Pertanyaan: Bagaimana seharusnya seorang anak yang membangkang kepada orangtuanya ditangani? Bagaimana seharusnya mereka (para orang tua) menangani anak yang mengancam akan membunuh ibunya atau menantang ayahnya, serta menuduh saudara perempuannya berzina dan menyebabkan masalah di dalam keluarganya, juga anak yang selalu berdebat dengan tamu yang datang, menghina mereka, mencela mereka, bahkan mengancam mereka?
Jawaban oleh Tim Fatwa IslamQA, di bawah pengawasan Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid
Alhamdulillah.
Sudah seharusnya orang tua itu memberi pendidikan yang baik kepada anak-anak mereka, juga merawat mereka agar mereka senantiasa di dalam kebaikan, baik untuk urusan akhirat atau perkara dunianya.
Jika seorang anak tumbuh menjadi pembangkang dan suka memberontak, maka orang tua harus melakukan sesuatu lebih, berupaya lebih keras untuk membimbingnya, menjadi anak yang lurus, mengingatkannya, menasihatinya, menunjukkan kesabaran kepadanya, berdoa untuk kebaikan anak, memilihkan teman yang baik baginya, serta menyeleksi siapa saja kenalannya yang boleh mengunjunginya, serta menasihatinya dan berteman dengannya.
Saudaranya, temannya, dan tetangganya harus membantu orang tuanya sebisa mungkin.
Tetapi jika si anak menjadi semakin parah, serta keburukan dan gangguan yang ia sebabkan semakin bertambah seperti yang disebutkan di dalam pertanyaan, juga setelah diberi peringatan dan pelajaran ternyata tidak berhasil, maka wajib baginya untuk mengutuk kejahatannya dengan segala hal yang memungkinkan, dengan mengancam akan memukulnya atau benar-benar memukulnya. Atau, mencari bantuan orang lain di dalam keluarga untuk melawannya, atau membawa perkara itu ke pihak berwenang, jika tidak memungkin untuk menghentikan kejahatannya dengan cara-cara seperti yang telah disebutkan. Kejahatannya tidak boleh dianggap sepele. Sebaliknya, kejahatan itu harus dihentikan sebelum semakin parah dan menyebabkan bahaya yang lebih besar.
Jadi pertama-tama, mereka hendaknya mengikuti langkah-langkah seperti di atas; menasihati, membimbing, mengingatkannya akan Allah, menanamkan (radja) harap dan (khauf) takut kepada Allah; menjelaskan kepada mereka hak-hak orang tua, saudara, dan tamu atas mereka; menjelaskan ke mereka bahwa perbuatan jahatnya itu akan membuatnya dibenci oleh keluarga dan tetangga, dan orang-orang di sekitarnya. Mereka—para orang tua—hendaknya istiqamah menjalaninya, sembari bersikap lembut dan sabar, juga menggunakan hikmah dan ucapan yang baik.
Saudaranya hendaknya berusaha keras seperti di atas, juga menggunakan hikmah dan kesabaran terhadapnya, mengingatkannya dengan lembut dan tidak kasar dalam bicara.
Akan tetapi, jika si anak tetap ngotot memutuskan hubungan dengan orang tua, saudaranya, dan mendiamkannya, maka hendaknya mereka tak usah berbicara dengannya atau berinteraksi dengannya, dengan harapan bahwa Allah akan membimbingnya ke jalan yang benar, juga berdoa kepada Allah agar ia diberi hidayah.
Tetapi jika si anak tidak kunjung kembali normal dan tetap melakukan kejahatan seperti itu, maka orang tua harus melaporkannya kepada pihak berwenang dan petugas keamanan yang bisa menghentikannya dari perbuatan jahatnya, menghalanginya dari perbuatannya.
Si anak tidak boleh dibiarkan terus menerus berbuat pelanggaran mengingat parahnya kejahatan yang ia perbuat dan bahaya yang ditimbulkan kepada keluarga dan orang-orang di sekitarnya.
Di atas itu semua, orang tua si anak dan juga seluruh anggota keluarga haruslah kembali kepada Allah, karena malapetaka seperti itu muncul karena dosa-dosa yang mereka perbuat, hingga membawa kejahatan dan kerusakan ke dalam rumah tangganya. Ibnu al-Haaj Rahimahullah berkata, ketika membahas tentang suami-istri yang sering melakukan berbagai perkara yang bertentangan dengan syariat Islam:
لا جرم أن التوفيق بينهما قل أن يقع ، وإن دامت الألفة بينهما فعلى دخن ، وإن قدر بينهما مولود فالغالب عليه إن نشأ العقوق ، وارتكاب ما لا ينبغي كل ذلك بسبب ترك مراعاة ما يجب من حق الله تعالى منهما معا
“Tidak diragukan lagi, mendamaikan sepasangan manusia adalah sesuatu yang sangat jarang. Jika ada keharmonisan di antara mereka, maka pastilah tak akan terbebas dari beragam penyakit. Jika mereka memiliki anak, maka si anak akan tumbuh menjadi pembangkang dan senang berbuat hal-hal yang tidak semestinya. Semua itu adalah akibat dari kedua orang tuanya yang tidak memerhatikan kewajiban mereka kepada Allah ﷻ.”
(al-Madkhal: 2/170).
Wallahu’alam bish shawwab.
Sumber: Islam Sual Wa Jawab
Terjemah: Irfan Nugroho, Staf pengajar di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Sukoharjo.