Tazkiyah

Keutamaan Anak Yatim, Janda, dan Penyantun Keduanya

Ini adalah naskah yang kami siapkan ketika diminta untuk mengisi tausiyah santunan anak yatim yang digelar oleh Yayasan Al-Qayyim Sukoharjo. Pembaca yang kebetulan sedang mencari materi, silakan menggunakannya dengan mencantumkan situs sumber ini (mukminun.com), dan apabila ada kesalahan, mohon berkenan menyampaikannya melalui kolom komentar. Materi tausiyah dibagi untuk tiga kelompok: 1) untuk anak yatim, 2) untuk para ibu/janda, 3) jamaah umum yang hadir. Semoga bermanfaat. Terima kasih

Orang-orang Besar dari Kalangan Yatim

Pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala, sejarah mencatat banyak nama besar yang berasal dari kalangan yatim, satu yang paling kita ingat adalah Nabi Muhammad ﷺ. Para ulama berbeda pendapat tentang berapa usia Nabi ﷺ ketika ayahnya Abdullah meninggal dunia: 1) ketika masih di dalam kandungan, 2) ketika Nabi ﷺ berusia 28 bulan, 3) ketika Nabi ﷺ berusia 2 bulan, 4) ketika Nabi ﷺ berumur 9 bulan, dan pendapat 5) ketika Nabi ﷺ berusia 7 bulan.

Nama-nama besar lain yang berasal dari kalangan yatim di antaranya Imam Al-Ghazali, Ibnul Jauzi, Imam Ahmad bin Hambal, Imam Asy-Syafii, Imam Al-Bukhari, Syaikh Abdurrahman Nasir As-Sa’di, Syaikh Abdul Aziz bin Baz. Ini yang berasal dari kalangan ulama dan imam besar.

Sejarah juga mencatat nama-nama besar di luar bidang agama yang berasal dari kalangan yatim, seperti Nelson Mandela, Gerhard Schroeder (Kanselir Jerman tahun 1998-2005), Leonardo Da Vinci, juga Bill Clinton (Presiden AS 1993-2001).

Lalu apa kunci sukses para anak yatim ini hingga menjadi orang besar?

1. Belajar Ilmu Agama

Kondisi mereka memang yatim, tetapi mereka memiliki semangat yang besar untuk menuntut ilmu, khususnya belajar ilmu agama. Mereka dan ibunya rela anaknya menjadi santri agar bisa tekun belajar agama. Nabi ﷺ bersabda:

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Siapa yang menempuh jalan apa pun dalam mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan bagi orang tersebut jalan menuju surga,” (Sahih Muslim: 2699).

Ingat, sukses yang sebenarnya adalah sukses di akhirat, masuk surga, dan itu jalannya dengan belajar ilmu agama. Caranya? Sekolah di pesantren, kalau tidak di pesantren, jangan nakal di sekolah umum, jaga salat lima waktu, hafalkan Quran di rumah, rajin ikut pengajian, mengajar TPA dan lain sebagainya.

BACA JUGA:  Inilah Penghalang Ampunan Allah di Bulan Penuh Rahmat

2. Menyambung Silaturahmi

Kunci kedua untuk menjadi orang besar, meski dalam kondisi yatim, adalah dengan menyambung silaturahim. Amalan wajib ini banyak keutamannya, di antaranya adalah diluaskannya rezeki dan dipanjangkan umur pelakunya. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Siapa saja yang ingin agar rezekinya diluaskan, lalu umurnya dipanjangkan, hendaknya dia menyambung silaturahmi,” (Sahih Bukhari: 5986, Sahih Muslim: 2557).

Para ulama berbeda-beda dalam menafsirkan “rezekinya diluaskan.” Ada yang mengatakan rezekinya diperluas dan diperbanyak. Ada juga yang mengatakan bahwa rezekinya semakin bertambah dari segi keberkahan.

Lalu tentang “usianya dipanjangkan,” para ulama mengartikannya dengan mengakhirkan kematiannya (sebagaimana dalam Sahih Ibnu Hibban), umurnya semakin berkah, dia jadi lebih mudah melakukan ketaatan, waktunya semakin bermanfaat untuk kehidupan akhirat, dan tidak menyia-nyiakan waktu hidupnya, (Syarah Nawawi Ala Muslim).

Lalu bagaimana cara menjalin silaturahmi? Jika nanti harus kerja jauh dari ibu, sering-seringlah berkunjung ke rumah ibu, cari istri yang siap mendukung Anda untuk menjalin silaturahmi.

Atau bisa dengan mengunjungi kakek dari ayah dan ibu kita. Meski ayah sudah meninggal, tetapi luangkan waktu untuk berkunjung ke rumah ayah dari ayah kita, menelpon mereka, juga berkunjung ke rumah kakak/adik dari ayah kita. Jika nanti sudah sukses dunia, jangan lupa “munjung” (pemberian menjelang hari raya atau Ramadan) kepada sanak kerabat kita.

3. Berbakti kepada Orang Tua

Berbakti kepada orang tua adalah satu dari sekian kunci sukses dalam hidup. Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلَّا الدُّعَاءُ وَلَا يَزِيدُ فِي الْعُمْرِ إِلَّا الْبِرُّ

“Tidak ada yang bisa mencegah takdir kecuali doa, juga tidak ada yang bisa menambah umur kecuali al-birr (berbakti kepada kedua orang tua),” (Sunan At-Tirmizi: 2139).

Berbakti kepada orang tua, menurut Syaikh Ibnu Utsaimin, adalah berbuat baik kepada orang tua dengan tangan, lisan, dan harta sesuai kemampuan, (Syarah Riyadhus Shalihin).

Jangan membuat mereka sedih dengan perbuatan atau perkataan kita. Sebaliknya, buat mereka senang dengan perbuatan dan perkataan kita. Jika tinggal terpisah dari mereka, seringlah berkunjung mereka. Jika tidak bisa berkunjung, seringlah menelpon mereka. Ajak mereka makan bersama. Dengarkan cerita mereka dengan saksama. Beri mereka nafkah jika mereka kekurangan dan di satu sisi kita memiliki kelebihan.

BACA JUGA:  Makna dan Hakikat Taqwa serta Kriteria Orang Bertakwa

Ibu yang Tegar Membesarkan Anaknya

Jika ada anak yatim, maka di situ berarti ada ibu yang berubah statusnya menjadi janda. Sebuah peran yang sangat berat, karena harus menjadi ibu sekaligus ayah. Itulah mengapa menjadi ibu yang sabar, tegar, juga penyayang dalam mengasuh anaknya mendapat keutamaan begitu besar.

Ddi dalam hadis riwayat Imam Muslim nomor 2630 disebutkan bahwa Ibunda Aisyah Radhiyallahu Anha bercerita:

جَاءَتْنِي مِسْكِينَةٌ تَحْمِلُ ابْنَتَيْنِ لَهَا

“Datang kepada saya seorang ibu-ibu miskin dengan membawa dua orang anak perempuannya.”

فَأَطْعَمْتُهَا ثَلَاثَ تَمَرَاتٍ

“Maka saya memberinya tiga butir kurma kering kepada ibu-ibu miskin tadi.”

فَأَعْطَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا تَمْرَةً وَرَفَعَتْ إِلَى فِيهَا تَمْرَةً لِتَأْكُلَهَا

“Maka ibu tadi memberi kepada masing-masing anaknya satu butir kurma, lalu sisa satu butir kurma untuk beliau makan sendiri.”

فَاسْتَطْعَمَتْهَا ابْنَتَاهَا

“Maka kedua anaknya pun meminta kurma milik ibunya tadi.”

فَشَقَّتْ التَّمْرَةَ الَّتِي كَانَتْ تُرِيدُ أَنْ تَأْكُلَهَا بَيْنَهُمَا

“Maka ibu tadi membagi kurma yang hendak beliau makan itu menjadi dua bagian untuk diberikan kepada anaknya.”

فَأَعْجَبَنِي شَأْنُهَا فَذَكَرْتُ الَّذِي صَنَعَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ

“Maka saya (Ibunda Aisyah Radhiyallahu Anha) merasa kagum dengan ibu tersebut, lalu saya ceritakan kejadian itu kepada Rasulullah yang kemudian bersabda:

إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ أَوْ أَعْتَقَهَا بِهَا مِنْ النَّارِ

“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan untuk ibu tersebut surga karena perbuatannya tadi, atau Allah telah mewajibkannya terbebas dari api neraka,” (Sahih Muslim: 2630).

Keutamaan Menyantuni Anak Yatim

Imam Muslim meriwayatkan di dalam sahihnya nomor 2983 dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ memberi motivasi kepada kita untuk menyantuni anak yatim:

كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِي الْجَنَّةِ

“Orang yang menyantuni anak yatim, baik anak yatim itu memiliki hubungan nasab dengannya atau tidak, saya (Nabi Muhammad ﷺ) dan orang itu seperti dua jari ini di surga kelak.”

Mus’ab bin Sa’ad bin Abi Waqash mengatakan bahwa ayahnya Sa’ad pernah bercerita kepadanya tentang ayahnya yang merasa memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan orang lain di sekitarnya, lalu Rasulullah ﷺ bersabda:

هَلْ تُنْصَرُونَ وَتُرْزَقُونَ إِلَّا بِضُعَفَائِكُمْ

“Bukankah kalian itu ditolong dan diberi rezeki (oleh Allah) karena adanya orang-orang lemah di antara kalian?”

Anak yatim dan janda termasuk dalam kategori dhuafa atau lemah, sebagaimana Imam An-Nawawi di dalam Riyadhus Shalihin memasukkan hadis ini ke dalam judul, “Menyayangi anak yatim, anak perempuan, orang lemah dan miskin, serta berbuat baik, murah hati, tawadhu, dan rendah hati kepada mereka.”

BACA JUGA:  Hati yang Keras, Penyebab dan Cara Melembutkan

Ibnu Baththal rahimahullah berkata:

الضعفاء أشد إخلاصا في الدعاء وأكثر خشوعا في العبادة لخلاء قلوبهم عن التعلق بزخرف الدنيا

“Kaum dhuafa adalah orang yang paling ikhlas dalam berdoa, juga paling khusyuk dalam beribadah, hati mereka terlepas dari ketergantungan terhadap gegap gempita dunia,” (Fathul Bari).

Artinya, doa orang-orang yang lemah itu lebih berpotensi untuk dikabulkan. Maka jika kita berbuat baik kepada mereka, lalu mereka mengeluarkan kata-kata yang baik untuk kita, maka itulah doa-doa mustajab dari mereka untuk kita. Dan sebenarnya, kita lebih hajat untuk hal tersebut daripada hajatnya mereka terhadap santunan kita.

Menerima Pemberian

Pembaca yang semoga dirahmati Allah ta’ala, menjadi anak yatim yang menerima santunan itu bukan posisi yang hina. Bukan. Pun demikian menjadi janda yang menerima santunan, itu bukan membuat harga diri kita menjadi rendah. Tidak.

Di dalam Syu’abul Iman karya Al-Baihaqi dari Khalid bin ‘Adi dari Nabi ﷺ yang bersabda:

مَنْ بَلَغَهُ مَعْرُوفٌ عَنْ أَخِيهِ مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ وَلَا إِشْرَافِ نَفْسٍ فَلْيَقْبَلْهُ وَلَا يَرُدَّهُ ، فَإِنَّمَا هُوَ رِزْقٌ سَاقَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ

“Siapa saja yang mendapat kebaikan dari saudaranya, padahal dia tidak meminta dan tidak berambisi untuk mendapatkannya, maka hendaknya dia menerima pemberian tersebut dan tidak menolaknya. Sungguh, itu adalah rezeki dari Allah yang dicurahkan kepadanya,” (Syuabul Iman. Al-Albani: Sahih).

Di dalam Sahih Al-Bukhari dari Abi Hurairah Radhiyallahu Anhu dari Nabi ﷺ yang bersabda:

وَلَوْ أُهْدِيَ إِلَيَّ ذِرَاعٌ أَوْ كُرَاعٌ لَقَبِلْتُ

“Seandainya aku diberi hadiah satu paha kambing bagian depan atau satu paha kambing bagian belakang, niscaya aku akan menerimanya,” (Sahih Bukhari: 2568).

Sesungguhnya posisi orang yang menerima santunan adalah sama dengan orang yang memberi santunan. Jika tidak ada orang yang mau menerima sedekah kita, santunan kita, pemberian kita, maka dari mana kita mampu mendapat pahala sedekah, pahala memberi santunan, juga pahala memberi hadiah?

Lebih lanjut tentang hukum menerima/menolak hadiah, silakan baca di sini: https://mukminun.com/2021/09/hukum-menolak-hadiah-dalam-tinjauan-syariat.html

Dan ingat, hajat kita terhadap besarnya pahala menyantuni anak yatim adalah lebih besar daripada hajatnya anak yatim terhadap santunan kita, yang sebenarnya itu adalah rezeki dari Allah melalui tangan kita. Wallahu’alam bish shawwab.

Sukoharjo, 13 April 2022

Irfan Nugroho (Staf Pengajar di Pondok Pesantren Tahfizhul Quran At-Taqwa). Semoga Allah mengampuni dosanya dan memberkahi dirinya, hartanya, dan keluarganya. Aamiin

Irfan Nugroho

Hanya guru TPA di masjid kampung. Semoga pahala dakwah ini untuk ibunya.

Tema Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button