Sahihul Adab: Adab di Majelis
Pembaca rahimakumullah, berikut adalah artikel tentang adab di majelis menurut Syaikh Wahid Abdussalam Bali hafizahullah di dalam kitab beliau Sahihul Adab Al-Islamiyah. Teruskan membaca. Semoga bermanfaat!
Mengucapkan salam sebelum duduk
Imam At-Tirmizi meriwayatkan suatu hadis yang beliau nilai sebagai hadis hasan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
“Apabila salah seorang dari kalian tiba di suatu majelis, maka ucapkanlah salam. Jika dia hendak duduk (setelah mengucapkan salam), silakan dia duduk. Dan apabila dia hendak berdiri, hendaknya dia mengucapkan salam, karena salam yang pertama dan salam yang kedua itu hukum dan pahalanya sama,” (Jami At-Tirmizi: 2706).
Duduk di mana (barisan) majelis itu berakhir
Imam At-Tirmizi meriwayatkan, dan beliau menyebutnya sebagai hadis Hasan Sahih tetapi Garib (asing), dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu Anhu yang berkata:
“Dulu, apabila kami datang di majelis Nabi ﷺ, kami akan duduk di baris terakhir dalam majelis itu,” (Sunan At-Tirmizi: 2725).
Tidak menyuruh seseorang berdiri dari tempatnya lalu duduk di situ
Di dalam Ash-Shahihain dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma yang berkata:
“Rasulullah ﷺ melarang seseorang menyuruh saudaranya (sesama muslim) untuk berdiri dari tempat dia duduk, lalu seseorang tadi duduk di situ,” (Sahih Bukhari: 911).
Memberi ruang bagi orang yang baru datang
Siapa yang memerintahkan untuk berlapang-lapang di dalam majelis? Yang memerintahkan untuk berlapang-lapang di dalam majelis adalah Allah subhanahu wa ta’ala di dalam FirmanNya Quran Surat al-Mujadilah ayat ke-11:
“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” [QS al-Mujadilah: 11].
Tidak duduk di antara dua orang kecuali dengan seizin keduanya
Imam At-Tirmidzi meriwayatkan suatu hadis yg beliau nilai sebagai hadits Hasan dari Abdullah bin Amru Radhiyallahu Anhuma bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak halal bagi seseorang untuk memisahkan dua orang kecuali dengan seizin keduanya,” [Jami At-Tirmizi: 2752].
Imam Abu Dawud meriwayatkan hadits serupa dengan lafaz:
“Janganlah seseorang duduk di antara dua orang kecuali dengan seizin keduanya,” [Sunan Abu Dawud: 4844].
Tidak duduk di tengah-tengah halaqah atau lingkaran
Imam at Tirmidzi meriwayatkan suatu hadits dan beliau menilainya sebagai hadis Hasan dari Ibnu majlis rahimahullah bahwa seseorang duduk di tengah-tengah majelis kemudian sahabat Hudzaifah Radhiyallahu Anhu berkata:
“Terlaknat berdasarkan lisan Muhammad atau Allah melaknat melalui lisan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, orang yang duduk di tengah-tengah halaqah,” [Jami At-Tirmizi: 2752].
Tidak saling berbisik antara dua orang tanpa melibatkan orang ketiga
Di dalam Ash-Shahihain dari Abdullah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
“Apabila kamu bertiga, maka janganlah yang dua orang berbisik tanpa yang lainnya, sebelum dia berbaur dengan yang lainnya. Karena hal itu dapat membuatnya bersedih,“ [Sahih Bukhari: 6288 dan Sahih Muslim: 2183].
Jika seseorang bediri lalu kembali, dia lebih berhak untuk tempat itu
Imam Muslim meriwayatkan di dalam Shahihnya dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
“Apabila salah seorang dari kalian berdiri, atau di dalam hadis Abi Awanah, siapa saja yang berdiri dari majelisnya kemudian dia kembali kepadanya maka dia lebih berhak terhadapnya,” [Sahih Muslim: 2179].
Tidak duduk dengan cara duduk orang-orang yang dimurkai
Abu Dawud dan lainnya (Imam Ahmad dan Abdurrazaq) meriwayatkan hadits yang sahih dari Asy-Syarid bin Suwaid yang berkata:
“Rasulullah ﷺ melewatiku saat aku duduk seperti ini. Aku meletakkan tangan kiriku di belakang punggung, lalu aku bersandar dengannya. Beliau lantas bersabda:
“Apakah kamu ingin duduk seperti duduknya orang-orang yang dimurkai (Yahudi)!” [Sunan Abu Dawud: 4848].
Apabila diberi minuman, hendaknya dilanturkan ke orang di sebelah kanan
Di dalam Ash-Shahihain dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu yang berkata:
Rasulullah ﷺ pernah disuguhi susu perasan dari kambing yang diternak oleh Anas bin Malik.
Susu tersebut kemudian dicampur dengan air sumur yang terdapat di rumah Anas bin Malik.
Maka Rasulullah ﷺ disuguhi segelas susu (yang telah dicampur air sumur) kemudian beliau meminumnya.
Sampai ketika beliau akan selesai meminumnya, terlihat bahwa di sebelah kiri beliau ada Abu Bakar (Radhiallahu Anhu) sedang di sebelah kanan beliau ada seorang Arab kampung pedalaman.
Sahabat Umar bin Khattab (Radhiyallahu Anhu) khawatir kalau-kalau gelas susu dari Rasulullah ﷺ dilanturkan atau diteruskan ke orang Arab Badui tersebut (bukan kepada Abu Bakar yang secara zahir lebih mulia daripada orang Arab Badui tersebut). Maka Umar bin Khattab (Radhiyallahu Anhu) berkata:
“Berikan kepada Abu Bakar, ya Rasulullah. Beliau di sebelah Anda.”
Tetapi Rasulullah ﷺ justru menyodorkan gelas susu beliau ke orang yang di sebelah kanan beliau sembari bersabda:
“Hendaknya (minuman) diberikan kepada orang yang di sebelah kanan, lalu ke kanannya lagi,” [Sahih Bukhari: 2352. Sahih Muslim: 2029].
Memilih teman duduk yang sholeh
Di dalam Ash-Shahihain dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya perumpamaan teman dekat yang baik dan teman dekat yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Seorang penjual minyak wangi terkadang mengoleskan wanginya kepada kamu dan terkadang kamu membelinya sebagian atau kamu dapat mencium semerbak harumnya minyak wangi itu. Sementara tukang pandai besi ada kalanya dia membakar pakaian kamu atau pun kamu akan menciumi baunya yang tidak sedap,” [Sahih Muslim: 2628. Sahih Bukhari: 2101].
Disunnahkan untuk berzikir dan bershalawat di dalam majelis meskipun hanya satu kali
Imam At-Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan suatu hati yang beliau nilai sebagai hadis Hasan Shahih dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda:
“Tidaklah suatu kaum duduk-duduk dan mereka tidak menyebut nama Allah di dalamnya juga tidak bersholawat kepada nabi mereka melainkan mereka akan menyesal di hari kiamat. Jika Allah menghendaki maka mereka akan diazab, dan jika Allah menghendaki Allah akan mengampuni mereka,” [Jami At-Tirmizi: 3380].
Membaca doa atau zikir penutup majelis
Imam at Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan suatu hadis yang beliau menilai hadis ini sebagai hadis Hasan ghorib dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Siapa saja yang duduk di suatu majelis kemudian di majelis itu banyak terjadi kericuhan kegaduhan kemudian orang itu sebelum berdiri dari majelisnya mengucapkan:
SUBHAANAKALLAAHUMMA WA BIHAMDIKA ASYHADU ANLAA ILAAHA ILLAA ANTA ASTAGHFIRUKA WA ATUUBU ILAIKA
Maha Suci Engkau wahai Allah, dan dengan memujiMu, aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak di sembah melainkan Engkau, aku meminta ampun dan bertaubat kepadaMu.
“Niscaya dosanya selama di majelis itu akan diampuni,” [Jami At-Tirmizi: 3433].
Wallahua’lam
Karangasem, 20 Agustus 2024
Irfan Nugroho (Semoga Allah memudahkan dan memberkahi urusannya. Aamiin)