Uncategorized
Hukum Naik Haji atau Umrah dengan cara Mencicil Biayanya
Pertanyaan:
Bolehkah seseorang pergi haji atau umrah dengan cara mencicil biayanya? Beberapa perusahaan menawarkan Umrah dengan cara mencicil biayanya. Dengan demikian, seseorang akan dianggap mampu secara finansial untuk menunaikan ibadah haji atau umrah, apalagi jika ada yang menganggapnya sebagai sebuah kewajiban. Apakah hal seperti ini tidak boleh? Kalau memang tidak boleh, siapa yang berdosa? Perusahaannya atau jamaah haji/umrahnya?
Jawaban oleh Tim Fatwa IslamWeb, diketuai oleh Syekh Abdullah Faqih Asy-Syinqitti
Segala puji hanya bagi Alllah, Rabb semesta alam. Saya bersaksi bahwa tiada Ilah yang hak untuk diibadahi kecuali Allah, dan bahwa Muhammad ﷺ adalah hamba dan utusanNya.
Pertama, harus diketahui bahwa mengupayakan adanya biaya untuk umrah atau haji, serta meminjam (berhutang) untuk tujuan ini bukanlah suatu kewajiban. Sebaliknya, hal ini menjadi wajib ketika seseorang memiliki uang yang cukup untuk ongkos menunaikan ibadah haji atau umrah.
Biaya tersebut haruslah kelebihan dari biaya pokok kehidupannya, juga haruslah kelebihan dari nafkah yang harus dia keluarkan untuk orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya, sampai dirinya kembali dari ibadah haji. Ketika semua ini tersedia, maka seseorang dianggap mampu, sehingga dia terkena kewajiban untuk pergi haji.
Setelah mengetahui bahwa tidaklah wajib untuk mengupayakan biaya ibadah haji atau umrah, Anda harus tahu bahwa boleh hukumnya untuk mendapatkan pinjaman bebas riba atau terlibat di dalam suatu transaksi pembiayaan yang sah (bebas riba) untuk tujuan itu.
Hal ini boleh ketika seseorang memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu untuk melunasinya. Al-Khatib As-Sirbini Rahimahullah berkata:
“Hutang itu boleh, hanya untuk seseorang yang berpikiran bahwa dirinya mampu melunasinya.”
Jadi, boleh menerima tawaran seperti itu, tetapi dengan didasarkan pada fakta bahwa transaksi pembiayaan ibadah haji/umrah itu harus dibolehkan di dalam syariat (bebas riba dan sebagainya).
Wallahu’alam bish shawwab.
Fatwa: 194149
Tanggal: 25 Zulqaidah 1437 (28 Agustus 2016)
Sumber: IslamWeb.Net
Penerjemah: Irfan Nugroho (Staf Pengajar Pondok Pesantren Tahfizhul Quran At-Taqwa Sukoharjo)