Oleh Irfan Nugroho
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Maasyiral Muslimin, Rakhimakumullah…
Dulu di zaman jahiliah, zaman kegelapan sebelum datang Nabi Muhammad ﷺ membawa syariat Islam yang indah ini, orang-orang kafir Quraisy memiliki kebiasaan menyembelih hewan kurban, lalu melumuri Ka’bah dengan darah hewan kurban tersebut, lalu membiarkan dagingnya berada di sekitar Ka’bah dan di sekitar berhala-berhala atau patung-patung kecil yang ada di sekitarnya.
Tradisi seperti itu terus berlanjut hingga datang Nabi Muhammad ﷺ diutus sebagai utusan Allah yang membawa Risalah Islam, lalu kemudian sebagian sahabat Radhiyallahuanhum berkata,“Kami lebih berhak untuk melakukan yang seperti itu (yakni melumuri Ka’bah dengan darah hewan kurban),”
Tetapi Allah kemudian melarang perbuatan tersebut dengan firmanNya:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya,” [QS Al-Hajj: 37]
Ma’asyiral muslimin, rahimakumullah…
Allah tidak butuh terhadap daging dan darah hewan kurban kita. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَا إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ“
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk (rupa) dan harta kalian, tetapi melihat kepada hati dan amal perbuatan kalian,” [HR Muslim]
Allah tidak butuh terhadap daging dan darah hewan kurban kita, justru kitalah yang butuh dari hewan kurban kita itu pahala yang besar dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana dalam firmanNya:
لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ
“kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya,” [QS Al-Hajj: 36]
Maasyiral Muslimin, Rakhimakumullah…
Udhiyah atau qurban adalah ujian keimanan. Melalui qurban itu iman kita diuji, apakah kita percaya dengan janji Allah atau tidak. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya,” [QS. Saba’: 39].
Iman kita diuji, apakah kita percaya dan yakin dengan janji Allah di atas, atau justru menahan diri dari mengorbankan harta kita yang sebenarnya berlebih karena belum mantap keimanan di hati kita?
Dan yang terakhir…
Udhiyah adalah wujud syukur seorang hamba kepada Allah, yang dengan berkurban itu seseorang semoga bisa disebut hamba yang bersyukur. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
فَإِذَا وَجَبَت جُنُوبُهَا فَكُلُواْ مِنهَا وَأَطعِمُواْ ٱلقَانِعَ وَٱلمُعتَرَّۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرنَٰهَا لَكُم لَعَلَّكُم تَشكُرُونَ ٣٦
“Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang tidak meminta jatah dan orang yang meminta jatah. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur,” (QS Al-Hajj: 36).
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman:
اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ
“Wahai nabi Muhammad, sungguh kami telah memberimu nikmat yang banyak dan langgeng, meliputi kenikmatan duniawi maupun ukhrawi, seperti kenabian, Al-Qur’an, syafaat, telaga di surga, dan sebagainya. Karena itu, sebagai rasa syukurmu kepada tuhanmu, maka laksanakanlah salat dengan ikhlas semata-mata karena tuhanmu, bukan dengan tujuan ria; dan berkurbanlah demi Allah dengan menyembelih hewan sebagai ibadah dan sarana mendekatkan diri kepada Allah,” (QS Al-Kautsar: 1-2).
Mengapa salat dan kurban? Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan:
وَأَجَلُّ الْعِبَادَاتِ الْمَالِيَّةِ النَّحْرُ وَأَجَلُّ الْعِبَادَاتِ الْبَدَنِيَّةِ الصَّلَاةُ
Ibadah harta yang paling mulia adalah kurban, sedang ibadah badan yang paling mulia adalah salat, [Majmu Fatawa: 16/532]
Ma’asyiral muslimin, rakhimakumullah…
Syekh Muhammad Shalih bin Utsaimin berkata:
الأضحية سُنَّةُ مُؤَكَّدَةٌ لِلْقَادِرِ
“Hukum berkurban adalah sunah mu’akadah (sunah yang sangat ditekankan) bagi yang mampu,” [Fatawa Ibnu Utsaimin: 2/661].
Lalu apa definisi mampu dalam berkurban?
Imam Abu Hanifah menyebutkan bahwa orang yang wajib berkurban di dalam mazhab Imam Abu Hanifah adalah orang memiliki harta mencapai nishab. Sedang menurut mazhab Imam Asy-Syafii, orang yang terkena hukum sunah muakadah dalam udhiyah adalah orang yang jika dia membeli hewan qurban, dia masih memiliki sisa harta yang mencukupi untuk kebutuhan pokoknya.
Maka jenis hewan kurbannya pun sesuai kemampuan orang yang hendak berkurban, asalkan 1) tidak buta matanya, 2) tidak pincang kakinya, dan 3) tidak kurus yang sangat parah, juga asalkan umurnya sudah memenuhi syarat minimal, yaitu 5 tahun untuk unta, 2 tahun untuk sapi/kerbau, 6 bulan untuk domba, dan 1 tahun untuk kambing.
Oleh karena itu ma’asyiral muslimiin, rakhimakumullah… Mari berkurban apabila kita diberi keluangan rezeki dan harta, karena dengan begitu orang yang kaya bisa menjadi lebih tenang dan lebih bisa menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang dari sesama dan menghilangkan kebencian atau kedengkian.
Seseorang boleh berkurban seorang diri dengan unta apabila mampu, atau patungan maksimal 7 orang (di pendapat lain 10 orang). Silakan berkurban sapi/kerbau apabila mampu, atau patungan maksimal 7 orang. Silakan berkurban dengan domba atau kambing, dan tidak ada patungan untuk yang ini.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH KEDUA
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ. اللَّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبِّنَا اجْعَلْنَا مُقِيمَ الصَّلَاةَنَا وَمِنْ ذُرِّيَّتَنَا رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
رَبِّنا ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانا صَغِيرًا
رَبَّنَا اغْفِرْ لنا وَلِوَالِديناَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.