Bolehkah Gibah dengan Anak tentang Atasan yang Jahat
Pertanyaan: Assalamu’alaikum. Ibu saya sering mengeluh tentang atasannya kepada saya, padahal saya tidak bisa menyelesaikan masalah antara beliau dengan atasan beliau. Apakah seperti ini termasuk gibah?
Jawaban oleh tim fatwa Asy-Syabakah Al-Islamiyah, yang diketuai oleh Syaikh Abdullah Al-Faqih Asy-Syinqitti hafizahullah.
Segala puji hanya milik Allah, Rab semesta alam. Saya bersaksi bahwa tiada Ilah yang hak untuk diibadahi kecuali Allah, dan bahwa Muhammad ﷺ adalah hamba dan utusanNya.
Kaidah Dasar Gibah
Kaidah dasarnya adalah menyebutkan aib atau kesalahan seorang muslim ketika dia tidak ada/hadir disebut gibah yang terlarang.
Pengecualian dari Gibah
Lalu gibah dari orang yang terzalimi, tentang orang yang menzaliminya, atau keluh kesahnya orang yang terzalimi mengenai orang yang menzaliminya, maka ini termasuk pengecualian dari kaidah dasar tersebut di atas.
Hal ini didasarkan pada firman Allah ta’ala:
Allah tidak menyukai perkataan buruk, (yang diucapkan) secara terus terang kecuali oleh orang yang dizalimi.1 Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui, (QS An-Nisa: 148).
Pengecualian Gibah tidak Berlaku Umum
Meski demikian, banyak ulama yang berpendapat bahwa pengecualian di atas tidak berlaku umum. Gibah atau keluh kesah itu hanya terbatas pada orang yang punya kemampuan untuk mengembalikan hak-hak yang dirampas dari orang yang terzalimi. Salah satu ulama yang berpendapat semacam ini adalah Imam An-Nawawi dalam Riyadhush Shalihin beliau.
Pengecualian Gibah Berlaku Umum
Sedangkan Ibnu Taimiyah rahimahullah, beliau berpendapat bahwa boleh meng-gibah pelaku kejahatan, karena beliau memandang hal tersebut sebagai suatu bentuk qishash.
Di dalam Minhajus Sunnah beliau menulis:
“Tetapi ada pembolehan dari hal itu (gibah), yaitu apa yang dibolehkah oleh Allah dan RasulNya, bahwa tindakan tersebut merupakan suatu qisas dan upaya mewujudkan keadilan. Itulah yang dibutuhkan untuk mewujudkan kebaikan agama, juga merupakan nasihat kepada kaum muslimin.
Seperti keluhan orang yang terzalimi, “Si fulan telah memukul saya, merampas uang saya, mengambil hak saya, dsb.”
Allah ta’ala berfirman, “Allah tidak menyukai perkataan buruk, (yang diucapkan) secara terus terang kecuali oleh orang yang dizalimi.1 Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui,” (QS An-Nisa: 148).
Akhir kutipan dari Minhajus Sunnah: 5/143-144
Wallahu’alam bish shawwab
Fatwa No: 465478
Tanggal: 20 Oktober 2022 (25 Rabiul Awal 1444)
Sumber: Asy-Syabakah Al-Islamiyah
Penerjemah: Irfan Nugroho (Staf Pengajar di Pondok Pesantren Tahfizhul Quran At-Taqwa Sukoharjo)
Apabila bapak/ibu/saudara pembaca semua ingin ikut andil dalam program dakwah melalui situs mukminun.com atau channel YouTube Mukminun TV, Anda bisa menyalurkan infak melalui nomor rekening Bank Muamalat: 5210061824 a.n. Irfan Nugroho.
Semoga menjadi amal jariyah, pemberat timbangan kebaikan di akhirat, juga sebab tambahnya keberkahan pada diri, harta, dan keluarga pembaca semuanya. Aamiin
Teks Fatwa Asli
Question
Assalamu aleykum.My mother always give complain of her boss to me when i can’t settle the score between her and her boss.Is this a form of backbiting?
Answer
All perfect praise be to Allah, The Lord of the Worlds. I testify that there is none worthy of worship except Allah, and that Muhammad sallallaahu `alayhi wa sallam ( may Allaah exalt his mention ) is His slave and Messenger.
The basic ruling is that mentioning the faults of Muslims in their absence is an act of prohibited backbiting.
As for the backbiting of the wronged person against the person who wronged him and his complaint against him, then it is an exception from this basic ruling, based on Allah’s saying (which means): {Allah does not like the public mention of evil except by one who has been wronged. And ever is Allah Hearing and Knowing.} [Quran 4:148]
However, many scholars hold the view that the above-mentioned exception is not general but rather restricted to doing so to the person who has the ability to bring the wronged person’s rights back. See, for example, Imam An-Nawawi’s Riyadh As-Saaliheen.
Whereas Ibn Taymiyah may Allaah have mercy upon him is of the view that is allowed to backbite the wrong-doer under all circumstances, viewing this as a kind of retribution. In his Minhaaj As-Sunnah, he says, “The lawful part of this (i.e., backbiting) is what is declared lawful by Allah and His Messenger, that is, the act the serves as some sort of retribution and bringing justice back, such when the complainer says, ‘So and so hit me, took my money, denied my right, etc.’ Allah, the Exalted, says, (what means): {Allah does not like the public mention of evil except by one who has been wronged. And ever is Allah Hearing and Knowing.} [Quran, 4:148]”
Allah knows the best.