Syahwat untuk mempertahankan kekuasaan yang sudah ada di tangan, kadang menuntut seseorang untuk melakukan segala cara, di antaranya adalah berbuat zalim (otoriter), menjalankan politik belah bambu (devide et impera, atau pecah belah), serta pilih kasih (nepotisme).
Inilah yang dilakukan oleh sosok penguasa zalim Fir’aun yang manifestasinya akan terus ada hingga akhir zaman. Dengan segala macam resources yang dia punya, dengan polisi dan militer yang ada di bawah kendalinya, dengan kekuatan finansial yang besar, dia lakukan cara-cara tersebut untuk mempertahankan kekuasaannya, mencegah Musa alaihissalam agar tidak menggulingkannya dari tampuk tertinggi sebagai penguasa negeri Mesir.
Allah ﷻberfirman:
إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِّنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ ۚ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
“Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan,” (QS Al-Qashas: 4).
Menjelaskan ayat di atas, Ibnu Katsir berkata:
أراد فرعون بحوله وقوته أن ينجو من موسى
“Fir’aun, dengan segala kemampuan dan kekuatan yang dia punya, ingin menyelamatkan diri dari Musa Alaihissaman,” (Tafsir Ibnu Katsir).
Guna mencegah Musa dari menggulingkan kekuasaannya, padahal bukan kekuasaan tujuan Musa, Fir’aun berbuat “sewenang-wenang di muka bumi.”
Tentang makna “Sewenang-wenang di muka bumi,” Ibnu Katsir menjelaskan:
تكبر وتجبر وطغى
“Dia takabur, sombong, dan zalim (sewenang-wenang, menindas).”
Abu Ja’far Ath-Thabari menjelaskan:
إن فرعون تجبر في أرض مصر وتكبر, وعلا أهلها وقهرهم, حتى أقرّوا له بالعُبُودَةِ
“Sesungguhnya Fir’aun berlaku angkuh, sombong, dan sewenang-wenang di negeri Mesir. Dia juga berlaku takabur. Kepada rakyatnya, dia memaksa dan menindas, sampai pada tingkatan menyuruh rakyatnya agar menyembah dia,” (Tafsir At-Tabari).
Syahwat mempertahankan kekuasaan dilakukan dengan berbagai tingkata, mulai dengan mengeluarkan SK agar Bani Israil ikut program kerja paksa (Tafsir Al-Qurtubi), itu pun untuk melakukan pekerjaan yang paling hina (Tafsir Ibnu Katsir), sampai pada tataran memaksa rakyatnya untuk menyembah dirinya.
Hari ini, upaya pencitraan oleh penguasa dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari siaran TV, media, Vlog, dan lainnya. Tujuannya, menumbuhkan kekaguman pada diri penguasa tersebut, memunculkan komunitas penggemar-penggemar yang fanatik, semua perkataannya dianggap benar dan dipatuhi, hingga pada tataran firman Tuhan mereka dustakan jika tidak sesuai dengan perkataan penguasa.
Inilah tabiat Fir’aun di masa kini, dengan manifestasi dari sifat “sewenang-wenang di muka bumi.”
Lebih lanjut Allah menjelaskan cara Fir’aun mempertahankan kekuasaan:
وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا
“Dan dia jadikan rakyatnya berpecah-belah,”
“Fir’aun menjadikan rakyatnya berkelompok-kelompok, yang mana kelompok-kelompok itu saling berpecah belah,” (Abu Ja’far At-Tabari, Tafsir At-Tabari).
Setelah berhasil memecah rakyatnya ke dalam beberapa kelompok, di situlah Fir’aun menerapkan kebijakan yang berbeda (dan tidak fair tentunya) terhadap kelompok-kelompok rakyatnya tadi, seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Katsir:
قد صرف كل صنف فيما يريد من أمور دولته .
“Sungguh, untuk urusan negara, dia mengatur masing-masing kelompok tadi sesuai dengan kehendaknya.”
Cara negara dalam melayani kelompok-kelompok tadi berbeda-beda (Tafsir Al-Qurtubi), dengan tentu yang mendukung kepentingan penguasa akan mendapat pelayanan prima, sedang terhadap kelompok oposisi, atau mereka yang dianggap berseberangan terhadap penguasa, mereka akan mendapat pelayanan yang tidak bermutu, bahkan tidak sama sekali.
Hal ini bisa terbaca dari petikan firman Allah selanjutnya,
يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِّنْهُمْ
“Dengan menindas sebagian dari mereka.”
Imam Qatadah menjelaskan:
يستعبد طائفة منهم, ويذبح طائفة, ويقتل طائفة, ويستحي طائفة.
“Kepada satu kelompok dari rakyatnya Fir’aun melakukan penindasan, kepada kelompok lain dia menyembelih, kepada kelompok lain dia melakukan pembantaian, dan kepada kelompok lain dia mebiarkannya tetap hidup.”
Sisi tajam dari pisau “keadilan” yang ada di tangan Fir’aun masa kini lebih banyak diarahkan kepada mereka yang berseberangan dengan penguasa. Laporan kejahatan hanya diproses oleh “penegak keadilan” jika yang terlapor adalah mereka yang berasal dari kelompok seberang, sedang laporan kejahatan dari kelompok seberang, terhadap kejahatan kelompok pendukung rezim, diabaikan tanpa ada proses lebih lanjut sama sekali.
Inilah tabiat Fir’aun.
إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
“Sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Pemegang kekuasaan yang melakukan cara-cara di atas, zalim, memunculkan perpecahan di tengah umat, berbuat tidak adil kepada rakyat, merekalah pelaku kerusakan. Tetapi ingat, ketika gelar “mufsidin” itu disematkan ke arah mereka, sontak mereka menjawab:
إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ
“Sesungguhnya kami sedang melakukan perbaikan,” (QS Al-Baqarah: 11).
“Kami sedang menegakkan pilar-pilar demokrasi, agar negeri ini tidak berubah seperti Suriah karena ada kelompok yang ingin menegakkan khilafah, agar keragaman bangsa tetap terjaga dalam bingkai anu dan anu,” kira-kira begitulah ujar mereka.
Sungguh:
إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَٰكِن لَّا يَشْعُرُونَ
“Sesungguhnya mereka itulah yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar,” (QS Al-Baqarah: 12).
Wallahu’alam