Sedekah Sembunyi atau Terang – Terangan
Pertanyaan: Saya seorang laki-laki yang bertanggung jawab mengelola kegiatan-kegiatan sosial milik seorang pengusaha. Kegiatan yang dimaksud mencakup pengasuhan anak yatim, pemeliharaan janda-janda, serta donasi untuk memenuhi sebagian kebutuhan orang-orang cacat. Apakah boleh jika si pengusaha ini bersedekah karena Allah dengan persentase misalnya 70% secara sembunyi-sembunyi, dan 30% lainnya secara terbuka sebagai bentuk promosi dan iklan dirinya?
Jawaban oleh Tim Fatwa Asy-Syabakah Al-Islamiyah, Diketuai oleh Syekh Abdullah Faqih Asy-Syinqitti
Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Yang lebih afdhal dalam sedekah sukarela adalah dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan tidak diperlihatkan kepada orang lain. Demikian pula halnya ibadah-ibadah sunnah lainnya. Karena cara seperti itu lebih aman dari kemungkinan munculnya perasaan riya.
Adapun dalam ibadah-ibadah wajib, justru yang afdhal adalah diperlihatkan, karena kemungkinan terbesar adalah tidak adanya riya dalam pelaksanaannya (sebab sudah menjadi kewajiban).
Di antara dalilnya adalah sabda Nabi ﷺ :
“Shalat seseorang yang paling afdhal adalah yang ia lakukan di rumahnya, kecuali shalat fardhu,” [HR. Muslim]
Begitu juga hadits yang diriwayatkan dari `Uqbah ibnu `Amir, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
“Orang yang mengeraskan bacaan Al-Quran sama dengan orang yang memperlihatkan sedekah. Dan orang yang merahasiakan bacaan Al-Quran sama dengan orang yang merahasiakan sedekah,” [HR. At-Tirmidzi]
Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya):
“Jika kalian menampakkan sedekah (kalian), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian merahasiakannya dan kalian berikan kepada orang-orang fakir, maka merahasiakan itu lebih baik bagi kalian,” [QS. Al-Baqarah: 271]
Tetapi para ulama mengatakan bahwa apabila memperlihatkan sedekah mengandung maslahat yang syar’i, dan pelakunya merasa aman dari kemungkinan munculnya perasaan riya, maka yang lebih afdhal adalah memperlihatkannya. Misalnya bila seseorang berharap orang lain mencontohnya dalam mengeluarkan harta untuk proyek-proyek kebaikan.
Berdasarkan itu, saudara penanya kiranya dapat mengambil kesimpulan bahwa hukum dasar dalam sedekah sukarela (bukan zakat) adalah disembunyikan. Dan dapat pula disimpulkan bahwa tidak ada masalah melakukan sedekah dengan cara yang disebutkan itu, apabila diniatkan untuk memotivasi orang lain agar ikut berinfak, dan hatinya sendiri bersih dari perasaan riya. Bila demikian halnya, boleh jadi infak seperti itu lebih afdhal dari infak yang dilakukan secara tersembunyi.
Akan tetapi bila yang dimaksud dengan promosi itu adalah mencari popularitas dan nama baik, maka ini sama sekali tidak diperbolehkan, karena ia adalah salah satu penggugur pahala sedekah.
Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya):
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menghilangkan (pahala) sedekah kalian dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia,” [QS. Al-Baqarah: 264]
Wallâhu a`lam.
Fatwa No: 26758
Tanggal: 26 Desember 2002
Sumber: Asy-Syabakah Al-Islamiyah
Penerjemah: Irfan Nugroho (Staf Pengajar Pondok Pesantren Tahfizhul Quran At-Taqwa Sukoharjo)