Pertanyaan: Apa hukum duduk istirahat (duduk setelah sujud sebelum berdiri) ketika shalat?
Jawaban oleh Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Ada tiga pendapat ulama tentang duduk istirahat, yaitu:
1. Disunnahkan secara mutlak
2. Tidak disunnahkan secara mutlak
3. Diperinci antara orang yang kesulitan bangun secara langsung maka ia duduk, dan orang yang tidak kesulitan untuk langsung bangkit, atau tidak usah duduk.
Di dalam kitab Al-Mughni (hal. 29 juz 1, cet. Darul Manar) dikatakan (pendapat ini merupakan gabungan dari berbagai riwayat dan yang pertengahan di antara dua pendapat) bahwa Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahuanhu berkata, “Sesungguhnya termasuk dari Sunnah dalam shalat wajib adalah bila seseorang bangkit dari dua rakaat pertama, hendaklah dua tangannya tidak bersandar pada tanah, kecuali ia adalah orang tua yang tidak mampu bangkit (secara langsung),” (Riwayat Atsram, dikeluarkan oleh Baihaqi: 2/136, dan lihat Al-Mughni: 2/214).
Berikutnya hadist Malik (Ibnu Huwairits), “Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam ketika mengangkat kepalanya dari sujud kedua, beliau duduk lalu bertumpu pada tanah,” (HR Bukhari: 732). Ini mungkin terjadi karena Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam kesulitan bangkit karena beliau sedang lemah atau sudah tua. Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Saya telah menjadi gemuk, maka janganlah kalian mendahuluiku dalam rukuk dan sujud.”
Saya cenderung pada pendapat yang terakhir ini. Hal ini karena Malik bin Huwairits saat datang menemui Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau sedang melakukan persiapan untuk Perang Tabuk (lihat Fathul Bari: 2/131), sedangkan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam saat itu telah tua dan mulai melemah fisiknya.
Dalam Shahih Muslim (hal. 506 dengan tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi, dari Aisyah Radhiyallahuanha), “Ketika Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam mulai gemuk dan badannya terasa berat, maka beliau banyak melakukan shalat dengan duduk.” Abdullah bin Syaqiq juga menanyakan kepada Aisyah, “Apakah Nabi pernah shalat dengan duduk.” Beliau menjawab, “Iya, setelah orang-orang melihat beliau telah tua,” (HR Muslim: 732 & 733).
Hafshah Radhiyallahuanha juga berkata, “Saya tidak pernah melihat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam melakukan shalat sunnah dengan duduk sehingga satu tahun sebelum beliau wafat. Saat itu beliau melakukan shalat sunnah dengan duduk.” Dalam riwayat lain, “Setahun atau dua tahun sebelum wafatnya.” Semua riwayat ini terdapat di dalam shahih Muslim.
Yang menguatkan hal itu adalah bahwa dalam hadist Malik bin Huwairits disebutkan bertumpu di atas tanah, dan yang dimaksud dengan bertumpu terhadap sesuatu adalah karena memang memerlukannya.
Juga yang menguatkan pendapat ini adalah hadist dari Abdullah bin Buhainah dalam kitab Bukhari dan lainnya, “Bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam shalat dzuhur bersama mereka, beliau bangkit setelah rakaat kedua dan tidak duduk,” (HR Bukhari: 829 dan Muslim: 570). Perkataannya, “Dan tidak duduk” adalah duduk yang umum tidak mengecualikan adanya duduk istirahat. Tetapi juga dikatakan bahwa duduk yang dinafikkan di sini adalah duduk tasyahud, bukan semua bentuk duduk.
Sumber:
Utsaimin, Muhammad bin Shalih. 2002. Majmu’ Fatawa – Solusi Problematika Umat Islam Seputar Aqidah dan Ibadah. Solo: Arafah