Pertanyaan: Beberapa teman saya, khususnya mereka yang dari Malaysia, setelah salam biasa mengusap tangannya ke wajah. Apakah ini bid’ah? Juga, ketika mereka saling bertemu dan salaman, mereka biasa menempelkan tangannya ke dada tepat setelah salaman. Apa benar ini juga bid’ah?
Jawaban oleh Tim Fatwa IslamQA, dan bawah pengawasan Syekh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid
Alhamdulillah
Pertama:
Tidak disyariatkan untuk mengusap tangan ke wajah setelah selesai salat atau berdoa. Petunjuk yang paling baik adalah pentunjuk Nabi kita Muhammad. Ketika beliau mengucap salam (di akhir salat), beliau akan meminta ampunan (dengan beristighfar) sebanyak tiga kali, tetapi beliau tidak mengusap wajahnya dengan tangan setelah salam atau setelah berdoa.
Diriwayatkan dari Tsauban Radhiyallahuanhu bahwa ketika Rasulullah Rasulullah selesai salat, beliau beristighfar tiga kali dan mengucapkan:
“Allaahumma anta al-salaam wa minka al-salaam, tabaarakta yaa dhaa’l-jalaali wa’l-ikraam,” [HR Muslim: 591].
Di jawaban terhadap pertanyaan nomor 39174, kami telah menyatakan bahwa tidak disyariatkan untuk mengusap wajah dengan tangan setelah berdoa.
Kedua:
Berjabat tangan (salaman) adalah benar adanya dan memang diperintahkan di dalam syariat, serta merupakan sebab diampuninya dosa.
Diriwayatkan dari Al-Bara’ bin Aazib Radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah bersabda:
“Tidaklah dua orang muslim yang bertemu kemudian saling berjabat tangan, kecuali dosa keduanya akan diampuni sebelum berpisah,” [HR Ibnu Majah: 3703; HR Tirmizi : 2727. Tirmizi: Hasan Gharib. al-Albani: Sahih, dalam Sahihut Targhib: 2718]
Beberapa orang meletakkan tangannya ke dada setelah salam dan salaman dengan seseorang, tetapi ini bertentangan dengan makna jabat tangan (salaman), baik ketika ditinjau dari sisi linguistik atau terminologi Islam. Tidak ada dalil akan hal itu di dalam Sunah, dan tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa para salaf biasa melakukannya.
Jabat tangan adalah menaruh telapak tangan seseorang pada telapak tangan orang lain.
Ar-Raghib Al-Ashfahaani berkata:
“Jabat tangan (salaman) artinya merentangkan telapak tanhan (terhadap telapak tangan orang lain).” [dalam Gharibul Quran].
Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata:
“Jabat tangan (salaman) menepukkan telapak tangan seseorang dengan telapak tangan orang lain,” [dalam Fathul Baari: 11/54].
Jabat tangan (salaman) sudah cukup untuk menyapa seseorang menurut sunah. Akan tetapi, jika masyarakat sudah terbudaya menaruh tangan di dada setelah salaman atau menyapa seseorang sebagai bentuk penghormatan, maka kami berharap semoga hal itu tidak mengapa, tetapi kita tidak boleh menyebut budaya itu sebagai ajaran Nabi صلى الله عليه وسلم. Sebaliknya, kita boleh melakukannya karena itu adalah bagian dari adat, dan bukan (tidak bertentangan dengan) sunah Nabi صلى الله عليه وسلم.
Waalaikumsalaam bish shawwab.
Fatwa: 82637
Tanggal: 1 Oktober 2006
Sumber: IslamQA
Penerjemah: Irfan Nugroho (Staf Pengajar Pondok Pesantren Tahfizhul Qur’an At-Taqwa Sukoharjo)