Terapi Penyakit Jiwa Menurut Islam
Oleh Syaikh Said Ali Al-Qahthani
Terapi penyakit yang paling mujarab untuk berbagai penyakit ruhani dan sempit pada dada, secara ringkas, adalah sebagai berikut:
1. Petunjuk dan tauhid, sebagaimana kesesatan dan kesyirikan adalah sebab utama sempitnya dada.
2. Cahaya keimanan yang lurus dan benar yang dihunjamkan oleh Allah di hati seoran hamba, yang disertai dengan amal saleh.
3. Ilmu yang bermanfaat, setiap kali bertambah luas pengetahuan seorang hamba, maka dadanya juga semakin longgar dan panjang.
4. Inabah dan rujuk (kembali) kepada Allah, serta mencintai Allah sepenuh hati, menerima takdir Allah, serta merasa nikmat dalam beribadah kepadaNya.
5. Melazimi zikir kepada Allah dalam semua keadaan dan di setiap tempat. Zikir menghasilkan pengaruh yang menakjubkan dalam melapangkan dada, menentramkan hati, serta menepis kesedihan dan rasa murung.
6. Berbuat baik terhadap semua makluh dengan segala variannya, memberi manfaat kepada mereka jika memungkinkan, karena orang yang mulia lagi gemar berbuat baik adalah orang yang dadanya paling lapang, jiwanya paling sehat, dan hatinya paling bahagia.
7. Berani, karena keberanian akan melonggarkan dada dan melapangkan hati.
8. Mengeluarkan aib-aib yang merusak hati dari semua karakter yang tercela, yaitu yang mengakibatkan sempitnya hati dan merasa tersiksa. Misal, hasad, dendam, nggrundel, permusuhan, curiga, keterlaluan, dan sebagainya. Telah disebutkan bahwa:
Nabi ﷺ pernah ditanya tentang manusia paling utama. Beliau menjawab, “Setiap orang yang bersifat makhumul qalbu dan shaduqul lisan.” Pada sahabat bertanya, “Shaduqul lisan kami tahu maksudnya. Lalu apa maksud dari Makhumul Qalbu?” Rasulullah ﷺ bersabda, “Hati yang bertakwa dan bersih, tiada dosa padanya, tiada sifat keterlaluan, tiada rasa nggrundel, tiada rasa hasad,” (Sunan Ibnu Majah: 4216).
9. Meninggalkan pandangan, perkataan, pendengaran, pergaulan, makan, dan tidur yang berlebihan, karena meninggalkan semua ini termasuk sebab yang mendatangkan kelapangan pada dada, menentramkan hati, menepis kecemasan, dan rasa murung.
10. Menyibukkan diri dengan amal tertentu dari sekian banyak amal, atau ilmu tertentu dari sekian banyak cabang ilmu yang bermanfaat, karena dengan begitu, seseorang bisa mengalihkan perhatian hatinya dari berbagai perkara yang membingungkan.
11. Memperhatikan aktivitas untuk hari yang sedang dijalani, memupus perhatian untuk hari mendatang, dan membuang kesedihan atas perkara yang luput darinya pada hari yang telah berlalu. Seorang hamba harus bersungguh-sungguh mencari apa saja yang bermanfaat untuknya bagi agama dan dunia, dia juga harus memohon Rabb-nya agar sukses meraih tujuannya, dan menolong dirinya dalam hal tersebut. Yang demikian ini akan mampu melarutkan kecemasan dan kesedihan.
12. Melihat pada orang yang di bawahnya dan tidak melihat yang lebih tinggi darinya dalam perkara kesejahteraan, jumlah pengikut, dan harta.
13. Melupakan apa yang terjadi dari perkara yang dibenci yang tidak mungkin diulangi, maka jangan dipikirkan lagi secara umum.
14. Jika bencana dari berbagai bencana menimpa seorang hamba, maka dirinya wajib berusaha untuk meringankannya, dia kerahkan kemampuan yang mungkin belum dilakukan sehingga urusannya itu berakhir, dia atasi sesuai kemampuannya.
15. Kekuatan hati dan sama sekali tidak memancingnya sehingga berandai-andai atau berkhayal yang hanya akan memunculkan pikiran buruk, tanpa perasaan murka, tidak bergantung pada sandaran yang ringkih, dan tidak berbuat yang dipaksa-paksa. Namun semua urusan diserahkan kepada Allah disertai menjalankan sebab-sebab yang bermanfaat. Memohon kepada Allah permaafan dan keselamatan.
16. Menyandarkan hati kepada Allah, bertawakkal kepadaNya, husnuzan kepadaNya, karena orang yang bertawakkal kepada Allah tidak akan diombang-ambingkan oleh kebingungan.
17. Orang yang berakal mengetahui bahwa kehidupannya yang lurus adalah kehidupan yang bahagia dan tenteram. Inilah kehidupan yang sangat singkat, maka tidak pada tempatnya untuk lebih mempersingkat lagi dengan kesedihan. Perlu ada upaya untuk melestarikannya.
18. Jika sesuatu yang dibenci menimpa, maka perlu dia bandingkan dengan kenikmatan yang dia peroleh, baik yang bersifat diniyah atau duniawiah. Dengan membandingkan maka dia akan sadar betapa besarnya kenikmatan yang telah dia jalani. Demikian juga antara kekhawatirannya atas berbagai peristiwa yang membahayakan dengan banyak keselamatan. Dia tidak boleh membiarkan pikirannya membandingkan sesuatu yang kecil kemungkinan akan terjadi dengan berbagai hal besar yang sangat mungkin terjadi. Langkah ini bisa menepis kecemasan dan kesedihan.
19. Dia harus tahu bahwa gangguan manusia tidak akan membahayakannya, terutama semua perkataan yang buruk, bahkan bahanya akan kembali pada mereka, tanpa perlu dia mengusahakan secara tenaga dan pikiran.
20. Menggunakan semua wawasannya untuk memberi manfaat bagi agamana dan dunia.
21. Seorang hamba tidak perlu menuntut ucapan terima kasih (balasan) atas kebaikan yang dia upayakan dari orang yang dia beri manfaat, kecuali dari Allah. Dia harus tahu bahwa kebaikannya itu hanya berhubungan dengan Allah, tidak ada urusannya dengan ucapan terima kasih. Allah ta’ala berfirman:
“Kami tidak mengharapkan dari kalian balasan maupun ucapan terima kasih,” (QS Al-Insan: 9).
22. Menjadikan semua perkara yang bermanfaat sebagai fokus pandangan kedua matanya, dan beramal untuk mewujudkannya, tanpa menengok kepada segala hal yang membahayakan. Dia tidak boleh menyibukkan diri dengannya, baik raga maupun pikiran.
23. Menyelaraskan amal dengan keadaan, menanti hari esok sampai dia benar-benar datang sehingga ada kesempatan untuk beramal dengan kekuatan pikiran dan tenaga.
24. Memilih di antara amal dan ilmu yang bermanfaat, mana yang penting, lebih penting, dan paling penting, khususnya yang bisa memperkuat semangat dan memohon pertolongan kepada Allah, lalu bermusyawarah. Jika diyakini mendatangkan maslahat, barulah berazam dan bertawakal kepada Allah.
25. Ber-tahadduts atau memperlihatkan dan menunjukkan pengakuan dengan lisan atas nikmat Allah yang lahir dan batin, karena dengan pengakuannya itu, Allah akan mencegahnya tertimpa rasa cemas dan sedih, juga mendorong hamba yang bersangkutan untuk bersyukur.
26. Tetap berinteraksi dengan pasangan, kerabat, relasi, atau siapa saja yang ada hubungannya dengan dirinya. Jika dia mendapati pada dirinya ada aib, maka dia bandingkan dengan kebaikan orang tersebut yang jelas lebih banyak. Dengan begitu, persahabatan bisa langgeng dan perasaan menjadi lapang. Nabi ﷺ bersabda:
“Mukmin yang satu tidak perlu antipati dengan mukmin yang lainnya. Jika dia tidak suka salah satu akahlaknya, maka dia akan suka dengan akhlak yang lainnya,” (Sahih Muslim: 1469).
27. Berdoa agar semua urusannya menjadi baik, dan di antara doa-doa tersebut adalah:
“Ya Allah, perbaikilah untukku agamaku yang menjadi penjaga semua urusanku. Perbaikilah untukku duniaku yang di situ ada penghidupanku. Perbaikilah akhiratku yang ke sanalah aku akan kembali. Jadikanlah kehidupan ini penambah kebaikanku. Dan jadikanlah kematian sebagai istirahatnya aku dari semua kejahatan,” (Sahih Muslim: 2720).
“Ya Allah, hanya rahmatMu yang aku harapkan. Jangan Engkau serahkan diriku kepada diriku sendiri, walau hanya sekejap mata. Perbaikilah untukku keadaan diriku dalam semua sisinya. Tiada Ilah yang hak untuk disembah kecuali Engkau,” (Sunan Abu Dawud).
28. Berjihad di jalan Allah. Nabi ﷺ bersabda:
“Berjihadlah kalian di jalan Allah, karena berjihad di jalan Allah itu adalah satu pintu dari pintu-pintu surga. Dengannya Allah menyelamatkan dari kesedihan dan rasa murung.”