Tazkiyah

Apa setelah Ramadan Berakhir?

Ramadan tahun ini, 1436 H/2015 M, segera berakhir. Hanya tersisa dua hari sejak tulisan ini dibuat sebelum bulan yang penuh berkah ini benar-benar berakhir. Atmosfer yang begitu kondusif untuk meningkatkan amalan ketakwaan itu mungkin segera kembali pudar, seiring dengan “lebar-nya” (Jawa: Selesai) Ramadan yang ditandai dengan perayaan Lebaran (Idul Fitri).

Ada beberapa hal yang tersisa di benak kita, berhasilkan madrasah Ramadan kali ini? Bagaimana dengan tingkat ketakwaan kita setelahnya, naikkah atau turunkah? Atau, apakah semua amal ibadah kita, puasa kita, shalat kita, sedekah kita, dan semuanya saja, diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala?
Untuk menjawab semua pertanyaan di atas, mari kita simak bersama firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
﴿فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى ﴾ ﴿وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى ﴾ ﴿فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى ﴾
Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa (05), dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga) (06), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah (07), (QS Al-Lail: 5-7).
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah, ketika menjelaskan ayat di atas, mengatakan, “Balasan untuk kebaikan adalah kebaikan pula setelahnya. Dan balasan untuk keburukan itu adalah keburukan pula setelahnya.”.
Maka jika kita berpijak pada penafsiran ayat di atas, bisa kita ketahui bahwa salah satu indikator diterima atau tidaknya amalan kita selama Ramadan adalah dimudahkannya kita untuk melakukan amalan-amalan serupa di bulan-bulan di luar bulan Ramadan.
Oleh karena itu, sejenak mari kita mengulang kembali kenangan indah kita bersama bulan Ramadan tahun ini.
1. Makmurnya masjid setelah lama sepi
Sudah menjadi fenomena umum di negara kita, bahkan mungkin di beberapa negara dunia lain, yakni masjid-masjid yang biasanya sepi menjadi makmur – jika tidak mau dikatakan ramai – karena banyaknya jamaah yang diringankan untuk mengikuti ritual shalat berjamaah.
Oleh karenanya, menangislah kita yang ternyata terbesit niat untuk memakmurkan masjid kerana selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala, bisa karena sekedar ikut-ikutan, perkewuh, wanita, atau yang lainnya.
﴿مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَوةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لاَ يُبْخَسُونَ – أُوْلَـئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِى الاٌّخِرَةِ إِلاَّ النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُواْ فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ ﴾
“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan (15), Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan? (16),” (QS Huud: 15-16).
Berbahagialah mereka yang berpartisipasi memakmurkan masjid pada masa-masa ini karena mengharap Ridha Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
إِذَا تَطَهَّرَ الرَّجُلُ ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ يَرْعَى الصَّلَاةَ كَتَبَ لَهُ كَاتِبَاهُ أَوْ كَاتِبُهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا إِلَى الْمَسْجِدِ عَشْرَ حَسَنَاتٍ وَالْقَاعِدُ يَرْعَى الصَّلَاةَ كَالْقَانِتِ وَيُكْتَبُ مِنْ الْمُصَلِّينَ مِنْ حِينِ يَخْرُجُ مِنْ بَيْتِهِ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَيْهِ
Jika seseorang bersuci lalu mendatangi Masjid untuk menunaikan shalat, maka maliakat pencatatnya akan mencatat baginya, untuk setiap langkah yang ia langkahkan menuju masjid sepuluh kebaikan. Dan orang yang duduk menunggu shalat laksana seorang yang melazimi kekhusyuan dan ketataan, dan akan dicacat sebagai orang yang sedang menunaikan shalat sejak ia keluar dari rumahnya hingga ia pulang ke rumahnya,” (HR Ahmad).
Oleh karenanya, mereka yang diterima oleh Allah langkah kakinya menuju masjid untuk memakmurkan masjid adalah mereka yang tetap terbiasa mendatangi masjid, menghadiri shalat berjamaah meski Ramadan telah usai, telah pergi meninggalkan kita.
﴿إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَـجِدَ اللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الاٌّخِرِ﴾
“Sesungguhnya yang pantas memakmurkan masjid itu orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian,” (QS At-Taubah: 18).
إِذَا رَأَيْتُمْ الرَّجُلَ يَعْتَادُ الْمَسْجِدَ فَاشْهَدُوا عَلَيْهِ بِالْإِيمَانِ
Apabila kalian melihat seorang laki-laki yang selalu ke masjid, maka saksikanlah bahwa dia adalah orang yang beriman,” (HR Ahmad).
2. Tadarus Al-Quran
Inilah bulan Al-Quran. Bulan ketika Al-Quran diturunkan, dan bulan di mana Malaikat Jibril terbiasa mengecek hafalan Quran Nabi kita tercinta hingga ia tetap terjaga keasliannya sampai hari ini.
Maka wajar jika kemudian tradisi membaca Al-Quran di bulan Ramadan menjadi begitu semarak, dari yang semula satu juz per bulan, kini bisa dua, tiga atau empat juz dalam sebulan. Inilah salah satu kenangan indah kita bersama Ramadan.
Maka dari itu, menangislah kita jika kita kesulitan untuk meluangkan waktu bersama Al-Quran, membaca ayat per ayat dari Kalam Allah di dalamnya, setelah Ramadan usai. Menangislah kita yang jika Ramadan usai, maka mushaf Al-Quran itu kembali masuk ke dalam lemari dan tak tersentuh kecuali hanya sedikit sekali frekuensinya.
Akan tetapi, berbahagialah mereka yang dimudahkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk tetap mampu ber-tadarus Quran pascaramadan. Berbahagialah mereka yang tetap menghadiri majelis-majelis Al-Quran meski di luar bulan Ramadan. Berbahagialah mereka yang mendapati salah satu tanda bahwa amalan (tadarus Quran) mereka di bulan Ramadan diridhai oleh Allah.
Inilah salah satu manfaat Al-Quran yang diutarakan oleh Buya Hamka Rahimahullah, “…teguh pertalian jiwa dengan sesama manusia (lewat majelis-majelis Quran –red) dan teguh pula pertalian jiwa dengan Allah (lewat tadarus Quran –red). Dan ilham atau petunjuk akan selalu diberikan oleh Tuhan (lewat Al-Quran –red).”
3. Qiyam Al-Lail (Shalat Malam)
Lebih dikenal sebagai Shalat Tarawih, Qiyam Al-Lail (Shalat Malam) di bulan Ramadan ini adalah primadona utama dari bulan penuh berkah itu. Inilah amalan yang tidak ada padanannya di bulan-bulan lain selain Ramadan.
Tidak heran jika kemudian begitu banyak umat Islam yang terkesima dengan sang primadona yang satu ini. Sering kita temui beberapa dari kita yang menyeru, “Shalat Tarawih, yuk?” dan begitu tekun mengikutinya, tetapi shalat lima waktu yang wajib justru sering terbengkalai, baik tertunda atau sengaja ditunda, baik terlewatkan atau sengaja dilewatkan, atau pun karena alasan yang lainnya.
Meski ia adalah primadona di bulan Ramadan, banyak yang justru gugur di tengah jalan karenanya pula. Sebelas atau dua puluh tiga rakaat itu benar-benar menjadi ujian bagi kita yang tidak memiliki niat yang lurus, “Melakukannya bersama imam, disertai dengan iman dan mengharap pahala dari Allah untuk mendapatkan ampunan atas dosa-dosa yang telah lalu,” (HR Bukhari).
Wajar jika kemudian ada dari kita yang melakukannya dengan kecepatan penuh hingga yang 23 rakaat itu bisa ditempuh dalam 7 menit. Ada pula kita yang batuk-batuk berdehem karena imam membaca dengan tartil hingga dirasa terlalu lama meski hanya shalat 11 rakaat selama 30 hari di bulan Ramadan.
Oleh karenanya, berbahagialah mereka yang istiqamah menjalankan Shalat Tarawih dari awal hingga akhir Ramadan, dengan disertai keimanan dan mengharap pahala dari Allah, dengan tuma’ninah, tidak ngebut seperti ayam mematuk. Berbahagialah mereka yang menjadikannya sebagai ibadah pelengkap dari rangkaian ibadah-ibadah wajib seperti shalat fardhu dan shiyam. Dan mereka yang bisa tetap melazimi amaliah ini selepas Ramadan hendaknya lebih berbahagia karena sungguh, “Balasan untuk kebaikan adalah kebaikan pula setelahnya.”
4. Sedekah
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam lebih gemar bersedekah di bulan Ramadan.
فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Sungguh, kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika didatangi Jibril ‘alaihissalam (pada bulan Ramadan) jauh melebihi daripada angin yang berhembus,” (HR Bukhari).
Dan sungguh beruntunglah mereka yang terbiasa bersedekah, memberi makan orang lain, serta menyantuni anak yatim lebih banyak di bulan Ramadan dengan diiringi niat yang tulus, dengan mengharap balasan semata dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ صَدَقَةٌ فِي رَمَضَان
“Rasulullah pernah ditanya, “Sedekah apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Sedekah di bulan Ramadan,” (HR Tirmidzi).
Merugilah kita yang mendapati bulan Ramadan tiba, tetapi gagal memanfaatkannya untuk memperbanyak sedekah. Juga merugilah kita yang gagal menetapi amalan itu ketika Ramadan telah usai, karena bisa jadi, itulah tanda bahwa sedekah kita selama Ramadan ditolak oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena niat yang tidak tulus lillahi ta’ala.
5. Adab & Akhlak
Madrasah Ramadan mendidik kita untuk lebih beradab dan berakhlak. Tidak cukup dengan memuasai perut dari makan dan minum, ia menuntut kita untuk meningkatkan kualitas adab dan perilaku kita.
Inilah ajaran mulia dari Nabi yang ummi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan kotor, melakukan hal itu dan masa bodoh, maka Allah tidak butuh (amalannya) meskipun dia meninggalkan makanan dan minumannya (puasa),” (HR Bukhari).
فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ يَوْمَئِذٍ وَلَا يَسْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
Apabila kamu puasa, maka janganlah kamu merusak puasamu dengan rafats, dan jangan pula menghina orang. Apabila kamu dihina orang atau pun diserang, maka katakanlah, ‘Sesungguhnya saya sedang berpuasa,” (HR Muslim).
Duhai, jika saja produk dari pendidikan adab dan akhlak ini bisa kita pertahankan pascaramadan. Duhai, jika saja upaya kita mengekang hawa nafsu, mengontrol lisan dan tindak tanduk kita selama Ramadan bisa tetap berlangsung selepas Ramadan.
6. Kebersamaan Keluarga
Sudah menjadi mafhum di Indonesia bahwa Ramadan adalah masa-masa yang sangat dirindukan, khususnya oleh mereka para orang tua yang sudah renta, yang hidup terpisah dari putra-putri mereka di perantauan. Inilah momen ketika anak dan orang tua kembali berkumpul, terlebih di akhir Ramadan, menjelang dan selama Idul Fitri.
Tidak sedikit pula pada bulan Ramadan ini seorang kepala keluarga bisa mengerahkan semua tanggungannya – istri dan anak-anaknya – untuk berduyun-duyun menghadiri shalat jamaah di masjid tanpa merasa berat dan malas.
Berbahagialah mereka yang bisa tetap menjaga keluarganya dalam ketaatan seperti itu di luar Ramadan. Bukan tidak ayal jika memang demikian adanya, maka kelak keluarga seperti inilah yang digambarkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai keluarga penghuni surga,
﴿جَنَّـتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ ءَابَائِهِمْ وَأَزْوَجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَالمَلَـئِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِّن كُلِّ بَابٍ – سَلَـمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ ﴾
“(Itulah) Surga ‘Adn, yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (23) (sambil mengucapkan): “Salamun ‘alaikum bima shabartum”[772]. Maka Alangkah baiknya tempat kesudahan itu,” (24) (QS Ar-Ra’du: 23-24).
﴿وَالَّذِينَ ءَامَنُواْ وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَـنٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَآ أَلَتْنَـهُمْ مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَىْءٍ كُلُّ امْرِىءٍ بِمَا كَسَبَ رَهَينٌ
“Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya,” (QS At-Thur: 21).
Penutup
Inilah Ramadan. Sebuah madrasah yang digelar oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar kita menjadi insan yang bertakwa. Bukanlah disebut lulus dari madrasah ini jika ketaatan selama Ramadan menjadi pudar, bahkan sirna tak berbekas sama sekali di masa-masa di luar Ramadan. Lebih-lebih, sangat tidak pantas kiranya jika kita mengklaim kemenangan di kala Idul Fitri jika ketika “bel pulang” Ramadan itu belum berbunyi tetapi kita sudah futur (menyerah) di tengah jalan, drop-out.
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerima amal-amal ibadah kita di bulan Ramadan dengan memudahkan kita untuk melazimi amal-amal tersebut setelahnya.
 
تقبل الله منا ومنكم
 (Semoga Allah menerima amalan kami dan amalan kalian)

 

Sukoharjo, 28 Ramadan 1436 H (15 Juli 2015)
Irfan Nugroho & Keluarga

BACA JUGA:  Bidayah fi Raqaiq: Salat sebagai Ibadah Badaniah

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button