunia atasnya, bukan berarti pula ia tidak disayang dan dicintai oleh Allah. Miskin atau kaya, semuanya adalah ujian Allah. Allah ingin menguji kita, mana yang bersabar saat miskin dan mana yang bersyukur di saat kaya, dan mana yang paling baik amalnya.
Allah berfirman dalam surat Al Fajr: 15-16:
Fajar (Al-Fajr):15 – Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”.
Fajar (Al-Fajr):16 – Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”.
Jadi sebenarnya, jika seseorang dibukakan pintu dunia kepadanya berupa pangkat misalnya, promosi jabatan atau gaji naik atau usahanya maju atau dagangan laris, atau perusahannya berkembang pesat, maka saat itulah sebenarnya kita sedang diuji, apakah kita dapat bersyukur atau tidak.
Itu semua bukan balasan dari kebaikan kita, atau jawaban dari doa kita. Bukan pula Allah meninggikan derajat kita atau memuliakan kita dari orang lain. Tidak! Jika kita kaya, kita tidak lebih mulia dari di bawah kita, karena Allah sudah memiliki standar kriteria sendiri untuk menentukan siapa orang yang mulia, siapa yang hina, yaitu dari tingkat ketakwaan seorang hamba kepada syariat Allah, tanpa memandang kaya atau miskin, tanpa melihat status sosial dan harta kekayaan yang dimilikinya.
Banyak ayat atau hadits yang menyebutkan bahwa diantara balasan pahala Allah ini ada yang diberikan di dunia sebagai wujud kasih sayang Allah bagi mereka orang-orang yang beriman. Akan tetapi, tidak semata-mata mendapat dunia lalu kita boleh merasa disayang dan dimuliakan oleh Allah. 
Jika demikian, orang-orang kafir tentu lebih disayang Allah karena dunia dibukakan secara lebar-lebar kepada mereka. Kalla! Sungguh tentu tidak!
Lalu bagaimana kita bisa mengetahui apakah dunia yang kita miliki ini adalah salah satu bentuk kasih sayang Allah?
Jika kita mendapat dunia karena ketaatan kita kepada Allah, maka itulah kasih sayang dan fadilah atau karunia yang Allah berikan kepada kita. Jika harta kita membuat kita semakin khusyuk dalam shalat atau semakin membuat kita bertakwa, maka di situlah Allah menunjukkan kasih sayangNya kepada kita dalam wujud harta dunia.
Akan tetapi, jika kita mendapat dunia karena bermaksiat kepada Allah, dengan melanggar syariat-syariatNya, maka itulah yang dinamakan istidrooj atau dalam istilah Bahasa Jawa “ngelulu,” yakni memberikan kesenangan dunia terlebih dahulu kepadanya, lalu nanti di akhirat, ia akan diazab dengan yang berlipat-lipat.
Jika kita mendapat nikmat dunia dari korupsi, riba, judi, curang dalam timbangan, menipu, merampok, menjadi biduan, dengan mengumbar aurat dan usaha haram lainnya, maka itulah yang dinamakan istidrooj.
Jika kita mendapat nikmat dari beribadah, usaha yang halal dan jujur maka itu adalah rahmat. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Bila kalian melihat Allah memberi nikmat kepada hamba-Nya yang selalu berlaku maksiat (durhaka), ketahuilah bahwa orang itu telah diistidrajkan oleh Allah Subhanahu Wa Taala,” (HR At-Tabrani, Ahmad dan Al-Baihaqi).
Maka, mari renungkan sejenak darimana kita mendapat dunia, dengan cara apa kita mendapat dunia dan bagaimana kita mendapat dunia, lalu mari kita nilai sendiri apakah ini semua adalah rahmat Allah ataukah adzab Allah… Wallahualam bish shawwab.

BACA JUGA:  Hukum Memakai Tasbih dalam Berzikir (1)

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button