Uncategorized

Bukan Khawarij, Orang yang Berpendapat Kafirnya Menerapkan Hukum Buatan Manusia

Pertanyaan:
1. Beberapa pemuda yang mengaku mengikuti Dakwah Salafi menuduh saudara mereka (di dalam Islam) sebagai bagian dari Khawarij (sekte sesat di dalam Islam). Alasan di balik tuduhan tersebut adalah bahwa kelompok yang tertuduh itu berkeyakinan bahwa menerapkan hukum buatan manusia adalah Kufur Akbar, yang berpotensi membawa pelakunya keluar dari Islam. Mereka mendukung pendapat tersebut dengan sebuah Fatwa yang dikeluarkan oleh Lajnah Daimah. Bagaimana pendapat Anda tentang hal ini?
2. Apakah ulama kritik hadis berhak menghakimi dirinya sendiri sebagai terpercaya atau tsiqah? Bagaimana aturannya?
3. Ada seorang Dai yang menuduh beberapa pemuda sebagai khawarij karena mereka berpendapat bahwa menerapkan hukum buatan manusia sebagai sebuah kekafiran yang bisa berujung pada kemurtadan. Dai tersebut, yang menuduh saudaranya sesama muslim sebagai Khawarij, juga menuduh anggota Lajnah Daimah, khususnya Syekh Bakar Abu Zaid dan Syekh Jibrin Rahimahullah berpaham Takfiri.
Jawaban oleh Tim Fatwa IslamWeb, diketuai oleh Syekh Abdullah Faqih Asy-Syinqiti
Segala puji hanya bagi Allah, Raab semesta alam. Saya bersaksi bahwa tiada Illah yang hak untuk diibadahi kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.
Khawarij adalah sekte sesat yang menyimpang jauh dari akidah Islam yang lurus. Mereka memiliki pemikiran fundamental yang bertentangan dengan akidah Ahlus Sunah. Sebagai contoh, Khawarij menilai orang yang berbuat dosa besar sebagai kafir. Mereka juga menghina beberapa Sahabat Radhiyallahuanhum dan menuduh mereka telah kafir. Mereka menolak konsep akidah bahwa orang yang beriman akan melihat Allah di akhirat. Mereka juga mengingkari hukum rajam, dan banyak penyimpangan dan kepalsuan lainnya. Penyimpangan mereka dimulai sejak mereka menyerukan pemberontakan terhadap Ali bin Abi Thalib Radhiyallahuanhu, yang kemudian beliau melakukan perlawanan terhadap mereka dan menyelamatkan umat Islam dari kejahatan mereka.
=====================
Baca juga:
=====================
Siapa saja yang memiliki keyakinan seperti keyakinan Khawarij di atas, seperti menyebut orang yang melakukan dosa besar sebagai kafir atau memberontak terhadap imam yang adil, maka dia adalah bagian dari mereka. Mereka yang menilai bahwa menerapkan hukum buatan manusia sebagai sebuah kekafiran yang membuat keluar dari Islam tidak serta merta disebut Khawarij. Ini adalah pendapat sekelompok ulama yang menyaksikan dampak dari penerapan hukum buatan manusia dan yang menyadari kontradiksi yang nyata dengan kehendak Allah, Kitabullah, dan agamaNya. Hukum buatan manusia mengubah aturan di dalam syariat Islam, menghalalkan yang haram, dan mengharamkan yang halal.  Hukum buatan manusia yang pertama kali menimpa umat Islam adalah Ilyasik, sebuah perangkat hukum buatan Gengis Khan. Ilyasik adalah kumpulan berbagai hukum yang berbeda, mulai dari Judaisme, Kristen, dan ajaran Islam. Penerus Gengis Khan lantas lebih mengutamakan Ilyasik daripada ajaran dan aturan Islam sebagaimana termaktub di dalam Quran dan Sunah. Pasukan Tatar juga menggunakan hukum tersebut meskipun mereka telah memeluk Islam. Para ulama berpendapat bahwa berpegang kepada Ilyasik atau berkumum dengannya adalah sebuah tindak kekufuran. Ibnu Katsir Rahimahullah adalah salah satu ulama yang meriwayatkan konsensus (ijma) para ulama tentang pendapat tersebut (tentang kafirnya berhukum dengan hukum semisal Ilyasik –pent).
==================
Baca juga:
==================
Hukum buatan manusia di zaman kontemporer ini juga dihukumi sama dengan Ilyasik. Oleh karena itu, sekelompok ulama kontemporer mengeluarkan satu Fatwa bahwa menghukumi berbagai perkara yang berkaitan dengan kehidupan atau harta benda manusia dengan hukum buatan manusia adalah Kufur Akbar. Di antara ulama tersebut adalah ulama ahli hadis seperti Ahmad Muhammad Shakir, Muhammad bin Ibrahim Alu Syekh, dan ulama-ulama lain yang semoga Allah merahmati mereka semua, yang dikenal karena ilmunya, kesalehannya, dan kesetiannya pada manhaj Ahlus Sunah, seperti Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, juga Syekh Abdurrazaq Al-Afifi, serta Syekh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Rahimahullahu Ta’ala Anhum. Jadi, bagaimana mungkin ulama-ulama besar seperti mereka, dan juga siapa saja yang mengikuti mereka, disebut Khawarij?
Tidak diragukan lagi bahwa para ulama tersebut tidak berpendapat bahwa semata menerapkan hukum buatan manusia sebagai Kufur Akbar, kecuali jika penguasa (yang pemerintahannya menerapkan hukum buatan manusia) tersebut meyakini bolehnya berhukum dengan buatan manusia atau lebih memilih hukum buatan manusia daripada syariat Islam. Semua pembahasan ini adalah perkara yang kontroversial di kalangan para ulama, dan bukan alasan untuk melabeli orang yang mengusung pendapat mereka sebagai pengikut manhaj Khawarij.
Menuduh anggota Lajnah Daimah sebagai Khawarij adalah sebuah kejahatan besar dan sebuah hinaan yang nyata terhadap keilmuan mereka. Para ulama tersebut adalah ulama sejati yang mengikuti generasi Salaf yang saleh di zaman ini. Mereka adalah orang yang menjelaskan (menyampaikan) dan mendukung akidah Salaf yang saleh. Mereka adalah manusia yang paling mulia yang dijadikan rujukan manusia dalam berbagai perkara besar dan penting. Orang yang merendahkan para ulama tersebut akan dihinakan atas kejahatannya. Mereka harus diberi peringatan untuk tidak merendahkan para ulama dan hendaknya diarahkan untuk mencari ilmu dari para ulama yang terpercaya.
Jika seseorang secara membabi buta menghina dan merendahkan para ulama tersebut, maka orang-orang yang menyertainya harus dihindari dan tidak boleh mendengarkan apa-apa dari mereka. Dia harus diasingkan sampai dia kembali ke jalan yang lurus dan kembali memuliakan para ulama tersebut, serta menyatakan bahwa para ulama tersebut adalah pengikut dari akidah Salaf yang suci, yang berada di pertengahan antara dua kelompok ekstrem, yaitu Khawarij dan Murjiah.
Kami berdoa kepada Allah agar memberi mereka hidayah untuk kembali ke jalan yang lurus.
Tentang mengeluarkan penilaian terhadap diri sendiri, oleh seorang kritik hadis, maka hal ini tidak bisa diterima. Para ulama berpendapat bahwa Ta’dil (mengeluarkan penilaian yang baik terhadap perawi hadis) terhadap seseorang didasarkan pada reputasi seorang perawi sebagai orang yang adil, atau dengan persaksian dari dua orang yang adil yang menyatakan bahwa si fulan adalah orang yang adil. Beberapa ulama menilai bahwa menegaskan atau menolak kejujuran, meskipun dilakukan oleh satu orang, adalah boleh. Akan tetapi pertanyaannya, bagaimana mungkin seseorang bisa menilai dirinya (adil atau suci) sedangkan Allah berfirman:
فَلَا تُزَكُّوٓاْ أَنفُسَكُمۡۖ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَنِ ٱتَّقَىٰٓ ٣٢
“…Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa,” (QS An-Najm [53]: 32)
Wallahualam bish shawwab.
Fatwa: 9430
Tanggal: 9 Muharam 1433 (5 Desember 2011)
Sumber: IslamWeb.Net

Penerjemah: Irfan Nugroho (Staf Pengajar di PPTQ At-Taqwa Sukoharjo)

BACA JUGA:  Berapa Nishab Uang Kertas?

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button