Tarbiyah Nabi terhadap Generasi Islam yang Pertama
Oleh Sheikh Dr Abdullah Azzam
Yang kami maksud dengan “Generasi Pertama” adalah para sahabat. Sahabat adalah orang yang bertemu Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, muslim, dan mati sebagai muslim. Para sahabat adalah generasi yang dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya. Dalam Surat Al-Fath disebutkan:
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka,” (QS Al-Fath: 29).
“Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan,” (QS At-Taubah: 117).
Al-Quran telah bersaksi, sedangkan dalil Al-Quran itu qath’i dan pasti bahwa 30.000 sahabat yang ikut andil dalam Perang Tabuk telah diampuni oleh Allah.
“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon,” (QS Al-Fath: 18).
Adapun mereka yang ikut dalam Bai’atur Ridwan berjumlah 1.400 orang. Berdasarkan nash Al-Quran, mereka telah diridhai oleh Allah.
Dalam hadist shahih disebutkan:
“Sebaik-baiknya kurun (abad/masa) adalah kurunku, kemudian yang sesudahnya, kemudian yang sesudah mereka,” (HR Al-Bukhari).
Dalam hadist shahih dari riwayat Abu Sa’id Al-Khudri disebutkan, “Pernah terjadi pertengkaran antara Khalid bin Walid dengan Abdurrahman bin Auf. Dalam pertengkaran tersebut Khalid mencacinya. Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Janganlah kamu sekalian memaki salah seorang sahabatku. Karena sesungguhnya sekiranya seseorang di antara kalian menginfakkan emas semisal Gunung Uhud, maka amalnya itu belum mencapai satu mud (kurang lebih 6 ons) seseorang di antara mereka atau setengahnya,” (HR Ahmad, Al-Bukhari, dan Muslim).
Padahal Khalid bin Walid juga seorang sahabat. Akan tetapi, karena Abdurrahman bin Aud lebih awal masuk Islam dan lebih awal bersahabat dengan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, maka Rasul marah kepada Khalid seraya mengatakan, “Wahai Khalid, sesungguhnya kemuliaan persahabatan Abdurrahman, jika engkau berinfak emas sebesar Gunung Uhud, dan engkau juga seorang sahabat, maka amalmu itu tidak akan mencapai amalnya.”
Kendati Khalid sendiri telah mulai berinfak sebelum Fathul Mekah dan ikut serta dalam peperangan.
“Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS Al-Hadid: 10).
Dalam Shahih Muslim dari hadist Jabir disebutkan bahwa Nabi Shallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda:
“Tidak akan masuk neraka, seseorang yang pernah berbaiat di bawah pohon (Bai’atur Ridwan),” (HR Muslim).
Ibnu Mas’ud berkatan, “Sesungguhnya Allah mengamati hati hamba-hamba-Nya, maka Allah dapati hati Muhammad itu lebih baik daripada hati seluruh hambaNya, maka Allah pun memilih dan mengangkatnya sebagai Rasul untuk mengemban risalahNya. Kemudian Allah mengamati hati hamba-hambaNya setelah hati Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam, maka Allah dapati hati para sahabat Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam itu lebih baik dariapda hati seluruh hamba. Lantas mereka dijadikan oleh Allah sebagai penolong-penolong NabiNya.”
Ibnu Hajar berkata, “Umat Islam telah sepakat bahwa kemuliaan sahabat tidak dapat dibandingkan dengan apa pun.”
Dalam buku aqidahnya, Abu Ja’far Ath-Thahawi mengatakan, “Dan kami mencintai para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dengan tidak mengurangi sedikit pun kecintaan kami atas seseorang di antara mereka, kami membenci siapa pun yang membenci mereka atau mengatakan sesuatu yang tidak baik terhadap mereka dan kami tidak mengatakan tentang mereka kecuali yang baik. Mencintai mereka adalah termasuk bagian dari Islam, iman dan ihsan, sedangkan membenci mereka adalah tindak kekufuran, kemunafikan, dan melampaui batas.”
Golongan manusia pilihan yang mulia ini, dipilih oleh Allah Rabbul ‘Izzati untuk menguatkan agamaNya dan membela syariatNya.
“dan jika mereka bermaksud menipumu, Maka Sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan Para mukmin,” (QS Al-Anfaal: 62).
Lihatlah, generasi satu-satunya sekaligus prototype unik dalam sejarah manusia ini muncul dari dua sampul kitab. Mereka menerjemahkan ayat-ayat hingga mengubah firman-firman menjadi amal nyata. Sampai-sampai engkai tidak akan mampu membedakan kehidupan mereka dari ayat Al-Quran.
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik,” (QS Ali Imran: 110).
Para sahabat tumbuh dan berkembang menjadi generasi yang kuat dan matang dengan akar yang kokoh menghujam ke dasar bumi.
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik[786] seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat,” (QS Ibrahim: 24-25).
Apa sebenarnya prinsip-prinsip yang menjadi esensi pembinaan generasi ini? Pondasi apa yang digunakan Sang Murabbi, yaitu Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam untuk membangun bangunan yang besar, mengagumkan dan mempunyai keteraturan yang luar biasa ini? Bersambung…