Uncategorized
Menikah itu Memberi Manfaat bagi Pelakunya
Oleh Ust Tri Asmoro Kurniawan
Syekh As-Sadi berkata:
“Maka dengan zaujah akan diperoleh kesenangan, kelezatan, dan manfaat, di antaranya dengan hadirnya anak di antara mereka dan juga perasaan tenang.”
Taruhlah misalnya untuk mencuci baju satu kilo saja, di laundry-laundry, dihargai Rp5.000 per kilo, maka berapa banyak uang yang harus dikeluarkan oleh seorang pria dalam sebulannya hanya untuk urusan cuci baju?
Bagi suami, menikah itu memberi manfaat, salah satunya ya dalam urusan cuci baju, meski sebenarnya sangat banyak, seperti guru bagi anak-anak kita, susu ASI bagi anak, ahli gizi bagi keluarga, cleaning service bagi anak, dan lain sebagainya.
Pun demikian bagi si istri. Ia juga berhak untuk mendapat manfaat dari suaminya, seperti bimbingan, nasihat, didikan, rasa tenang, pengayoman, dan utamanya nafkah.
Manfaat menikah itu ada dua; duniawi dan ukhrawi.
Di dunia, menikah itu memberi manfaat berupa sakinah, mawadah wa rahmah. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
(Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri) Siti Hawa tercipta dari tulang rusuk Nabi Adam sedangkan manusia yang lainnya tercipta dari air mani laki-laki dan perempuan (supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya) supaya kalian merasa betah dengannya (dan dijadikan-Nya di antara kamu sekalian) semuanya (rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu) hal yang telah disebutkan itu (benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir) yakni yang memikirkan tentang ciptaan Allah,” [QS Ar-Ruum: 21, Tafsir Jalalain].
Menikah itu memberi manfaat ukhrawi. Allah berfirman:
إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ أَلَا ذَٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
(Katakanlah, “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat”) karena mereka akan menjadi penghuni neraka yang abadi, dan karena mereka tidak memperoleh bidadari-bidadari yang disediakan buat mereka, jika mereka beriman.- (Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata) jelas sekali ruginya,” [QS Az-Zumar: 15, Tafsir Jalalain].
Nah, bagaimana cara mendapatkan dua tujuan ini? Yaitu dengan menegakkan syariat di dalam pernikahan.
Allah berfirman:
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَن يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
(Talak) atau perceraian yang dapat kembali rujuk itu (dua kali) (setelah itu boleh memegang mereka)dengan jalan rujuk (secara baik-baik) tanpa menyusahkan mereka (atau melepas), artinya menceraikan mereka (dengan cara baik pula. Tidak halal bagi kamu) hai para suami (untuk mengambil kembali sesuatu yang telah kami berikan kepada mereka) berupa mahar atau maskawin, jika kamu menceraikan mereka itu, (kecuali kalau keduanya khawatir), maksudnya suami istri itu (tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah), artinya tidak dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah digariskan-Nya. (Jika kamu merasa khawatir bahwa mereka berdua tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidaklah mereka itu berdosa mengenai uang tebusan) yang dibayarkan oleh pihak istri untuk menebus dirinya, artinya tak ada salahnya jika pihak suami mengambil uang tersebut begitu pula pihak istri jika membayarkannya. (Itulah), yakni hukum-hukum yang disebutkan di atas (peraturan-peraturan Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar peraturan-peraturan Allah, maka merekalah orang-orang yang aniaya),” [QS Al-Baqarah: 229].
فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِن بَعْدُ حَتَّىٰ تَنكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَن يَتَرَاجَعَا إِن ظَنَّا أَن يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
(Kemudian jika ia menceraikannya lagi), maksudnya si suami setelah talak yang kedua, (maka wanita itu tidak halal lagi baginya setelah itu), maksudnya setelah talak tiga (hingga dia kawin dengan suami yang lain) serta mencampurinya sebagaimana tersebut dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.(Kemudian jika ia menceraikannya pula) maksudnya suaminya yang kedua, (maka tidak ada dosa bagi keduanya), maksudnya istri dan bekas suami yang pertama (untuk kembali) pada perkawinan mereka setelah berakhirnya idah, (jika keduanya itu mengira akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah), maksudnya semua yang telah disebutkan itu (peraturan-peraturan Allah yang dijelaskan-Nya kepada kaum yang mau mengetahui) atau merenungkan,” [QS Al-Baqarah: 230].
Di dua ayat tersebut, Allah menyebutkan “menjalankan hukum Allah” sebanyak tiga kali. Artinya, menikah itu adalah menegakkan hukum Allah di dalam keluarga.
Hasan Al-Bashri berkata:
“Demi Allah, tidak ada sesuatu yang bisa menentramkan hati seorang muslim kecuali ketika dia melihat anaknya, orang tuanya, pasangannya dan saudaranya menjadi orang yang taat kepada Allah.”
Kesimpulannya:
Pernikahan itu bukan pilihan yang main-main. Jadi, putuskan bahwa menikah itu harus memberi manfaat kepada pasangan masing-masing, bukan untuk kepentingan ego sendiri.
Kita juga butuh pasangan yang dewasa dan bertanggung jawab terhadap syarat-syarat pernikahan.
Rasulullah bersabda:
إِنَّ أَحَقَّ الشُّرُوطِ أَنْ يُوَفَّى بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوجَ
“Syarat yang paling berhak ditunaikan adalah yang dapat menghalalkan kemaluan,” [HR An-Nasai].